💐 EXTRA PART 5
Selamat Membaca!!!
💭💭💭
"Ayo, Dika. Hajar semuanya!" teriak Fel dengan semangat. Sedangkan Alicia yang ada di samping gadis itu hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Kak Fel, tuh, ya. Teriak-teriak kayak fans ke idol kalau lagi konser,” ujar Alicia, lalu terkekeh geli. Sedangkan Fel memutar bola matanya.
“Dukung sahabat emang salah?” Kali ini, Alicia justru tersenyum miring.
“Sahabat? Cuma sahabat? Nanggung banget, Kak.” Tak lama setelah itu, sebuah jitakan mendarat di dahi Alicia.
“Aww ... sakit, Kak.” Fel langsung mendengus kesal.
“Masih kecil pikirannya aneh-aneh, duh.” Selepas itu, Alicia tertawa tanpa merasa bersalah.
Dika sempat menatap ke arah Fel yang menyemangatinya tadi, lalu tersenyum lebar. Meski suasana cukup ramai, tapi ia masih mendengar suara Fel yang agak cempreng saat berteriak. Mendadak saja energinya bertambah berkali-kali lipat. Sebab, lawan mainnya ini sangat sulit ditaklukkan. Sudah beberapa kali timnya ketinggalan poin.
Pada hari ini, tim basket putra SMA D melawan tim basket putra SMA J. Sebagai pentolan sekaligus kapten dari tim basket SMA D, Dika berusaha keras untuk meraih poin sebanyak mungkin demi kemenangan tim sekolahnya. Pastinya dengan koordinasi yang telah tim mereka diskusikan sebelum pertandingan dimulai. Meski rasanya sulit juga, karena pentolan dari SMA J ini terkenal sulit ditaklukkan.
"Dav, oper ke sini!" Pentolan SMA J itu langsung menoleh dan melemparkan bola basket yang ada di genggamannya. Namun, sayang, lemparannya meleset dan membuat Dika memanfaatkan kesempatan itu. Kapan lagi, kan, pentolan SMA J itu lengah?
"Ayo, Dika. Kamu bisa!" Sebuah teriakan membuat Dika terkekeh geli. Berusaha untuk fokus, ia menempatkan diri di posisi yang ia inginkan. Jika dia hanya melakukan shooting biasa, maka tim mereka hanya mendapat dua poin, sedangkan selisih poin kedua tim adalah dua poin dengan keunggulan diraih oleh SMA J. Sehingga, poin kedua tim akan seri nantinya, padahal waktu yang tersisa tinggal sedikit.
Oleh karena itu, Dika mengambil resiko untuk melakukan shooting di area three point. Satu-satunya harapan supaya poin tim mereka bisa lebih unggul. Dengan penuh percaya diri, lelaki itu melempar bola basket ke ring dan ....
Tidak masuk?
Mendadak Dika frustasi. David yang melihat bola itu terlempar ke sembarang arah, langsung mengambil alih bola tersebut. Dalam gerakan cepat, di detik-detik terakhir, ia men-dribble, melemparkan bola ke arah ring, lalu ....
Three point untuk SMA J dan waktu berakhir.
Dika semakin frustasi. Kemenangan diraih oleh tim SMA J. Untunglah teman setimnya tak ada yang men-judge buruk lelaki tersebut. Mereka saling mendukung dan tak menyalahkan kapten basket SMA D itu. Meski begitu, Dika tetap merasa bersalah. Ia merasa tak becus menjadi seorang kapten basket.
"Udahlah, Dik. Nggak apa. Kita bisa masuk babak final aja bersyukur banget. Itu juga karena strategi hebatmu. Dulu, kan, kita nggak pernah sampai di posisi ini," hibur seorang lelaki yang kini duduk di samping Dika.
"Iya, Dik. Lagipula kita, kan, nggak pernah tanding sama SMA J, jadi nggak paham strategi mereka kayak gimana. Kita juga nggak pernah lihat pertandingan mereka. Ya, semoga selanjutnya bisa lebih baik." Kali ini Satya yang berbicara. Sebenarnya, lelaki itu hanya pemain cadangan di tim basket putra SMA D, hanya saja sejak Nando pindah sekolah, Satya pun masuk ke dalam tim inti untuk menggantikan posisi Nando.
Sebetulnya, Dika sendiri agak sebal dengan lelaki tersebut, terlebih lagi saat mengingat Satya dulunya pernah membuat Fel patah hati. Hanya saja, dirinya harus profesional menjadi seorang kapten basket. Peningkatan dalam permainan basket Satya semakin lama mulai meningkat. Tidak ada alasan untuk tidak menerima Satya ke dalam tim inti.
Pantas saja akhir-akhir ini Nando sering tidak ikut latihan basket dan memberikan banyak alasan. Rupanya, lelaki itu tengah mempersiapkan diri untuk pindah sekolah. Jujur, Dika merasa kecewa, karena Nando tak pernah bercerita tentang ini kepadanya. Meski begitu, mereka berdua masih berteman baik dan saling kontak.
“Dik. Nih, minum!” Saat Dika dan kawan-kawan berjalan keluar arena, ia melihat Fel dan Alicia menghampirinya. Fel pun menyerahkan sebotol air mineral pada Dika.
“Makasih, ya,” ujar lelaki itu dengan tersenyum senang. Fel pun mengangguk.
“Tapi, maaf. Gara-gara aku, tim kita jadi kalah,” lanjut Dika. Terlebih lagi saat melihat pentolan dari SMA J itu bercerita dengan riang perihal kemenangan timnya pada seorang gadis berkacamata yang ada di hadapannya.
Saat ini, teman setim Dika mulai membubarkan diri dan pulang, kecuali Satya. Entah mengapa lelaki itu masih berdiri di belakang Dika sambil asyik memainkan ponselnya.
“Ih, kok minta maaf sama aku? Aku, kan, nggak ikut tim basket kamu. Selain itu, ya, wajarlah kalau ada yang kalah sama yang menang. Yang penting, kan, kamu dan timmu sudah berusaha yang terbaik,” ujar Fel dengan senyum menenangkan, membuat Dika ikut tersenyum.
“Eh, ya, aku antar pulang, ya?” tawar Dika.
“Dih, kok bisa itu, loh? Aku pikir kita pulangnya bareng. Terus aku naik apa nanti?” Tiba-tiba Satya yang ada di belakang Dika berceletuk. Seketika sang kapten basket itu merasa jengah. Sedangkan Fel, ia justru terkekeh yang membuat Satya melotot tidak terima.
“Udah, nggak apa, Dik. Aku pulang bareng Alicia, kok,” ujar Fel masih dengan menatap Satya dan terkekeh geli.
“Kak Fel pulang bareng sama Kak Dika aja, aku abis ini ada janjian sama temen buat keluar bareng.” Spontan saja Fel mendelik sebal.
“Loh? Kamu kok nggak ngomong, sih, dari tadi?” Alicia hanya mengedikkan bahu sambil tersenyum lebar tanpa merasa dosa.
“Aku duluan, ya, Kak. Temenku nungguin di luar,” pamit Alicia, lalu berlari pergi.
“Al, Al ... yah.” Setelah menatap Alicia yang kian menjauh, kini pandangannya beralih pada Dika. Lelaki itu tersenyum lebar.
“Udahlah, kamu pulang sama aku aja.” Mau tak mau, Fel pun mengangguk setuju. Jika tak bersama Dika, ia bingung akan pulang dengan siapa nanti. Apalagi sekarang mulai menjelang malam. Fel tak berani memesan ojek online.
“Dih, nggak pacaran, tapi malah kayak orang pacaran,” nyinyir Satya yang membuat keduanya menoleh.
“Kenapa, sih? Sibuk banget ngurusin hidup orang.” Karena tak tahan, Fel akhirnya melampiaskan amarahnya. Selama ini, gadis itu diam saja jika Satya nyinyir padanya. Akan tetapi, kesabarannya sudah melebihi batas.
“Sirik amat, sih, Bro.” Kini Dika yang berceletuk sambil tersenyum miring.
“Idih, ngapain sirik? Aku udah punya pacar kali. Sirik kok sama kalian berdua yang statusnya nggak jelas. Lagian kamu ngapain, sih, pulang sama dia? Kita, kan, tadi berangkat bareng. Pulangnya, ya, bareng. Gimana, sih?” Dika memutar bola matanya.
“Emang ada aturan kayak gitu?” Satya langsung terbungkam mendengar pertanyaan Dika.
“Udahlah, Fel. Biarin aja dia, mending kita langsung pulang. Lagian dia, kan, cowok. Masa nggak bisa pulang sendiri? Malu, dong, sama pacarnya.” Mendadak saja Satya mengeratkan rahangnya. Dia tidak terima diremehkan seperti ini. Untunglah Citra berhalangan hadir untuk menonton Satya di tribun, sehingga kekasihnya tak perlu mendengarkan ucapan Dika yang terdengar menyebalkan di telinga lelaki itu.
Satya sontak terkejut saat Dika tiba-tiba mendekat dan membisikkan sesuatu yang tak ia duga. “Makanya pacar jangan dibuat taruhan, cukup Fel aja yang kamu buat patah hati. Dasar, nggak gentle.”
Spontan saja Satya terdiam. Kalimat awal Dika memang tidak benar, karena Satya sangat mencintai Citra. Akan tetapi, kalimat selanjutnya itulah yang membuat Satya terbungkam. Dari mana Dika mengetahui hal tersebut? Apakah Fel membongkar semuanya?
“Inget, Bro. Masa remajamu sia-sia kalau mikirin pacaran doang. Apalagi kalau alasan pacarannya nggak jelas.” Setelah menepuk pundak Satya dua kali, Dika meraih tangan Fel dan menariknya pergi ke tempat parkir.
“Kamu tadi abis ngomong apa sama Satya, Dik? Kok wajahnya keliatan pias gitu?” tanya Fel heran. Dika pun tersenyum.
“Cuma nasihatin dia buat nggak mikirin pacaran doang.” Fel pun terkekeh geli mendengar ucapan Dika, terlebih lagi saat lelaki itu melanjutkan ucapannya.
“Emang nggak salah kalau Nando kesal sama Satya. Sampai dia sering banget menggerutu ke aku kalau sudah bahas Satya. Abis dia nyebelin banget, sih. Mana selama ini Nando sebangku sama Satya. Gimana nggak jengah, tuh?”
Fel pun langsung tertawa lepas. Entah mengapa, gadis itu rasanya ingin tertawa saja. Sedangkan Dika, dia tersenyum melihat raut mendung sudah tak menghampiri gadis di hadapannya itu lagi.
Jika hidup hanya digunakan untuk mengasihani diri dengan kesedihan, serius, akan terasa sangat sia-sia.
💭💭💭
Okee, kali ini beneran udah tamat. Ini extra part yang terakhir, xixixi.
Ada yang kangen Dhira dan David nggak? Mereka muncul di sini wkwk. Buat yang belum tau siapa Dhira dan David yang kumaksud, kalian bisa mampir ke ceritaku yang judulnya "Medium Girl" di Dreame atau Innovel. Buat lebih mudah, linknya ada di bioku.
Have a nice day all.
Makasih sudah mengikuti perjalanan kisah Felicia Ruth. Tunggu cerita baru selanjutnya, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top