💐 EXTRA PART 2

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"Jadi, kamu ada urusan apa sama aku?" tanya Fel to the point. Sebab, sedari tadi gadis itu jengah karena Dika terlalu ribet. Padahal, Fel sendiri lebih memilih untuk mengobrol di rumah saja daripada di kafe ini.

Awalnya gadis itu ingin menolak ajakan Dika. Namun, melihat tatapan memohon dari lelaki berkelinci itu, langsung membuat Fel luluh.

"Bener, ya, kamu mau pindah sekolah?" Mendadak Fel tersedak saat mendengar pertanyaan Dika.

"Eh, hati-hati minumnya," ujar Dika. Sedangkan Fel, dia justru terdiam.

"Iya? Bener nggak?" Fel pun menghela napas pelan.

"Jadi, kamu repot-repot ke rumahku, sampai ngajak aku ke sini cuma buat nanya itu?" Kali ini, Dika yang menghela napas pelan.

"Jawab dulu pertanyaanku, Fel. Nanti baru kujelasin kenapa aku tanya kayak gitu." Gadis itu langsung mengusap wajahnya kasar. Memangnya apa untungnya di Dika, sih, kalau tau info Fel pindah? Toh, gadis itu masih ada di SMA D atau tidak, hal tersebut sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Dika. Itulah yang dipikirkan Fel.

"Iya, aku mau pindah. Dan aku yakin kamu pasti tau alasannya apa," jawab Fel.

"Karena Alicia?" tanya Dika yang dibalas anggukan oleh Fel.

"Sekarang gantian, kamu jelasin kenapa tanya tentang aku yang mau pindah sekolah? Itu sama sekali nggak ada dampaknya, kan, sama kamu? Jadi, buat apa-"

"Ada." Tiba-tiba Dika menyela ucapan Fel yang membuat gadis itu mengernyit heran. Sedangkan Dika, ia langsung terdiam saat menyadari ucapannya yang spontan tadi.

Sempat terjadi keheningan di antara mereka, sampai Dika akhirnya berdeham untuk mencairkan suasana.

"Fel, aku paham banget alasan keputusan kamu pindah sekolah, tapi kamu nggak coba mikir-mikir lagi?" Tentu saja Fel membelalakkan matanya saat mendengar ucapan Dika.

"Apa maksudmu mikir-mikir lagi? Maksudmu, keputusanku untuk pindah sekolah ini tindakan yang gegabah? Hei, aku sudah memikirkan hal ini secara matang-matang. Kamu nggak pernah tau rasanya kalau jadi aku. Nggak enak, Dik. Ya, aku tau kalau aku ini terlihat berusaha untuk menghindar dari masalah, tapi cuma itu yang bisa kulakukan. Sudahlah, kalau kamu ngajak aku ke sini cuma buat bahas hal kayak gini, mending aku pulang aja."

Baru saja Fel akan beranjak dari posisi duduknya, langsung terhenti saat mendengar ucapan Dika.

"Kamu tau, Fel. Kalau masalah terus kamu hindari, pasti nggak akan selesai. Aku heran, kenapa kamu nggak speak up aja ke pihak sekolah, minimal sama orangtuamu tentang perundungan yang kamu terima? Aku yakin, orangtuamu pasti nggak tau, karena kalau mereka tau, pasti Alicia sudah ditegur." Fel terdiam sesaat, sampai akhirnya dia duduk lagi.

"Apa kamu takut, kalau kamu speak up, nanti semua kelakuan burukmu akan terbongkar? Iya? Lalu, kamu lebih memilih untuk menghindar?" Pertanyaan bertubi-tubi dari Dika membuat kepala Fel rasanya pusing. Jujur, ucapan lelaki di hadapannya itu membuatnya terus kepikiran.

"Percuma, Dik. Mama papaku sudah tau semua perbuatan burukku dulu, sejak Ghina mulai masuk ke penjara." Dika pun menghela napas lelah.

"Nah, terus apa alasan kamu nggak mau speak up sama orangtuamu?" Fel pun menggeleng frustasi. Entahlah, dia sendiri bingung.

"Aku nggak tau kenapa kok susah rasanya bilang jujur sama papa mamaku." Fel menghela napas pelan.

"Terus, aku harus bagaimana, Dik? Tetap bertahan dan tidak pindah sekolah? Lalu, bagaimana aku akan menghadapi perundungan dari Alicia? Membalasnya? Bukankah itu perbuatan yang sangat bodoh?" Jeda sesaat. "Ditambah lagi, nggak ada yang bela aku sama sekali. Kamu pikir aku bisa bertahan terus?"

Namun, jawaban Dika seketika membuat Fel tercengang. "Kamu salah, Fel. Mungkin Nando nggak mau bela kamu, tapi aku mau. Ya, memang saat kamu dirundung waktu itu, aku tidak membantumu karena pikiranku pecah gara-gara Nando malah abai sama kamu yang lagi dirundung. Dia juga ngasih isyarat ke aku buat nggak peduli sama kamu. Jujur, pikiranku agak kacau dan terpaksa aku nurut Nando. Tapi, sekarang sudah nggak lagi. Aku juga sudah tau alasan kenapa kamu selama ini melakukan perundungan. Memang perbuatanmu dulu itu salah, tapi perbuatan Alicia yang balas dendam ke kamu itu juga salah. Jadi, aku bersedia buat bela kamu."

Dika yang awalnya duduk dengan tegak, kini menyenderkan punggungnya.

"Kamu bisa pikir-pikir ini lagi. Ingat, Fel. Masalah itu harus dihadapi, bukan dihindari. Kalau kamu menghindar, selamanya Alicia bakal terus merundung yang mungkin nggak hanya ke kamu saja, tapi bisa jadi orang lain juga kena. Yang Alicia alami saat ini, itu adalah yang pernah kamu alami dulu. Melakukan perundungan hanya untuk pelampiasan dendam."

💭💭💭

Fel terus uring-uringan sendiri di kamar. Sejak Dika mengajaknya ke kafe, ia terus memikirkan kesediaan lelaki itu untuk membelanya. Jujur, Fel sendiri ragu apakah Dika benar-benar akan membantunya atau tidak. Mengingat, waktu itu dia justru berlalu begitu saja saat Fel dirundung.

Ting.

Andika
Bsk aku antar km ke sekolah, ya? Aku udh izin mamamu. Mamamu bolehin asal km mau msk sekolah.

Chatting line dari Dika membuat Fel menghela napas lelah. Gadis itu heran, mengapa mamanya dengan enteng mengizinkan apapun yang Dika lakukan untuknya? Mendadak saja, Fel curiga pada lelaki itu.

Andika
Inget, Fel. Mslh itu dihadapi, jgn dihindari. Tenang aja, klo ad yg bully km, aku bakal bela km.

Dan Fel semakin merasa aneh dengan Dika. Jujur, baru kali ini Fel merasa seakrab ini dengan pentolan di tim basket putra SMA D itu. Sebelumnya, ia jarang sekali mengobrol dengan Dika. Apalagi Dika ini adalah sahabat Nando yang notabene musuh besarnya dulu.

Andika
Bls, dong. Mau, ya? Pliss ... aku g main² sm ucapanku sblmnya. Aku serius bakal bela km.

Tepat saat Fel usai membaca chat dari Dika, tiba-tiba lelaki itu langsung menelpon. Tentu saja ia terkejut dan justru membiarkannya terus berdering sampai berhenti. Selepas itu, muncul sebuah pesan.

Andika
Klo g mau angkat tlp ku, cpt bls chatku skrg!

"Argh ... kok nyebelin banget, sih?"

💭💭💭

"Wah, pagi-pagi kok cemberut gitu, sih?" goda Dika saat melihat raut Fel yang tertekuk. Sedangkan di belakang gadis itu, tampak mamanya yang langsung menepuk pundak anak gadisnya itu. Mungkin maksudnya untuk menegur.

"Nak Dika, makasih, ya, sudah kasih Fel tumpangan buat berangkat ke sekolah, tapi besok nggak usah lagi nggak apa. Biar Fel berangkat sendiri kayak biasanya," ujar mama Fel dengan tersenyum.

"Loh, nggak apa, Tante. Buat seterusnya, saya bersedia-"

"Nggak usah, makasih. Cukup sekali ini aja, besok aku berangkat-pulang sendiri. Makasih udah kasih tumpangan." Kini, Dika yang justru cemberut.

"Ya udah, deh. Terserah. Ayo, naik." Fel pun mengenakan helmnya setelah salim dengan mamanya, lalu menaiki jok motor Dika.

"Duluan, ya, Tante."

"Iya, hati-hati." Motor Dika mulai melesat dan membelah jalanan. Fel hanya diam saja selama perjalanan. Dika pun seperti itu, hanya diam. Sampai akhirnya, mereka tiba di tempat parkir sekolah.

"Aku seneng, deh, kamu berubah pikiran. Untung aja urusan pindah sekolahmu itu belum selesai." Namun, Fel hanya mencibir lelaki itu, meski dalam hati merasa was-was. Jujur, ia sendiri agak parno untuk menginjakkan kaki di sini.

Sampai akhirnya, tangan Dika meraih pergelangan tangan Fel dan menariknya. Sepertinya Dika sadar kalau gadis itu sedang melamun. Sedangkan Fel, ia langsung terkejut. Spontan, gadis itu melepaskan pegangan Dika yang membuat lelaki itu tersenyum tipis.

"Makanya jangan melamun. Ayo, masuk. Aku temenin kamu sampai depan kelas." Fel langsung terbelalak mendengar ucapan Dika.

"Nggak usah, Dik. Aku—"

"Ayo, buruan. Mumpung masih belum bel masuk."

💭💭💭

"Hah? Seriusan Fel sama Dika berangkat boncengan bareng tadi?" Langkah Nando terhenti saat mendengar dua orang gadis yang kini berbicara di sampingnya. Apalagi dua gadis itu menyebut nama sahabatnya.

"Iya. Pas aku mau masuk, nggak sengaja lihat mereka berdua turun dari motor yang sama. Mereka boncengan bareng!"

Seketika Nando terdiam. Dia langsung teringat, kemarin saat dirinya-dipaksa-menemani Satya untuk menyatakan perasaan pada gadis yang teman sebangkunya itu cintai di sebuah kafe, Nando tak sengaja melihat seseorang yang familiar di matanya.

Tampak seperti Dika.

Awalnya Nando ingin ke sana dan memastikan, tetapi Satya terus menahannya. Ck, sebenarnya Nando sangat sebal. Yang ingin menyatakan cinta itu Satya, tapi mengapa dirinya ikut repot?

Nando semakin merasa aneh saat melihat seorang gadis yang duduk di hadapan Dika. Jika dilihat-lihat, sepertinya Fel. Namun, untuk apa mereka berdua duduk bersama di kafe ini? Setahu Nando, mereka tidak terlihat akrab sebelumnya. Jujur, Nando sangat penasaran. Akan tetapi, ia harus menelan rasa penasaran itu ketika Satya memaksanya untuk ikut keluar kafe.

Lama-lama Nando muak juga dengan lelaki ini.

"Thanks, ya, Ndo. Udah nemenin sama bantu rangkai kata-kata buat Citra. Sama udah bantu ngerencanain semuanya sampai sukses." Nando langsung menatap Satya dengan sinis.

"Ini yang terakhir kali. Aku nggak mau bantu lagi, ribet! Jadi cowok kok nggak gentle amat." Sedangkan Satya hanya manyun.

Oke, balik ke topik Dika dan Fel. Sekarang, Nando justru dibuat tercengang saat mendengar sahabatnya berangkat bersama Fel, gadis yang paling menyebalkan menurut Nando. Dan hal tersebut terbukti ketika lelaki itu melihat Dika dan Fel berjalan melewati lorong sekolah ini.

Jujur, Nando merasa bingung dan terkejut. Jadi, kemarin Dika bilang dirinya ada urusan penting itu bertemu dengan Fel di kafe? Sepertinya Nando akan menanyakan hal ini nanti pada Dika saat di kelas.

Sedangkan di sisi lain, Fel terus menunduk saat berjalan menuju kelasnya. Dika sendiri justru berjalan biasa dengan percaya dirinya.

Ketika Nando dan Dika berpapasan, Fel masih saja menunduk. Sedangkan kedua lelaki itu hanya bertatapan dalam diam. Setelah itu, saling berpaling muka.

💭💭💭

Dika sama Nando masih straight, kok. Tenang aja, jan salah paham, ye 😭

Have a nice day.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top