📍 [8 × cos²30° + 2] Hilang?

OH, FEL. TETAP LAH BERPIKIR POSITIF.

~••~

Selamat Membaca!!!

💭💭💭

"Ya, sudah. Kita tidak usah bahas ini lagi. Entar yang ada malah jadi beban pikiran. Kita fokus ke hal lain saja." Ucapan Nandini sontak membuatku lega. Jujur, sejak tadi pikiranku mulai bercabang ke mana-mana. Aku takut seandainya surat itu memang benar peringatan untuk kami supaya mempersiapkan diri sebelum menerima pembalasan orang itu. Jujur, aku masih belum siap. Ah, pikiranku mulai bercabang lagi, kan.

"Gimana kalau kita bahas tentang rencana kita besok?" usul Nandini.

"Ha? Memang kita punya rencana apa besok?" tanya Fikay bingung sembari menaikkan kacamatanya yang sempat turun ke bawah.

"Hei, kamu lupa, ya? Haish ... kebiasaan," cibirku. Memang, sahabatku yang satu ini sering banget lupa suatu hal. Ya, kumaklumi, sih, karena akhir-akhir ini juga dia mulai disibukkan sama ekskul majalahnya itu. Apalagi, dia juga ikut ekskul film. Buat kalian yang bingung apa maksudnya ekskul film, jadi ekskul ini mengajak kami untuk belajar membuat film. Dari belajar aktingnya dulu, terus teknik merekam adegan dan lainnya. Entahlah, aku tidak seberapa tahu tentang ekskul film ini. Sebab, aku sendiri ikut ekskul sastra.

Yap, walaupun si Fernan mengejekku perihal sok tau tentang biologi, tapi dia tidak bisa menghinaku jika berhubungan tentang sastra. Karena aku memang benar-benar paham bagaimana dunia sastra itu, bukan sok tau. Bahkan, aku memiliki beberapa karya di platform digital yang menjadi wadah bagi penulis. Wattpad contohnya. Jadi, kalau Fernan nekat menghinaku sok tau tentang sastra, lihat saja. Aku pasti akan membuatnya skakmat.

"Yah, abis aku agak mumet, nih. Lagi ngurus perekrutan anak baru di ekskul majalah." Nah,  benar, kan, dugaanku.

"Sama, nih. Aku juga agak pusing ngurus anak baru di ekskul basket. Mbludak banget. Banyak yang berminat di basket. Apalagi ciwi-ciwi centil. Aku yakin, mereka pasti daftar demi ketemu sama Dika," sungut Nandini. Yah, ini sebenarnya rahasia kami berempat, sih. Cuma, untuk kali ini aku akan berbaik hati untuk memberi tahu kalian hal yang tersembunyi selama ini. Jadi, sebenarnya Nandini itu suka dengan si kapten basket putra SMA D alias Andika Wijayanto.

Jujur, sih. Dika ini orangnya ganteng banget dan baik hati. Namun, sayangnya, dia agak cuek dengan Nandini. Alhasil, Nandini pun terpaksa sok cuek sama cowok satu ini. Katanya, dia masih mau menjaga martabatnya. Dia maunya dikejar bukan mengejar, walaupun sebenarnya Nandini juga agak nyesek, sih, dicuekin terus sama Dika. Awalnya aku bingung kenapa Dika jadi secuek itu sama Nandini, apalagi mereka, kan, satu ekskul di basket.

Dan aku mendapatkan jawabannya setelah tak sengaja melihat Fernan dan Dika mengobrol dengan asyik. Rupanya, mereka berdua sudah berteman baik. Pantas saja. Aku curiga, jangan-jangan si Fernan menyuruh Dika untuk tidak dekat-dekat dengan Nandini. Logika saja, Nandini adalah sahabatku, sedangkan Fernan dan aku bermusuhan. Lalu, Fernan dan Dika bersahabat. Pastinya Fernan yang bermusuhan denganku, meminta sahabatnya untuk tidak boleh mendekati Nandini yang notabene adalah sahabatku. Ah, bagaimana, ya, menjelaskannya. Pokoknya gitu, deh. Intinya, Fernan selalu membuatku kesal.

"Halah, bilang aja kamu cemburu karena sekarang makin banyak cewek yang ngefans sama Dika. Iya, kan?" tanya Fikay tepat sasaran. Aku pun nyaris menanyakan hal itu pada Nandini.

"A--apaan, sih. Nggak jelas, deh." Kami langsung saja terbahak setelah mendengar ucapan Nandini yang terlihat salah tingkah.

💭💭💭

"Huwaaa, ngeri banget, sih, tadi filmnya. Keren," ucap Fikay selepas kami keluar dari bioskop. Yap, rencana yang kami maksud saat di sekolah tadi adalah menonton film horor di bioskop.

"Kamu aja dari tadi tutup mata mulu waktu mau mulai adegan jump scare, kok malah bilang keren?" celetuk Nandini yang membuat aku dan Ghina menahan tawa.

"Ish ... apaan, sih, Ndin. Walaupun memang aku tutup mata, tapi suaranya itu loh ... ngeriii ...." ujar Fikay sambil bergidik ngeri.

"Iya juga, sih. Suara jeritannya si cewek itu, loh, ngeri banget. Mana backsound-nya buat jantung berdebar-debar aja," tambahku.

"Lah, kalau nggak berdebar, kan, bahaya, Fel." Ucapan Ghina sontak membuatku berhenti berjalan.

"Kenapa?" tanyaku bingung. Maksudnya apa, sih?

"Ya ampun, Fel. Masa gitu aja nggak tahu?" tanya Ghina, seolah aku melakukan kesalahan besar. Alhasil, aku menggelengkan kepala tanda tidak paham.

"Ah, sudahlah." Ghina pun melanjutkan langkahnya meninggalkan aku.

"Eh, jangan ditinggal, dong."

💭💭💭

"Hah? Kok bisa?" teriakku saat mempersiapkan diri untuk tidur.

"Iya, Fel. Aku juga nggak tahu. Yang aku ingat, aku sama Nandini berpisah di depan gang rumahnya. Setelah itu, aku langsung jalan ke rumahku."

"Oh, ya. Kalian tadi pulangnya barengan?" tanyaku. Saat ini, aku tengah berbincang dengan Ghina melalui ponsel.

"Iya, Fel. Rumah kami, kan, dekat. Jadi, aku ajak dia pulang bareng."

"Terus ... kenapa Nandini tiba-tiba hilang?"

"Aku nggak tahu. Yang aku ingat, kita terakhir berpisah di depan gang rumahnya. Setelah itu, tahu-tahu saja aku ditelpon mama Nandini, katanya dia belum pulang dari tadi. Benar-benar aneh. Aku takut terjadi sesuatu sama Nandini."

Ucapan Ghina sontak membuatku teringat sesuatu. Apa jangan-jangan, hilangnya Nandini ini ... berhubungan dengan surat aneh itu? Apalagi, hanya Nandini yang tidak menerima surat itu.

Oh, Fel. Tetap lah berpikir positif.

💭💭💭

Huplaa, heuheu. Aku maraton yak upnya. Penta update, wkwk. Soalnya abis ini aku mau hiatus bentar selama sebulan. Masih banyak project di depan mata, jadi aku lunasin dulu buat jadwal update sebulan ke depan. 😔

As always yaa. Janlup vote kalau suka, krisarnya jugaaa. 😊😊

Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.

Have a nice day.

©Surabaya, 28 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top