📍 [5² - ²log4] Dakar
da·kar a berani (tanpa perhitungan); nekat
---
❝AKU TAU RENCANAKU INI BERESIKO. SANGAT BERESIKO MALAH. NAMUN, RASA PENASARANKU BENAR-BENAR MEMUNCAK.❞
~•••~
Selamat Membaca!!!
💭💭💭
“Cepetaaan!!! Lelet banget, sih.” Tanpa peduli keadaan Alicia yang kelimpungan membawa tas, beberapa barang dan juga makanan pesanan dari aplikasi online, aku menghentikan langkah dan membentaknya yang berjalan di belakangku. Sebab, aku merasa suara derap langkahnya semakin lama semakin terdengar jauh.
“I—iya, Kak. Sebentar, ini berat.” Spontan aku membelalakkan mata saat mendengar dia protes.
“Kamu masih berani bantah aku, hah?” Mendadak wajah gadis itu pias saat mendengar bentakkanku. Namun, sayang, aku tak peduli.
“Ayo cepet jalannya. Nggak usah sok melas gitu wajahnya.” Alicia pun berjalan tertatih-tatih. Bahkan, aku sempat melihat ada banyak sekali bulir keringat yang membasahi tubuhnya. Akan tetapi, sekali lagi aku tak memedulikannya dan berbalik untuk berjalan lagi.
Jika ada yang tanya kenapa aku hanya menyuruh Alicia saja dan tidak menyuruh temannya sekalian, karena aku benar-benar kesal dengan gadis itu. Aku yakin sekali kalau dia pelakunya. Pasti ia dendam pada kami. Ya, sekalian saja kutindas dia tanpa ampun.
“Fel, sudah. Apa kamu benar-benar melupakan surat teror yang pernah kita terima itu?” Ghina yang ada di sampingku bertanya sambil berbisik.
“Apaan, sih, bahas surat-surat nggak jelas itu lagi. Lagipula ....” Aku mulai mendekatkan diri pada Ghina sambil berbisik, “... aku yakin banget kalau Alicia pasti dalang di balik semua kejadian ini. ”
Dapat kurasakan, Ghina menghela napasnya dengan keras. “Fel, sudah. Aku benar-benar kapok rasanya sama surat teror itu. Aku nggak mau kejadian yang menimpa Nandini sama Fikay juga menimpa kita.”
Aku hendak protes pada Ghina hingga sebuah suara benda yang jatuh mengalihkan atensiku. Suaranya terdengar dari belakang. Jangan-jangan ini kelakuan Alicia yang clumsy lagi, huh? Apa dia menjatuhkan barang-barangku?
Saat aku menoleh ke belakang, dapat kulihat Alicia menunduk dan ... benar saja. Barang-barangku yang dibawa Alicia jatuh. Termasuk makananku. Benar-benar ceroboh!
“Hei, kamu itu cer—” Suaraku tertahan dan serasa tercekat saat melihat gadis itu limbung. Lebih terkejut lagi saat tubuh Alicia mendadak ditahan oleh lengan seorang lelaki yang sangat kukenal. Tubuhku rasanya kaku melihat itu semua.
“Al. Bangun, Al. Al!” Dapat kulihat, Fernan menepuk pipi gadis yang baru saja limbung itu. Wajah Alicia sangat pucat. Tanpa berpikir panjang, lelaki itu tiba-tiba mengangkat tubuh Alicia dan menggendongnya ala bridal style.
Saliva rasanya tercekat di tenggorokan begitu Fernan menatapku dengan tajam. Sebelumnya, aku selalu tak peduli dengan tatapan apapun itu dari Fernan. Namun, kali ini entah kenapa nyaliku rasanya menciut melihat lelaki itu menatapku tajam.
Sial, ada apa denganku? Mengapa mendadak jadi pengecut seperti ini? Ini sama sekali tidak masuk ke dalam rencana yang kubuat.
”Keterlaluan kamu, ya. Bener-bener nggak punya hati.” Setelah mengucapkan hal itu, dia pun langsung beranjak pergi dengan Alicia yang berada di gendongannya.
“Fel, kan sudah kubilang. Tolong berhentilah melakukan hal ini. Aku tak ingin kejadian yang menimpa pada Nandini dan Fikay akan menimpa kita.”
Akan tetapi, aku masih tak memedulikan ucapan Ghina. Aku tau rencanaku ini beresiko. Sangat beresiko malah. Namun, rasa penasaranku benar-benar memuncak. Aku harus tetap menjalankan rencana ini untuk membuktikan kebenaran spekulasiku.
💭💭💭
Sudah beberapa hari ini aku terus melakukan eksekusi pada Alicia. Tanpa sepengatahuan Fernan, tentu saja. Meskipun rasanya sulit sekali, sebab dia selalu memergoki diriku yang akan melakukan sesuatu yang tidak lelaki itu suka.
Sial, mengapa aku jadi sulit untuk melakukan sesuatu sesuka hati seperti dulu? Rasanya ruang gerakku terbatas hanya karena awasan dari Fernan.
Namun, lebih baik itu dibahas nanti saja. Sebab, sampai saat ini aku belum juga mendapatkan surat teror yang pernah kuterima waktu itu. Aku memang sengaja berbuat nekat dengan merundung Alicia demi mendapatkan surat itu. Memang terlalu nekat, tetapi entah kenapa ide itu justru yang mampir di pikiranku saat ini.
Aku sengaja tidak memberi tahu Ghina tentang rencanaku ini, sebab aku yakin kalau gadis itu pasti tak setuju. Jadi, lebih baik aku mencoba menjalani sendiri. Bahkan aku sudah tak peduli berapa kali Ghina memperingati aku tentang surat teror dan kematian dua sahabatku. Sebab, surat itulah yang menjadi sasaranku saat ini.
“Eum ... Fel?” Aku menoleh saat Ghina memanggilku dengan lirih. Sontak, aku mengernyit bingung. Ada apa dia ini?
“Itu ... eum. Anu ....” Ghina pun menunduk, seolah berat untuk mengatakan sesuatu.
“Apaan, sih? Kalau mau ngomong langsung ngomong aja. Nggak usah pake anu-anu,” bentakku.
“Eum ... itu ... apa kamu dapat surat teror kayak sebelumnya?” Mataku terbelalak saat mendengar pertanyaan Ghina. Aku mulai paham apa yang akan dikatakan Ghina selanjutnya.
“Tidak. Aku tidak dapat. Memangnya kamu dapat lagi?” Jujur, aku sudah mengubrak-abrik seluruh isi tasku dan semua hal yang memungkinkan sebuah surat akan diletakkan. Namun, aku sama sekali tak menemukan surat teror seperti waktu itu.
Dugaanku menjadi kuat saat Ghina perlahan mengangguk. “I—iya. Aku dapat. Ini suratnya.”
Ghina pun menyodorkan sebuah kertas yang ada di sakunya. Langsung saja kuambil surat itu dan membacanya dengan tidak sabar. Namun, sebelum membaca surat itu, sesaat aku tersadar oleh sesuatu.
Saat itu, sebelum kematian Nandini, gadis itu sama sekali tak menerima surat. Justru, ia menerimanya di saat mendekati kematiannya. Begitu pula dengan Fikay. Lalu, sekarang justru aku yang tidak menerima surat itu. Apa jangan-jangan aku ... yang akan menjadi korban selanjutnya?
Jantungku langsung berdegup kencang. Tidak, jangan berpikir yang aneh dulu. Lebih baik aku membaca surat yang diterima Ghina ini.
Dear, Ghina Apsari.
Kalian keterlaluan sekali. Oh, ralat. Maksudku sahabatmu itu sangat keterlaluan. Aku tau kamu berusaha untuk berhenti melakukan perbuatan yang buruk itu. Bahkan, berusaha menasehati sahabatmu. Akan tetapi, sepertinya sahabatmu itu berkepala batu, ya? Sulit sekali untuk menurut.
Jika tidak ingin terjadi sesuatu menimpa kalian, kau datanglah ke alamat yang kulampirkan di bawah ini. Akan lebih baik jika kau datang sendiri, tanpa sahabatmu itu.
Dari aku, untukmu.
💭💭💭
Dari sini, ada yang mau nebak kira-kira siapa pelakunya sekaligus si penulis surat teror itu? Tenang aja, Gaes. Perlahan-lahan semuanya akan terungkap. Untuk petunjuk besarnya akan ada di next chapter. So, tungguin terus yaaa. Aku ga ingkar janji, kok. Update sesuai jadwal, jadi nggak gantung banget 😂
As always, jangan lupa vote dan komen, ya, untuk membangun cerita ini.
Jangan lupa follow juga akun putriaac untuk dapatkan informasi update terkait cerita ini dan juga cerita-cerita menarik lainnya.
Have a nice day.
©Surabaya, 30 Januari 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top