01. Kenangan Manis
Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata
"Ano...., Teman-teman sekalian, silahkan dicicipi, mungkin rasanya akan cocok untuk kalian....." Gadis itu membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan segerombolan anak yang sedang asyik mengobrol di salah satu meja kantin, ia sedang berusaha menawarkan dagangannya, aneka kue dango manis dengan warna-warni menarik.
"Heh...." Seorang gadis dengan surai merah menyala berdiri dari duduknya, mendekat pada gadis penjual dango bersurai kelam itu. "Kau Hyuuga Hinata, siswi kelas 1 beasiswa itu?" Tanyanya dengan tatapan seolah gadis bernama Hyuuga Hinata itu adalah kotoran hewan.
"Be... Be... Benar Senpai....." Hinata menjawab ketakutan tangannya sampai yang memegang nampan berisi kue dango itu sampai gemetar.
"Kau berjualan di sekolah?" Tangan gadis bersurai merah itu terulur ke arah dagu Hinata, kepala indigonya terangkat hingga bisa melihat jelas wajah cantik sang kakak kelas, Uzumaki Karin, wanita dengan surai merah menyala dan kaca mata itu memang sangat cantik.
Hinata mengangguk sambil menundukkan pandangannya, mutiara lavendernya tak punya nyali untuk beradu pandang dengan tanzanite milik Karin. Gadis itu berasal dari kelas 'pensubsidi' sedangkan dia berasal dari kelas beasiswa. Sebuah sistem pembagian kelas di Tokyo Senior High Shcool, untuk mengatur starata siswa di sekolah. Sebuah sistem yang bisa membuat kecemburuan sosial menjamur dengan pesat.
"Lalu kenapa kau masih berjualan disini hah!!!"
Tangan Hinata semakin bergetar, ia ketakutan, Karin membentaknya. Bahu Hinata mulai bergetar ia hampir menangis. "Berikan padaku sampah ini!" Dengan kasar Karin mencoba menarik kasar nampan berisi barang dagangan Hinata. "Akan ku buang, kau merusak reputasi sekolah ini."
"Senpai, aku mohon jangan...." Hinata berusaha mempertahankan dagangannya. Namun tenaga Karin jauh lebih besar. Nampan itu kini berada di tangan Karin.
"Senpai... Jangan....." Hinata berusaha mengejar Karin yang berjalan mendekat pada kotak sampah besar di pintu kantin.
"Karin... Hentikan sikap sok jagoan mu itu." Langkah Karin terhenti, bahunya di tahan oleh tangan berurat.
"CK... Naruto, kau tahu peraturan sekolah ini, bukan. Siswa dilarang menjajakan barang dagangannya, dia bisa menitipkan di counter kantin." Karin berkilah dengan pemuda yang berdiri di hadapannya.
"Kau bukan guru ketertiban Karin." Suara pemuda itu terdengar santai, namun tegas, membuat Hinata mengalihkan atensinya dari Karin pada pria bersurai pirang jabrik yang berdiri di hadapan Karin.
"Berikan padaku, nampan itu." Pemuda pirang bernama Naruto itu menarik nampan yang dari tangan Karin.
"Kau.......!!!" Karin berusaha menunjuk wajah Naruto, tapi pemuda itu malah menangkap telunjuk Karin.
"Sstttt, bagaimana bisa si Teme itu jatuh cinta padamu jika kau kasar begini, kakak sepupuku tersayang...." Seketika wajah Karin memerah, ia melepaskan nampan itu dan dengan suka rela pada adik sepupunya.
Naruto tersenyum penuh kemenangan seraya mengambil nampan kue dango itu. Ia berjalan penuh kharisma, beberapa gadis di kantin bahkan ada yang histeris menjerit melihat aksi Naruto membela Hinata, gadis dari kelas 1-Beasiswa.
"Ini barang daganganmu...." Dengan sopan Naruto menyerahkan nampan itu pada Hinata.
"Arigatou senpai...." Hinata ber-ojigi membungkuk sembilan puluh derajat mengungkapkan rasa terimakasihnya pada Naruto.
"Douita masite...."
Hinata menegakkan tubuhnya bersamaan dengan ucapan Naruto, ia terkesiap ketika menerima nampan dagangannya, pemuda itu tersenyum dengan sangat hangat padanya, Hinata memang tak mengenal Naruto, namun dari caranya berinteraksi dengan Karin dan suara teriakan para gadis itu, Hinata tahu, Naruto bukan orang sembarangan, setidaknya dia berasal dari kelas pensubsidi....
"Kau seharusnya tahu, siswa disini dilarang menjajakan dagangan..."
Belum selesai keterkejutan Hinata saat Naruto menolong dan tersenyum padanya, kini harus ditambah lagi dengan tepukan pelan di pucuk kepalanya.
"Gomenasai senpai... Tabunganku belum cukup untuk membayar iuran penitipan makanan di counter kantin, sebenarnya aku pun tak ingin berjualan seperti ini, tapi aku harus membantu biaya sekolah adikku...." Hinata berujar lirih seraya melirik ke ubin. Ia tidak sedang meminta dikasihani oleh Naruto, tapi ia rasa perlu untuk menjelaskan hal ini, Hinata bukanlah siswa tak tahu diri yang nekat melanggar aturan sekolah, ia sadar ia bisa berada di sekolah ini karena beasiswa.
Naruto menghela nafas pelan, "berapa harga kue mu..." Melihat nampan tersebut yang masih penuh Naruto yakin belum satu pun kue itu yang terjual, sementara ini sudah istirahat kedua, dan dalam sepuluh menit lagi akan berakhir, belum lagi aksi sok berkuasa Karin yang semakin membuang waktu. Naruto tak punya pilihan lain, sudah terlanjur membantu, aku beli saja semua dagangannya.
"Dua Yen, senpai." Jawab Hinata lirih.
"Ini aku ambil semuanya..."
Hinata terkesiap saat melihat Naruto menyodorkan lembaran dua ribu Yen padanya. "Aaa..anoo... Ini terlalu banyak, senpai...."
Naruto tercengir lebar, ia mengambil alih nampan barang dagangan Hinata, lalu memaksa Hinata menerima uangnya dengan meletakkannya di telapak tangan Hinata dan menggenggam tangan gadis itu agar uang tersebut tidak jatuh. "Gunakan untuk membayar iuran penitipan, dengan begitu kau bisa berjualan tanpa harus menjajakan ke setiap siswa...."
Air mata hampir jatuh di pelupuk Hinata, ia hampir menangis, sudah satu Minggu ia masuk di sekolah negeri terbaik di Jepang ini, tapi tak ada satupun siswa baik dari kelas reguler mau pun kelas pensubsidi yang memperlakukan siswa kelas beasiswa sebaik ini.
"Hontou ni Arigatou senpai...." Hinata berkali-kali ber-ojigi pada pemuda itu.
"Heh... Heh... Sudah... Sudah...." Naruto merasa canggung diperlakukan Hinata seperti sesembahan seperti itu. "Ku rasa aku harus kembali pada teman-temanku..." Arah mata Naruto melirik pada segerombolan siswa yang duduk di dekat jendela kantin, mereka adalah teman-teman satu kasta dengan Naruto, ia sadar itu.
Hinata mengangguk, seraya berbalik arah. Namun baru saja ia hendak melangkahkan kaki, pergelangan tangannya ditarik.
"Namikaze Naruto, desu...." Naruto memperkenalkan dirinya dengan senyuman hangat.
"Hyuuga Hinata, desu...." Senyum itu berbalas mutiara lavender menangkap ketulusan dari safir biru Naruto, ia telah jatuh cinta pada pangeran sekolah yang menyelamatkan harga dirinya hari ini. Ia jatuh cinta pada pria kelak yang akan menghancurkan hidup dan masa depannya.
...
"Namanya Namikaze Naruto."
"Aku tahu Yugao, kami sudah berkenalan tadi...." Tatapan mutiara lavender Hinata tak lepas dari dua meja di seberangnya, tempat Naruto bersama teman-teman satu kastanya.
"Dia dari kelas pensubsidi, Hinata...." Lagi, Yugao, teman satu kasta Hinata di sekolah ini menyadarkannya agar kembali dari alam khayalannya.
"Dia memakai blazer Yugao, aku tahu cara membedakan starata di sekolah ini, kelas Pensubsidi mengenakan blazer, kelas reguler menggunakan rompi, dan kita kelas beasiswa hanya mengenakan kemeja seragam."
"Baguslah kau sadar Hinata, ku kira karena tidak mengikuti masa orientasi siswa Minggu kemarin kau tak tahu kita berada di posisi mana. Dia itu ketua OSIS." Yugao kembali fokus pada kotak bekalnya.
"Hontou... Aku tidak tahu itu...." Hinata mengalihkan pandangannya ke arah Yugao setelah merasa cukup mengamati Naruto dari jauh.
"Ya Minggu pertamamu kau habiskan untuk pindah rumah." Jawab Yugao bosan, sebagai teman satu Junior High School dengan Hinata ia kecewa, satu Minggu pertama Hinata tidak masuk sekolah membuatnya seperti berada di planet lain, ia tak mengenal siapapun di sekolah ini selain Hinata.
"Gomenasai Yugao, kau tahu pemilik rumah menaikkan harga sewanya, jadi kami harus segera pindah...."
Yugao menghela nafas, ia tahu walau sama-sama berasal dari kelas beasiswa, namun keadaan ekonomi Hinata jauh lebih susah dari padanya. Ia masih beruntung karena ayahnya bekerja sebagai sebagai kurir di perusahaan pengiriman, sementara Hinata, penghasilan keluarganya hanya berasal dari usaha kedai makanan yang dibuka di kantin sekolah mereka dulu.
"Lalu apa lagi yang kau ketahui tentang Naruto senpai....?" Tanya Hinata bersemangat, gadis itu bahkan kini tengah menumpukan dagu lancipnya pada telapak tangannya, bersiap menerima semua informasi dari sahabatnya itu.
"Baiklah, akan aku jelaskan, mulai dari sahabat-sahabatnya. Kau lihat..." Yugao menunjuk pada tiga orang yang duduk di dekat Naruto. "Yang duduk di hadapannya, yang berambut gelap itu, dia adalah Uchiha Sasuke, kau tahu keluarga Uchiha kan, pemilik kerajaan bisnis kendaraan itu." Yugao menunjuk salah satu teman Naruto yang sedang duduk dengan tenang seraya memperhatikan Naruto yang terus mengoceh, pria itu nampak dingin dengan tatapan teduh.
"Jadi dia salah satu anak keluarga itu..." Mata bulan Hinata membola tak percaya. "Ini sekolah negeri, tapi semua anak orang kaya ada disini."
"Dasar Baka Hinata, itu lah alasannya kenapa kita di bagi dalam kelas starata. Kelas Beasiswa, starata terendah, itu adalah kita, yang masuk sekolah ini karena subsidi pemerintah. Lalu kelas menengah kelas reguler yang membayar uang pembangunan sekolah tapi biaya bulanan di gratiskan, dan kelas tertinggi, di sekolah ini, kelas pensubsidi, merekalah anak-anak donatur di sekolah ini yang bukan hanya membayar sekolah, mereka bahkan mengeluarkan uang lebih untuk biaya operasional dan fasilitas mahal di sekolah ini yang bisa kita nikmati."
Hinata menghela nafas kesal. "Baiklah lanjutkan ceritamu...,"
"Sasuke Senpai adalah sahabat Naruto senpai sejak kecil.... Orang tua mereka pun bersahabat... Mereka bukan hanya sahabat tapi juga rival, Naruto senpai bersama tiga orang temannya itu adalah murid axelerasi, mereka seharusnya masih kelas dua sekarang, tapi pada kenyataannya mereka akan lulus tahun ini, itu berarti mereka sudah kelas tiga. Peringkat empat umum tertinggi di sekolah ini, Naruto senpai dan Sasuke Senpai bergantian memperoleh posisi satu dan dua, mereka berada dalam persaingan ketat."
Hinata mengangguk mendengar penjelasan Yugao.
"Lalu pria pucat yang duduk di samping Naruto Senpai." Yugao menunjuk pemuda yang duduk di samping Naruto, "namanya Shimura Sai dia adalah anak pemilik pengusaha kertas terbesar di Jepang, ah tidak tidak di Asia..." Yugao membenarkan penjelasannya, dia dan Naruto Senpai, juga Sasuke Senpai baru mengenal saat masuk Tokyo Senior High School."
"Lalu yang itu...." Tangan Hinata terangkat, menunjuk pada satu-satunya wanita di meja itu, wanita cantik dengan surai cerah bagai kelopak bunga sakura mekar di musim semi.
"Kau akan kecewa setelah aku memberitahumu..., Namanya Haruno Sakura. Anak pemilik Yayasan rumah sakit terbesar di Jepang. Tapi yang perlu kau ketahui, Naruto Senpai, Sasuke Senpai, sudah bertahun-tahun terjebak cinta segitiga dengannya."
Rona merah dari pipi Hinata seketika pudar, senyum manis yang terpatri di bibirnya kini berganti dengan kekecewaan. "Sakura Senpai terlihat cantik dan baik hati... Wajar bila mereka berdua jatuh hati padanya."
"Kau salah Hinata... Naruto Senpai lah jatuh cinta pada Sakura Senpai, dan Sakura Senpai jatuh cinta pada Sasuke Senpai..."
Penjelasan Yugao membuat Hinata mengernyitkan dahinya. "Maksudmu cinta bertepuk sebelah tangan....?"
Yugao mengangguk sambil merapikan kotak bekalnya.
"Lalu Sasuke Senpai?"
"Dia hanya mencintai dirinya sendiri. Sudah Hinata, sebentar lagi istirahat akan berakhir..." Yugao menarik Hinata hingga ia berdiri, mengikuti langkah Yugao keluar dari kantin, namu tatapannya tak lepas dari pemuda pirang yang telah mencuri hatinya.
Bagaimana mungkin pemuda sebaik Naruto Senpai disia-siakan....
Hinata tak pernah tahu, bahwa kelak, ialah yang akan disia-siakan oleh Naruto.
...
"Tou-sama.... Aku sudah lapar... Kapan kita bisa mulai makan malamnya......" Gadis bersurai cokelat dengan usia sepuluh tahun itu merengek, hari sudah menunjukkan pukul tujuh malam, seharusnya sudah sejak satu jam yang lalu mereka menyantap makan malam, namun karena seseorang yang tak kunjung datang diantara mereka, membuat makan malam ini harus tertunda.
"Bersabarlah Hanabi.... Tunggu Nee-sama mu pulang.... Neji kau sudah menghubungi ponsel Hinata..." Pria paruh baya bersurai cokelat itu menoleh pada pemuda dengan surai sama sepertinya yang duduk di sebelahnya.
Pria bernama Neji itu mengangguk. "Dia sudah di stasiun sebentar lagi akan sampai Tou-sama..."
"Apa tidak kau jumput saja Neji..? Ayah mengkhawatirkannya..."
"Ayah tak perlu khawatir, Hinata pulang bersama Yugao... Mereka ada pelajaran tambahan..." Jawab Neji menenangkan sang Ayah.
"Hanya karena dia sangat mirip dengan mendiang Kaa-sama, kalian selalu memperlakukannya istimewa..." Hanabi, si bungsu memanyunkan bibirnya kesal.
"Bukan begitu Hanabi...," Hiashi mendekat pada si bungsu. "Hari ini dia membawa dagangan ke sekolahnya, Ayah hanya takut dia mendapat masalah...." Jelas Hiashi sembari menepuk puncak kepala Hanabi.
"Tadaima....."
Suara ceria itu menggema dari luar pintu. Mereka sudah tahu siapa pemilik suara itu, cahaya mereka, Hinata mereka.
"Onee-sama pulang, dia pasti membawa permen untukku...."
Hiashi dan Neji mengeleng-geleng melihat tingkah Hanabi, baru saja ia merasa cemburu dengan sang kakak, tapi lihat kini, dia lah orang yang paling bersemangat menyambut Hinata.
Hinata, dalam bahasa Jepang berarti tempat yang bercahaya. Ia adalah cahaya keluarga Hyuuga, sifat lembut dan penyayangnya yang merupakan warisan sang ibu, membuatnya menjadi kesayangan keluarga ini. Terlebih lagi saat ibunya meninggal, Hinata yang merupakan salinan fisik sang ibu seolah menjadi pelipur rindu sang Ayah. Ia menjadi yang paling di jaga oleh sang kakak sulung Hyuuga Neji dan paling dirindukan oleh adiknya Hyuuga Hanabi.
Hinata cahaya keluarga Hyuuga, yang kelak akan mencoreng kehormatan keluarga sederhana ini.
つづく
Tsudzuku
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top