Bab 6. Rapat Osis

Seperti yang dijanjikan sebelumnya, Nina akan mengisi jam istirahatnya bersama dengan Bunga dan Angel. Kini mereka tengah berjalan bersama menuju kantin. Karena Nina murid baru, banyak sekali murid dari kelas lain yang memperhatikan mereka sepanjang perjalanan.

Berasa jadi artis Gue, batin Nina menyadari banyak pasang mata menyorotinya. Jelek juga tidak, sih. Nina itu standar sekali. Ideal. Tidak jelek dan tidak terlalu cantik juga. Wajahnya sangat enak dipandang mata. Segar.

"Ngomong-ngomong, lo pindahan dari mana sih, Nin?" tanya Bunga sambil merapatkan diri.

Nina menoleh ke arah Bunga dan menjawab, "Jogja."

"Oooh ...." Angel manggut-manggut tanda ia mengerti.

"Eh! Bagus, dong, bolehlah Gue dikenalin cogan dari sana, hehe," canda Bunga sambil menyenggol bahu Nina. Katanya, sih, Yogyakarta itu dikenal dengan tempat para cowok-cowok tampan tinggal.

"Nina!" Suara Zeo terdengar nyaring di belakang ketiga gadis itu.

"Eh, Zeo! Ada apa nih, kok nyariin Nina?" tanya Bunga setelah Zeo mendekati mereka.

"Nin, ini diisi ya, nanti pas istirahat kedua langsung kasih ke gue," ucap Zeo sambil menyerahkan selembar kertas kepada Nina.

"Oke," sahut Nina dan mengambil alih kertas tersebut dari tangan Zeo.

Bunga membuka mulutnya membentuk huruf O dan mengangguk-anggukkan kepala setelah melihat formulir itu. "Oh, ini formulir ekstra kurikuler. Nanti gue bantu kasih saran, deh, sekarang mendingan kita cepetan ke kantin dulu, udah lapar gue," ajak Bunga setelahnya.

"Iya, perut Angel juga udah bunyi 'kruuuk' gitu dari tadi," timpal Angel sambil menepuk-nepuk perutnya.

Akhirnya mereka bertiga pun melanjutkan perjalanan. Zeo sendiri sudah berlalu menuju ruang OSIS karena akan ada rapat. Yana dan Luki yang sama-sama pengurus OSIS di kelasnya sudah berangkat lebih dahulu dibandingkan Zeo.

Di tengah perjalanan, Zeo berpapasan dengan Rania-salah satu siswi yang ruang kelasnya bersebelahan dengan kelas Zeo.

"Zeo!" sapa Rania yang kini berjalan di samping cowok itu. Zeo pun membalas sapaan Rania dengan tersenyum tanpa berkata apa pun.

"Ngomong-ngomong, kelas lo tadi ada yang dihukum Pak Bandi, nggak?" tanya Rania seolah keduanya sangatlah akrab.

"Enggak." Zeo menjawab dengan singkat.

"Wah, kemarin kelas gue ada yang ketahuan ngerjain PR di kelas, langsung di hukum keliling lapangan sambil joget," ungkap Rania dengan sendirinya, padahal Zeo tak menanyakan perihal itu.

Tak terasa, Zeo dan Rania sudah sampai di ruang OSIS. Sejak tadi Rania yang terus saja berceloteh. Sementara Zeo hanya mengangguk, tersenyum, atau menggeleng sebagai respons.

Rapat pun segera dimulai demi menghemat waktu.

"Baik, agenda rapat rutin kali ini kita akan membahas beberapa rencana kita selama beberapa bulan ke depan, ya, Kak. Untuk bulan lalu agenda kita sudah sukses, yaitu perekrutan pengurus OSIS angkatan baru." Ali sang moderator membuka percakapan.

Tak berselang lama Ali kembali melanjutkan, "Di sini sudah ada dua agenda yang sudah di-ACC oleh pembina OSIS. Yang pertama adalah 'Reuse Plastik' usulan dari Kak Wisnu. Yang kedua adalah bakti sosial di panti asuhan terdekat, ide saya sendiri."

"Untuk pelaksanaan agenda pertama kita bisa mulai besok, dengan menyebarkan poster di area sekolah, dan akan dibantu oleh pembina OSIS saat upacara."

"Agenda kedua akan dicari waktu dan lokasi yang tepat. Jadi, tunggu instruksi selanjutnya, ya. Ada pertanyaan seputar dua agenda tersebut?" Setelah menjelaskan cukup panjang, kini saatnya Ali membuka sesi tanya jawab.

"Belum ada, Kak," jawab Wisnu mewakili anggota lain.

Mengangguk mengerti, Ali memutuskan untuk mengakhiri dapat rutin ini. "Oke. Dengan demikian, rapat resmi hari ini bisa ditutup."

"Sekarang saatnya untuk rapat tidak resmi!" seru Ali tepat ketika para anggota termasuk Zeo mulai beranjak dari kursi mereka, hingga mereka pun terkejut sebelum akhirnya duduk kembali.

"Ada yang mau dibahas lagi, Kak?" tanya salah satu perwakilan dari kelas 10.

"Iya!" jawab Ali. "Oke guys, entah kalian tau apa nggak, diperiode sebelumnya ada aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh para pengurus OSIS." Ali mulai berbicara dengan tidak formal. Namun, masih tetap serius.

Melihat wajah kebingungan para anggota OSIS, Ali pun berujar, "Peraturan itu adalah, sesama perwakilan kelas nggak boleh pacaran!"

"HAH?" Suara memekik terkejut memenuhi ruangan. Rania juga tampak kaget dengan kalimat yang ia dengar barusan.

Rania menoleh ke arah tempat Zeo duduk untuk melihat reaksinya, tampaknya Zeo tidak merasa terganggu dengan peraturan itu.

"Apa dasarnya?" Salah seorang bertanya.

Ali pun menjelaskan, "Karena kalau terjadi sesuatu dengan hubungan kalian, maka organisasi ini akan terkena dampaknya."

"Peraturan macam apa itu?!" protes seseorang. Menurutnya peraturan itu tidaklah masuk akal.

"What the nani?!"

"Oh my friend!" Keluhan terdengar di mana-mana.

"Bila ada yang merasa keberatan, boleh ngomong, sekarang," tegas Ali.

"Keberatan! Peraturannya gak masuk akal, yang logis dong lo kalo bikin aturan! Kenapa masalah pribadi jadi dibawa-bawa? Nih, ya, pacaran itu haknya orang! Kenapa lo yang mutusin? Ga bener!"

Ali terdiam, tampak tak bisa menjawab pertanyaan salah satu anggota OSIS itu.

"Saya keberatan Mas Bro!" Dika, perwakilan dari kelas IPS mengangkat tangannya tinggi. Mendengar itu, yang lain pun ikut menyuarakan keberatan mereka.

"Keberatan!"

"Kenapa kita dipaksa menjomblo? Why? Why?" tanya Dani, perwakilan dari kelas MIPA 3

"Tapi tadi katanya kan yang nggak boleh itu kalau kita satu organisasi," celetuk siswi lain.

"Tetap tidak setuju!" Hampir semuanya berseru dengan kompak.

Ali tampak berpikir sejenak. "... oke," ucapnya kemudian.

"Jadi, kita boleh pacaran walaupun satu organisasi, kan?"

Ali menggelengkan kepalanya dengan cepat. "NGGAK."

"HAH?!" Mereka menyerah dengan keputusan ketua OSIS itu. Ali sangatlah keras kepala. Huh!

Rapat selesai, menyisakan wajah cemberut dari remaja-remaja yang keluar satu persatu dari ruangan itu. Entah kenapa, mereka tidak bisa menolak apa yang Ali instruksikan.

Zeo bersama dengan Wisnu berjalan menuju kantin. Sebenarnya, jam pelajaran sudah dimulai. Namun, para Pengurus OSIS mendapatkan dispensasi karena rapat rutin, berupa waktu istirahat 5 menit. Oleh karena itu mereka hanya jajan roti, dan segera kembali ke kelas masing-masing.

Setelah dua jam pelajaran, bel istirahat kembali berbunyi. Zeo pun kembali menghampiri Nina.

"Nih." Nina menyodorkan formulir yang telah ia isi ke hadapan Zeo.

"Sekalian ikut gue keliling sekolah, ya," ajak Zeo berniat untuk mengenalkan lebih luas lingkungan sekolahnya ini kepada Nina, sang saudari yang amat ia sayangi.

Akhirnya mereka berjalan bersama menyusuri sekeliling sekolah sembari Zeo mengantarkan formulirnya tadi.

"Lo milih ekstrakurikuler Speaking Class?" tanya Zeo sembari membaca kertas yang ia bawa.

Dengan singkat Nina menjawab, "Iya."

"Nggak ikut modern dance, atau paskibra?" Zeo bertanya lagi. Barangkali Nina mau mengubah minat, sebelum selembar kertas itu ia kumpulkan.

"Enggak. Mayaknya capek ikutan dua itu."

"Jadi, alasan lo milih Speaking Class karena itu??" ledek Zeo sambil menepuk rambut Nina. Zeo terkekeh pelan karenanya.

"Enggak! Soalnya Angel sama Bunga juga masuk di sana, terus katanya bisa dapat semacam sertifikat kompetensi gitu ...."

"Oh."

Untuk benerapa saat mereka terdiam, sampai akhirnya Zeo pun kembali angkat bicara.

"Nin," panggilnya.

Nina hanya berdehem sebagai jawaban. "Hm?"

Zeo kembali bertanya, "Lo udah bilang ke temen-temen kalo kita sudara?"

"Belum."

"Kenapa?" Lalu Zeo bertanya lagi entah untuk yang keberapa kalinya.

"Karena enggak ada yang nanya," jawab Nina yang kemudian menghentikan langkahnya dan menatap Zeo. "Lo sendiri gimana?"

"Sama, hehe. Rasanya aneh aja, kalo dengan pedenya gue bilang ke teman sekelas soal hubungan kita. Gue bukan orang yang cukup terbuka buat ngomongin hal itu ke orang lain." Zeo menjelaskan.

"Terus temen lo yang kemarin itu kok bisa tau, padahal gue sebelum kenalan?"

"Oh ... Wisnu ... dia bukan orang lain bagi gue," ungkap Zeo penuh arti. Wisnu sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.

Nina berpikir sejenak. "Kalao gitu, kita jalanin aja dulu," ucapnya pengertian.

"Hah?" Zeo tak mengerti dengan yang Nina ucapkan.

"Iya, kita nggak perlu ngumumin apa-apa, kalau ada yang tanya soal itu, baru deh kita jawab apa adanya!"

Zeo tersenyum. "Oke!"

Akhirnya Zeo berjalan dengan lega sembari menunjukkan berbagai lokasi di gedung sekolah empat lantai itu kepada saudarinya. Sesampainya di depan ruang guru, ia masuk sebentar dan segera keluar menghampiri Nina yang menunggunya di depan pintu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top