Bab 28. Pernikahan
Di sebuah bangunan di tepian kota, resepsi pernikahan Endah dan Bima akan dilaksanakan. Bangunan itu terdiri dari dua lantai, dengan dua tangga di sisi kiri dan kanan ruangan. Lantai satu digunakan untuk tempat resepsi, sedangkan lantai dua digunakan untuk berbagai persiapan pengantin seperti tempat Make up, ataupun Wardrobe.
Semuanya telah dipersiapkan, bahkan sudah banyak tamu yang hadir, meskipun saat ini masih siang hari. Tentu yang datang di awal adalah kerabat dan sahabat dekat Endah maupun Bima. Meski begitu, kedua calon pengantin belum menampakkan diri. Sesuai rundown acara, mereka baru akan menyapa para tamu malam nanti.
"Jadi ingat film kartun Beauty and The Beast, kalau lihat tangganya." Nina yang berada di tengah ruangan menatap tangga yang kini sudah dilapisi karpet berwarna merah, dan bunga-bunga menghiasi pilar pegangannya.
Nina kini mengenakan dress warna biru laut berbahan satin. Zeo mengenakan setelan kemeja batik pendek. Karena hari ini adalah hari Sabtu, kedua remaja itu tidak perlu izin tidak masuk sekolah, ataupun bolos.
"Emangnya tangganya kenapa?" tanya Zeo menanggapi pernyataan Nina.
"Emang elo belum pernah nonton?"
"Nonton apa? Film nya?"
"Iya."
Zeo melipat tangannya ke depan dada. "Gue nggak nonton yang begituan! Mending gue nonton Kamen Rider."
"Idih!" sahut Nina. "Kamen Rider? Paling isinya cuma adegan berantem sama monster doang."
"Ngajak berantem??"
"Ayok!"
Tiba-tiba Wisnu menepuk bahu Zeo dari belakang. "Kalian lagi ngapain?"
"Kak Wisnu ...!"
"Eh, Wisnu!"
"Haloo, good afternoon!" Suara Bunga dan Angel menyusul.
"Kalian bareng sama kak Wisnu?" tanya Nina ingin tahu.
"Iya ...." jawab Angel. Jawaban itu pun membuat Nina tampak kesal.
"Oh,"
"Tapi barengnya cuma dari parkiran situ," tambah Angel meneruskan kalimatnya.
"Ooh!!" Nina pun kembali ramah. "Kirain, hehe."
"Emang kenapa kalo bareng?" tanya Zeo. "Elo cemburu?"
"Apaan sih lo!" Nina meninju lengan Zeo, hingga pemuda itu terdorong beberapa langkah. "Udah, ah. Yuk kita keliling aja guys!" ajak Nina kepada Angel dan Bunga.
Setelah ketiga cewek itu meninggalkan Zeo dan Wisnu, Zeo mengajak Wisnu menemaninya berganti pakaian ke lantai dua. Sesampainya disana, Ia mengambil setelan jas yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Wisnu duduk di kursi, menunggu Zeo yang tengah berganti pakaian. Ketika Zeo memperhatikannya dari pantulan di cermin, remaja itu tampak gusar.
"Kenapa lo?" tanya Zeo sambil merapikan setelannya.
"... Zeo. Gue benar-benar minta maaf soal ini, tapi ...."
"Tapi apa? Elo mau ngomong apa?"
"Gue nggak bisa disini sampai malam. Papa minta gue ikut dia makan malam sama rekan bisnis nya, lokasinya juga lumayan jauh dari rumah. Jadi gue cuma bisa di sini sebentar." Wisnu menjelaskan.
Zeo tersenyum mengerti. "Oke, nggak papa. Seenggaknya elo udah berusaha buat datang kesini, sekarang."
"Maaf banget, ya!"
"Santai lah, kayak nggak kenal gue aja."
"Tetep aja, gue merasa bersalah."
Setelah melanjutkan obrolan dan berkeliling, Zeo mengantar Wisnu hingga parkiran tempat sopir yang mengantarnya tadi masih menunggu. Wisnu juga tidak sempat menyapa Endah, karena memang sedang di 'pingit' di salahsatu kamar di lantai dua.
"Hati-hati, di jalan!" ucap Zeo kepada Wisnu melalui jendela mobil yang masih terbuka. "Nanti disana jangan kangen gue, ya!" candanya kemudian.
"Nanti kalo gue kangen, gue bakal lihat foto aib elo di hp gue," sahut Wisnu menanggapi sambil tersenyum lebar dan melambaikan HP nya. "Nggak papa, kan?"
Setelah mobil yang Wisnu tumpangi pergi, Zeo tidak beranjak dari tempatnya. Ia tampak menunggu seseorang. Namun beberapa menit kemudian, seseorang muncul dari balik pintu salah satu mobil yang baru datang.
"Papa," sapa Zeo pada Prabu. Rupanya Prabu lah yang ia tunggu. Prabu mengenakan setelan jas. Ia tampak gagah dan berwibawa.
"Mama belum boleh ditemuin, tapi nggak papa, yang penting papa udah disini. Ayo pa!" Zeo mengajak Prabu masuk ke gedung resepsi.
"Tunggu dulu, Zeo."
Zeo berhenti. "Kenapa, pa?"
"Papa belum siap ...."
"Papa ...."
"Gimana kalau kamu temani papa cari angin di sekitar tempat ini, papa butuh angin."
Zeo pun memandangi sekeliling. Masih cukup waktu bila hanya untuk berkendara sebentar. "Oke, pa."
Zeo mengerti apa yang mungkin tengah dirasakan Prabu saat ini. Ia pun sama, ketika ia merasa berat hati atau tertimpa masalah, terpaan angin selalu bisa membantu menenangkan pikiran, dan memperbaiki mood. Dengan meminjam salah satu motor yang ada di tempat parkir, mereka meninggalkan lokasi.
"Nina, kok daritadi Zeo sama Wisnu nggak keliatan lagi, ya?" tanya Angel. Kini ia sudah bersiap untuk duduk di kursi yang tersedia. Bunga yang duduk disampingnya mengiyakan pertanyaan Angel.
"Nggak tahu, paling sekarang mereka lagi keliling," jawab Nina. "Ngomong-ngomong, gue mau ganti baju dulu, ya! Ngikutin dress code."
"Ikuuut!" rengek Bunga.
"Nggak boleh, nanti nggak surprise, lagi." Nina berlalu menuju ruang ganti di lantai dua, tempat Zeo berganti pakaian sebelumnya.
"Bunga, kalo cuma berdua begini, nggak asik." Angel memanyunkan bibirnya. Ia merasa bosan.
"Gimana, kalo kita minta Wisnu nyusul biar duduk bareng, kita? Biar seger dikit. Mau nggak?"
"Mau, mau, mau!" jawab Angel antusias.
Bunga segera mengirim pesan kepada Wisnu. Namun tentu saja, Wisnu membalas bahwa ia tidak bisa, karena ia sudah pergi sejak tadi.
"Yah ... si Wisnu nggak disini lagi, Ngel. Emang dasar, tuh anak nggak pamit dulu sebelum pergi."
"Yaah ...."
Di ruang ganti, beberapa orang mulai sibuk dengan tugas dan urusan masing-masing. Nina segera keluar setelah menyelesaikan make up dan dress up nya.
"Tunggu dulu! Kayaknya gue ambilin makanan buat Angel sama Bunga dulu, deh." Nina berjalan ke arah ruangan tempat berbagai makanan disiapkan. Nina mengambil tiga potong kue secara diam-diam. Ia malu kalau secara terang-terangan mengambil makanan yang belum siap disajikan kepada para tamu. Nina berjalan ke arah pintu yang menuju ke belakang gedung. Lebih baik mengitari gedung, daripada ketahuan membawa makanan oleh petugas catering, begitu pikirnya.
"Bau apaan, nih?" Nina menghentikan langkahnya yang mengendap-endap, karena mencium sesuatu. "Kayak bau bensin ...."
Nina mengendus sambil berjalan mengikuti bau yang semakin lama semakin jelas di hidungnya.
"HAH?!" Mata Nina terbelalak ketika ia melihat dua orang sedang menyirami sisi gedung dengan cairan dari jirigen. Ia yakin bahwa mereka tengah berniat jahat. Tapi kenapa? Nina belum sempat mendapat jawaban karena tiba-tiba seseorang membekapnya dari belakang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top