Bab 24. Jam Tangan (3)
Zeo mengayuh sepedanya pelan, mengimbangi Wisnu yang ada di belakangnya.
"Nina mana?" tanya Wisnu.
"Masih di rumah."
"Elo ninggalin dia?"
"Dia belum siap-siap, makanya gue tinggal."
"Oke," sahut Wisnu mengangguk.
Setelah terdiam sejenak, Zeo pun membahas hal yang meresahkannya sejak semalam.
"Nu ...."
"Apa?"
"Elo tau masalah di kelas gue kemarin karena apa, kan?"
"Tahu, lah. Emang kenapa? Baju elo sobek lagi?" canda Wisnu sambil mempercepat laju sepedanya. "Apa jangan-jangan, elo yang ngambil jam Angel gara-gara elo suka dia?" tambahnya sambil tertawa. Kini, mereka sudah memasuki gerbang sekolah.
"Nggak sepenuhnya salah, sih."
"Hah?"
Zeo turun dan menuntun sepedanya untuk diparkirkan. "Papa gue yang ngambil, jam tangan Angel."
Wisnu terdiam, tidak tahu harus berkomentar seperti apa.
"Elo punya uang 15 juta nggak?" tanya Zeo kemudian.
"Em ... punya, dari tabungan rahasia gue. Emangnya uang elo yang dari IG kemana?" tanya Wisnu tanpa berniat memojokkan sahabatnya itu.
"Gue kasih ke papa."
"Hah? Semuanya?"
"Iya."
"Good morning, Zeo!" Suara Angel tiba-tiba. Ia menyambut Zeo seperti ketika ia menyambut Nina setiap pagi. Bahkan Bunga ikut bingung, sama seperti Wisnu yang berada di depan puntu. Sedangkan Zeo, meskipun sedikit terkejut dengan kemunculan Angel yang tiba-tiba, ia hanya langsung meletakkan tas nya, dan keluar melanjutkan perjalanan ke kelas Wisnu. Ia ingin menghindari Angel.
"Sukurin elo dikacangin terus," ucap Bunga pada Angel yang memonyongkan bibirnya. Angel pun berniat mengejar Zeo, namun dicegat oleh Bunga.
"Weitt! Mau ninggalin gue sendiri disini?" Bunga berkacak pinggang. Mendengar itu, Bagas yang berada di samping gadis itu pun terpancing.
"Permisi mbak nya, saya juga manusia, lho. Nggak papa elo sama gue aja, disini." ucap Bagas pada Bunga.
"OGAAAAH!"
Angel kesal. Padahal, baru kemarin Zeo tertawa bersamanya. Zeo memberi Angel semangat, hingga ia bisa melewati krisis yang terjadi kemarin. Sekarang, pemuda itu kembali menjadi Zeo yang tak acuh.
Sementara itu, Zeo dan Wisnu melanjutkan perbincangan mereka.
"Uangnya mau buat gantiin jam tangannya Angel?" Wisnu menebak niatan Zeo.
"Iya."
"Tapi kan jam nya edisi terbatas."
"Bisa cari yang lain, tapi harganya sama."
"Oh ...."
"Pagi Zeo, Wisnu!" Rania menghampiri Zeo dan Wisnu di kelas.
"Tumben, kak Rania kesini," sambut Wisnu.
"Iya," jawab Rania seadanya. "Gue mau minta maaf."
"Soal?" tanya Wisnu.
"Gara gara rumor yang nggak jelas, Kimmy jadi bikin masalah di kelas Zeo."
"Nggak papa, toh masalahnya udah selesai," jawab Zeo. 'Seenggaknya buat kalian,' batin Zeo kemudian. "Lagipula, korbannya itu Angel, bukan gue."
Mendengar nama Angel, mendadak raut Rania menjadi masam. "Oh, ok. Tapi untuk sekarang, aku mau minta maaf ke kamu dulu." ucapnya keukeuh.
Tak lama, bel masuk kelas berbunyi. Sepanjang jam pelajaran, Zeo tidak bisa berkonsentrasi. Hingga jam pulang sekolah tiba.
Zeo memang enggan pulang. Maka dari itu, ia selalu mencari kesibukan di luar. Seperti jalan jalan di taman, ataupun ikut les.
Pukul lima sore Zeo baru sampai di rumah. Ketika melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumah Zeo bertanya-tanya siapa pemilik mobil tersebut. Setelah ia masuk ke dalam rumah, barulah ia tahu bahwa pemiliknya adalah, Bima. Bima, ayah kandung Zeo. Kini pria itu tengah berbincang di dapur bersama Nina dan Endah.
Dengan canggung Zeo berjalan melewati ruang tengah, berniat untuk langsung naik ke kamarnya. Karena meja makan di dapur bisa dilihat dari ruang tengah, maka sebaliknya pula. Endah menyadari bahwa Zeo sudah ada di rumah.
"Zeo!" panggilnya. Endah menghampiri remaja itu, dan menggiringnya menuju Nina dan Bima yang kini memperhatikannya.
"Ayo beri salam ke Ayah. Kamu masih ingat wajahnya kan?"
Tentu saja ingat. Zeo tidak akan melupakan wajah siapapun yang menorehkan luka di hidupnya. Setelah hampir 10 tahun berlalu, Ayah Zeo tidak banyak berubah. Hanya penampilannya yang membuat ia terlihat awet muda. Berbeda dengan dulu, ketika ia masih menjadi orang susah.
Zeo mengulurkan tangannya, berniat untuk sekedar bersalaman. Dengan tersenyum Bima menyambutnya. Ia segera memeluk putranya yang sudah lama tidak ia jumpai.
"Zeo mau ganti baju." Zeo melepas pelukan Bima, dan berjalan menuju kamarnya.
"Kita makan nungguin kamu," ucap Endah memberi isyarat agar Zeo kembali turun untuk makan bersama, nantinya.
Setelah berganti pakaian selama sekitar sepuluh menit, Zeo kembali ke meja makan. Sementara Endah, Nina, dan Bima asik bercengkrama dan berbincang.
"Oh, Iya. Mama, sama ayah kok bisa ketemu lagi setelah sekian lama, gimana ceritanya sih?" tanya Nina.
"Em ...." Endah dan Bima saling berpandangan dan salah tingkah.
"Ayo, jawab dong. Masa pertanyaan gampang begitu kalian susah jawab?" tuntut Nina.
"Pertanyaan kamu itu sederhana, tapi jawabannya panjaaaaang," jawab Endah diikuti dengan senyum lebar Bima.
"Gimana kalau pertanyaannya diganti aja," usul Zeo tiba-tiba.
"Apa, sayang?" tanya Endah dengan mata berbinar. Ia senang karena Zeo mulai mau ikut mengobrol setelah sedari tadi hanya diam.
"Iya, Zeo. Apa pertanyaan Elo?" tanya Nina tersenyum lebar. Prabu pun terlihat menunggu Zeo membuka suara.
"Kenapa Ayah sama Mama dulu cerai?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top