Bab 1. Pertanyaan


Hari Selasa, bahkan setelah jumlah hari libur dalam sepekan ditambah menjadi dua hari, semangat para siswa sekolah tampaknya tidak berubah-tetap lesu. Kuranglebih sama seperti seorang gadis berambut pendek yang tengah melamun di boncengan motor ojek online. Ia sama sekali tidak menghiraukan ramainya pelajar lain yang berlalu lalang di sekeliling.

"Sudah sampai tujuan, ya, Mbak." Sopir ojek berjaket hijau itu pun menghentikan laju motornya tepat di area depan gerbang sekolah.

"Mbak?"

"Mbak, ini sudah sampai ditujuan." Sopir ojek itu mengingatkan sang penumpang, lagi.

Tidak ada jawaban dari gadis itu. Bahkan Ia tidak beranjak dari tempat duduknya. Diam bagaikan patung. Entah apa yang ada di pikiran gadis tersebut. Raganya seolah melayang pergi.

Merasa dihiraukan, sopir ojek itu pun menoleh ke arah penumpang dibelakangnya.

"Mbak Denina?" panggilnya sambil mengeja nama penumpang itu dari HP nya.

"Astagfirullah ...." Sopir itu pun turun dari motor, dan menepuk bahu pelanggannya itu. "EMBAAAK!"

"Eh! Iya, Pak, kenapa?" Nina tersadar dari lamunannya kala mendengar teriakan sang sopir. Entah apa yang terjadi, pikirannya kalut.

"INI SUDAH SAMPAI DI TUJUAN." Sopir tersebut kembali berteriak, takut-takut kalau Nina kembali diam dan tidak mendengarnya.

"Oh iya, Pak, bener ini lokasinya," kata Nina setelah melihat-lihat lingkungan sekitar.

Sopir itu memasang wajah masam. Masa iya sejak tadi Nina tidak mendengarnya? "Lha emang iya, makanya tadi saya ngasih tahu mbaknya," katanya lagi.

Nina turun dari motor dan menyerahkan sejumlah uang. "Maaf Pak, lain kali jangan teriak teriak ya." s

"Loh ...?" Sungguh, sopir itu berhasil dibuat kebingungan oleh Nina. Kalau dia tidak teriak, mungkin akan berjam-jam Nina tetap duduk diam di jok belakang motornya!

Nina kembali melamun. Hari ini lagi-lagi ia berangkat sekolah sendiri. Zeo selalu berangkat lebih pagi dan meninggalkan Nina. Padahal mereka adalah .... Ah sudahlah, mengingatnya hanya akan membuat hati Nina kembali sakit, sakit dengan pikiran-pikiran negatif yang sering menghantui.

"NINA!" Sebuah suara yang akrab di telinga Nina terdengar. Sudah bisa ditebak suara siapa itu.

Suara itu adalah milik Bunga dan Angel yang segera menghampiri Nina dari balik pintu gerbang. Entah kenapa kedua sahabatnya itu suka sekali menunggu Nina di pintu gerbang. Alasannya tidak jelas, hanya katanya mereka ingin berjalan ke kelas bersamaan.

"Pagi," sapa Nina kepada dua gadis remaja di depannya.

Setelah sampai di dalam ruang kelas, Nina mengedaarkan pandangan. Tas Zeo sudah ada di bangkunya, tetapi cowok itu tidak ada di kelas. Di manakah Zeo berada?

"Temen-temen, Angel punya tebak-tebakan, nih," ucap Angel dengan wajah tengilnya menghadap pada Nina dan Bunga.

"Apa?" tanya Nina dan Bunga bersamaan.

"Ikan, ikan apa yang berhenti?"

Nina memutar bola matanya ke atas, sedangkan Bunga mengembungkan pipinya mendengar pertanyaan Angel. Ia yakin, penjaga kantin sekolah pun tahu apa jawabannya.

"Ikan stop," jawab Bunga sambil meringis, mencoba menahan tawanya.

"Salah! Hayo apa?" Angel merasa senang Bunga menjawab salah pertanyaannya. Kalau begini, 'kan, jadi seru.

Selama beberapa saat mereka hening. Bunga juga sengaja diam menunggu Nina angkat bicara. Entahlah, akhir-akhir ini Nina seperti menjadi pendiam. Mungkin ... karena Zeo (?)

"Ikan palang kereta?"

Jawaban Nina itu sontak membuat Bunga tak kuasa lagi menahan tawanya. "PHUAHAHAHAH! Ya ampun Nin, jawaban lo lebih kreatif dari pada punya gue! Salut banget gila!" Bunga sampai tak habis pikir lagi dari mana jawaban itu muncul hingga tercetus oleh mulut Nina.

Nina pun ikut tertawa garing. Bahkan dia terheran, dari mana, sih, letak lucunya? "Salah, ya?" tanyanya.

Belum Angel menjawab pertanyaan Nina, Bagas, teman sekelas mereka menyahut, "Ikan paus!"

Angel bertepuk tangan bangga mendengarnya. Dia mendekati Bagas dan menepuk-nepuk punggung Bagas seraya menggelengkan kepala. "BETUL! BAGAS HEBAT!" teriaknya dan melompat kegirangan. Angel ini receh sekali. Yang menjawab siapa yang senang siapa.

"Ah, Bagas nggak kreatif!" protes Bunga merasa tak terima. Menurutnya, jawaban yang paling kreatiflah yang harusnya benar.

"Yang penting bener. Iri bilang bos!" sahut Bagas bangga dan pamer pada Bunga.

"Seandainya lo juga bisa bener jawabin soal-soal ulangan, gue bakal ikut bangga, Gas," celetuk Nina sambil tertawa. Ia merasa terhibur dengan tingkah teman-temannya. Beruntung sekali dia bisa berada di kelas ini.

Lima menit kemudian, bel tanda masuk jam pelajaran pertama berbunyi. Seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing, termasuk Zeo yang sejak tadi tak terlihat batang hidungnya. Hanya tas saja yang menandakan dia datang.

Tanpa menoleh ke mana pun, Zeo berjalan ke mejanya dengan kedua netra yang hanya menatap ke depan. Dia langsung duduk menghadap papan tulis hingga guru datang. Nina tidak mendekati Zeo. Ia hanya memperhatikan cowok itu sejak tadi. Ia semakin yakin, Zeo memang menghindarinya.

Tiga jam pelajaran pertama terasa berjalan sangat lambat bagi Nina. Berbeda dengan siswa lain yang alasannya karena lapar dan ingin jajan, Nina ingin segera berbicara empat mata dengan Zeo. Masalah antara mereka berdua harus diselesaikan, meski Nina tidak tahu pasti apa penyebabnya.

Kring! "Waktunya istirahat pertama."

Suara dari speaker yang terpasang di sudut belakang kelas membuyarkan konsentrasi para siswa. Saatnya menghirup udara segar! Akhirnya, panggilan yang ditunggu-tunggu.

Nina berusaha secepat mungkin menghampiri Zeo. Namun, Zeo sudah menghilang dari pandangannya di antara para siswa yang berhamburan keluar dari kelas. Akhirnya Nina memutuskan untuk mencari Zeo. Target tempat pencariannya adalah kantin. Akan tetapi, ternyata Zeo tidak ada di sana.

Di manakah Zeo berada?

"Gue nggak ikut makan, ya, ada urusan penting," pamit Nina pada Angel dan Bunga. Zeo lebih penting lagi ketimbang makan.

"Oke," ucap mereka berdua kompak.

Waktu berlalu begitu cepat, jam istirahat pertama sudah hampir berakhir, tetapi Nina masih sibuk menelusuri tiap sudut gedung sekolah. Beberapa kali ia menengok ke dalam ruang kelas yang ia lewati. Ia sempat mampir ke kelas Wisnu, karena biasanya Zeo selalu bersama dengan sahabatnya itu. Namun, wisnu juga sudah tidak ada di kelas.

"Zeo ke mana, sih?" monolog Nina merasa cukup kesal karena merasa lelah.

"Nina?"

Gadis itu pun menghentikan langkahnya dan menemukan Wisnu yang kini tengah berjalan ke arahnya.

"Eh, Kak Wisnu. Kebetulan banget, liat Zeo nggak?" tanya Nina pada Wisnu.

"Tadi sih bilangnya mau ke toilet, aku juga lagi nungguin dia ...."

"Makasih, Kak." Dengan cepat Nina berbalik menuju ke arah toilet di samping tempat mereka berdiri saat ini.

"EH! Bukan toilet yang ini."

Karena terburu-buru dan memotong ucapan Wisnu, Nina sampai salah kira.

"Huh?" beo Nina.

Wisnu mengarahkan telunjuknya ke arah koridor di samping dan berkata, "Di sana. Paling pojok."

Nina langsung berjalan menuju tempat yang di tunjukkan Wisnu. Sesampainya di sana, ia hanya berdiri menunggu Zeo keluar sambil memikirkan kata-kata semacam apa yang akan ia lontarkan nanti.

Nina hanya bisa menundukkan wajahnya sambil berusaha terlihat sibuk sendiri saat beberapa siswa yang sempat lewat memperhatikannya. Ia rasa ia tahu apa yang mereka pikirkan. 'Ngapain dia berdiri di situ?' Kurang lebih begitu.

Zeo yang tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang menunggunya di depan pintu. Ia sampai tampak terkejut saat tiba-tiba seseorang langsung memanggilnya dengan lantang, tepat saat langkah pertamanya menyentuh lantai koridor.

Zeo berhenti berjalan, tetapi tangannya masih sibuk merapikan celana dan baju seragam. Ia melakukannya dengan cepat, berharap Nina tidak sempat memperhatikan dan suasana menjadi semakin awkward.

"Sampai kapan?" Nina akhirnya bersuara setelah sejak tadi terdiam.

"Apanya?" Bukan menjawab, Zeo justru berbalik bertanya.

"Sampai kapan kita harus pura-pura nggak punya hubungan apa-apa?" Sungguh, sejujurnya Nina sakit melontarkan kalimat pendek itu.

Zeo hanya diam. Ia tidak ingin menjawab pertanyaan gadis itu, bahkan ia tidak berharap untuk mendengarnya. Jujur saja, ia tidak tahu. Saat ini Zeo berniat mengabaikan Nina. Bukan karena benci. Zeo hanya tidak ingin memikirkannya.

"Kalo gue punya salah sama lo, ngomong aja! Jangan diemin gue begini!" desak Nina gemas. Di sini Nina merasa serba salah. Bingung, apa ada hal fatal yang dilakukannya?

"Gue pikir dengan gue satu sekolahan sama lo, seenggaknya lo bakal bantu gue, perhatian sama gue. Tapi kenapa lo malah cuek begini sama gue?"

"Zeo ngomong!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top