Prolog
8 Maret 2018
Kirana mengemudi mobil yang aku tumpangi dengan kecepatan sedang, padahal aku tahu sekarang dia sedang buru-buru, radio mobil yang biasanya menyala pun tak sempat lagi terdengar lantunannya.
Aku mengintip keluar jendela, memandang langit. Siang ini sangat cerah, padahal aku berharap mendung atau bahkan hujan, jadi aku punya alasan untuk tidak pergi. Tapi, sudahlah. Mungkin ini yang namanya semesta tidak mendukung.
Begitu Rana memutar setir berbelok ke arah gerbang besar berwarna hitam, aku refleks merapikan blazer abu-abuku dan menyisir rambutku sedikit dengan jari.
Rana menginjak rem tepat di depan lobi sebuah gedung. Aku melihat keluar jendela mobil untuk memastikan kalau ini memang Royal Gading Hall tempat yang Kamal katakan padaku tadi malam, tapi aku tidak ada niatan untuk keluar dari mobil sama sekali.
"Yaudah, turun!" ucap Rana
"Gue gak jadi datang deh, kita cabut aja."
"Gak usah aneh-aneh deh, kita udah sampek sini, Ga. Masuk gih!"
"Males gue kalau sendirian."
"Ntar kan ada Kamal sama anak-anak lain juga. Buruan gih ntar gue telat jemput Mama."
"Lo harus sekarang banget jemput Mama?"
"Menurut lo? Ini udah jam 2, Ga, bentar lagi pesawat Mama landing, kalau nanti Mama udah sampek terus gue gak di sana gimana?"
"Kita jemput Mama dulu, abis itu balik ke sini."
Rana memijit dahinya. "Kitakan udah sepakat, gue jemput Mama dan lo pergi ke acara lo. Udah buruan masuk gih!" Rana memutar kunci mobil memaksaku turun. "Gue titip salam sama anak-anak aja, ntar kalo sempet gue nyusulin kalian."
Aku kalah, dengan berat hati aku turun dari mobil dan melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung sementara Rana membawa mobilnya melaju keluar gerbang. Sebenarnya bukan dengan berat hati, hanya saja, ya, aku sedikit bingung apa yang harus aku lakukan di acara ini.
Sebelum masuk lebih jauh, mungkin aku memperkenalkan diri terlebih dulu. Namaku Rega Anggasta, panggil saja Rega, umur 27 tahun. Itu saja, selebihnya kalian akan lebih mengenalku nanti.
Sebelum masuk ke hall utama, aku langsung disambut dengan poster besar bertuliskan "Reuni SMA Insan Cendikia Angkatan ke-16". Acara ini Kamal yang merencanakan, dia bilang dia ingin berkumpul lagi seperti dulu, tapi hanya angkatan kami saja, makanya namanya bukan Reuni Akbar. Dan aku juga pastikan kalau di sini kalian tidak akan bertemu dengan manusia-manusia tua dengan rambut putih atau kulit keriput, bercerita tentang anak mereka sambil mendengar tembang kenangan seperti acara Rauni sekolah Papa yang aku datangi beberapa bulan yang lalu. Karena, ya seperti yang kalian tahu, aku baru lulus SMA sekitar 9 tahun yang lalu dan itu belum terlalu lama, meski begitu banyak hal sudah berubah.
Oh iya, Kamal itu temanku masa SMA, dia juga salah satu sahabatku, sekarang dia bekerja sebagai teller di salah satu bank swasta ternama. Saat aku sebut teller pasti kalian bisa langsung menebak orang seperti apa Kamal itu, ramah dan enak dipandang. Sudahlah, cukup dulu tentang Kamal, nanti kalau bertemu aku akan ceritakan lebih banyak.
"Rega?" Seseorang menyapaku dari arah samping sontak membuatku menoleh.
Aku membalas senyum wanita yang sedang menggandeng pria berbahu bidang di sebelahnya, mungkin itu pacar atau suaminya tapi aku tidak terlalu perduli. Aku hanya tersenyum karena jujur aku lupa namanya yang aku ingat hanya dia dulu teman sekelasnya Safia, sahabatku.
"Jangan bilang lo lupa sama gue?!" tebaknya dari raut wajahku.
"Temen Safia kan? Gue inget."
"Cici. Parah lo!"
Aku memberi ekspresi seolah aku baru mengingat namanya, padahal aku memang lupa.
"Sendiri aja?" tanyanya lagi. Kali ini dengar pertanyaan yang tak ingin kujawab.
Aku hanya tertawa ringan.
"Lo masih kayak dulu aja ya, Ga." Dia menatapku dengan tatapan aneh.
"Emang gimana?"
"Kalem," sambungnya kemudian tertawa.
Aku terpaksa ikut tertawa meski kurasa tidak lucu. Penilaian basi yang selalu orang lain ucapkan saat mengenalku.
"Yaudah masuk yuk!"
Aku mengangguk. Cici dan pria di sebelahnya mendahului langkahku, dan aku pelan pelan di belakang mereka, sengaja, karena aku tidak ingin terlihat seperti datang bersama mereka yang berpasangan. Sejujurnya tidak akan ada yang berduli tentang itu tapi hanya saja aku merasa risih.
Aku menatap sekeliling ruangan besar ini, tapi masih sepi sepertinya aku yang datang terlalu cepat, padahal ini sudah sesuai jadwal yang ditentukan, ya maklumlah, karena ceritaku ini settingnya di Indonesia jadi hal seperti wajar terjadi.
Aku mencari Kamal, orang yang seharusnya jadi orang paling sibuk sekarang. Dan ketemu! Itu dia Kamal Faiz sang ketua panitia acara ini, pria dengan kemeja hitam dilapis jas warna merah maroon itu adalah Kamal. Seperti biasa dia selalu terlihat rapi, rambut dibuat klimis hingga membuatnya terlihat dewasa.
Senyum manisnya sudah menyambutku dari kejauhan. Aku mengatakannya manis bukan karena aku berpikir begitu, tapi orang-orang mengatakan seperti itu karena senyum lebar dengan kumis tipis-tipis khasnya..
"Woy! Cepet juga lo datang."
"Gue pikir acaranya bakal on time."
Dia tertawa.
"Kirana beneran gak jadi ikut?"
"Enggak. Dia titip salam."
Kamal mengangguk paham. "Oh gitu. Yaudah, gue tinggal ke sana bentar ya."
"Yang lain belum pada datang?" tanyaku, dan dijawab gelengan dari Kamal karena dia pasti langsung paham siapa yang aku maksud dengan 'yang lain'.
"Bentar lagi paling."
--------------------------------------------
Bismillah ya 😁
Semoga untuk cerita ini aku istiqomah nulisnya, kalian juga istiqomah bacanyaa 😆😆
💕see u next part
Rhannisa💕
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top