[OS] Babysitter
Hei, pernahkah kamu membayangkan seorang Bima Adiwijaya menjadi babysitter alias pengasuh anak?
Nyatanya, Bima memang pernah.
...
Babysitter
Genre: family, slice of life, komedi
Bima × child!Reader
Bima 18 tahun . (Name) 5 tahun
...
Hari itu kursus pencak silat di SD diliburkan. Alasannya? Musim Penilaian Tengah Semester, bung. Tentu ini menjadi kesenangan tersendiri bagi Bima. Dengan begini, ia bisa makan es krim yang diincarnya.
Es krim cone terbaru rasa pelangi dari Ice Cream Factory, toko es krim langganan Bima.
Membayangkannya saja, si maniak es krim ini sudah ngiler.
Memang jahat, sih. Bahagia di atas penderitaan orang lain. Ketika murid-murid dibuat pusing oleh deretan soal, asisten guru pencak silat malah santai-santai di rumah. Ketika saudara-saudaranya sibuk bekerja dan belajar, si anak kedua justru pergi ke toko es krim.
Bima memakai sepatu kets hitamnya asal. Baru saja ia akan menutup pintu rumah, suara seseorang yang tak asing menyita perhatiannya.
"BIMA!"
Bersamaan dengan itu, sesosok pemuda eksotis dengan jaket denim menghampiri Bima. Ia menggendong seorang anak perempuan di punggungnya. Pemuda itu adalah teman yang merangkap sebagai tetangga Bima. Namanya Axelle Maxwell. Iya, dia bule.
"Kenapa?" tanya Bima ketus. Tentu saja. Siapa yang suka perjalanan menuju es krim tercinta dihalangi oleh tetangganya? Yang pasyi bukan Bima.
"Di rumah lo ada orang nggak?" dengan cepat, Axelle menjawab dengan pertanyaan balik.
"Cuma gue doang," jawab Bima menguap panjang. "Kenapa?"
"Yang lain?"
"Lagi pergi. Kenapa?" ia mengulangi pertanyaan yang sama. Kali ini ia melipat tangan di depan dada. Indera penciuman pemuda itu mencium aura-aura bahwa dirinya akan dimintai pertolongan.
"Gue butuh bantuan lo, Bim. Pakai banget!" kata Axelle panik. Saking paniknya, dia terlihat dramatis.
Bima menyeringai tipis, bangga. Dugaannya memang selalu benar. Atau ia lebih suka menyebutnya insting. "Sudah kuduga."
"Gue mau kencan. Tolong jagain Aurel sampai gue pulang."
Rasanya seperti ada petir yang menyetrum Bima di siang bolong. Padahal itu hanya sederet perkataan berbalut permintaan.
Jagain bocah? batin Bima ngeri. Matanya melotot, menatap jijik wajah polos anak perempuan di balik punggung Axelle. Sementara bocah itu tersenyum lugu. Tampaklah lesung pipi di belahan pipi kiri bocah itu.
... Demi apa?
...
Di sinilah Bima, di kamar bercat putih dengan nuansa frustasi. Lihatlah, pakaian kotor, buku, dan lembaran kertas berserakan di lantai. Selimut dan seprei dibiarkan kusut. Seperti kapal pecah saja. Tidak salah lagi, itu habitat Bima.
Pemuda itu tak lagi menggunakan jaket. Ia hanya mengenakan kaus hitam tanpa lengan dan celana selutut berwarna putih. Tampaklah otot-otot di lengan Bima. Tangannya terus-terusan meninju sasak di hadapannya yang tidak berdosa. Keringat mengucur dari dahi Bima.
Pertanyaannya: apa ia membantu Axelle?
Jelas Bima tidak mau. Ia asisten guru pencak silat, bukan pengasuh bayi!
Tapi tawaran Axelle sungguh menggiurkan.
Paket es krim premium seharga 55.000 rupiah.
Kan 'mayan, tuh.
Pada akhirnya Bima menerima tawaran itu. Anggap saja simbiosis mutualisme. Bima mengasuh Aurel selama Axelle kencan. Sedangkan Axelle membelikannya paket es krim premium. Sama-sama menguntungkan, bukan?
Lantas, dimana bocah asuhan Bima itu?
"Kak..."
Terlihat anak perempuan berbalut gaun terusan baby blue berdiri di ambang pintu kamar Bima. Mata besar beriris (eye color) miliknya memandang pemuda itu. Tangan mungilnya memeluk sebuah boneka Teddy bear.
"'Paan?" Bima tidak mengalihkan pandangan dari sasak di hadapan. "Jangan ganggu. Hus hus," ia mengusir (Name) seolah bocah itu adalah hewan pengganggu.
Bukannya pergi seperti yang diperintahkan Bima, anak perempuan itu justru berjalan pelan mendekati sang pengasuh.
"Kak," panggil (Name) lagi. Ia menarik ujung kaos Bima. "Ayo main!"
Bima tidak mengacuhkan ajakan anak itu. Dia meninju sasaknya lebih keras. "Main sendiri, gih," usirnya ketus. Sebisa mungkin ia menghindari kontak mata dengan (Name).
Karena Bima Adiwijaya lemah terhadap segala sesuatu yang manis.
(Full Name) adalah salah satunya.
Tapi (Name) bukanlah anak yang pantang menyerah. Ia tidak bergeming dari posisinya. Mata besarnya masih menatap mata Bima dalam-dalam dengan tatapan memelas. Memelas adalah keahlian setiap anak kecil, ingat? Kebanyakan dari mereka pandai memanfaatkan tampang imut masing-masing.
Ujung mata Bima menangkap raut wajah (Name) yang tak berdosa. Selama beberapa detik, ia mematung, takjub akan pemandangan imut yang disuguhkan. Pemuda itu menelan ludah kasar. Lalu Bima mendengus.
"Oke. Tapi bentar doang."
Begitu mendengar persetujuan Bima, (Name) spontan bersorak riang. Ia tersenyum penuh kemenangan. "Ayo main ebok!"
Bima menggaruk kepalanya yang kebetulan memang gatal. Otaknya berusaha mencerna perkataan (Name).
"Ebok ...?"
...
Setelah 12 menit 34 detik (Name) menjelaskan permainan yang dimaksud, akhirnya Bima mengerti.
XBOX 360.
Jangan heran kenapa ada benda itu di kediaman Adiwijaya bersaudara. Si kembar adalah penyebabnya. Mereka berdua ngotot ingin membeli XBOX 360. Akhirnya kesampaian dengan uang patungan hasil kerja Sadewa dan hadiah pemenang Nakula.
Di sinilah Bima dan (Name). Di ruang televisi. Lebih tepatnya duduk bersila di atas karpet merah. Tangan Bima menggenggam remote control. Ia sedikit mengerti cara menggunakan benda di tangannya itu. Jika bukan karena bantuan Yudhistira, pasti Bima gaptek alias gagap teknologi.
"Mau main yang apa? Spiderman? Transformers? Marvel? Toy Story?" tanya Bima menawarkan. Ia tidak menghafal, hanya membaca apa yang ada di layar kaca.
Untuk beberapa saat, (Name) terdiam dengan mulut terbuka. Kemudian, kalau memekik, "Jas dens!"
"Jas dens?" Bima berusaha memahami, lagi. "Just Dance?"
(Name) mengangguk cepat.
"O ... ke."
Selamat atas terpilihnya game Just Dance 2016 oleh (Name). Hei, bisakah kalian menebak lagu apa yang pertama dimainkan?
Chiwawa. Oleh Wanko Ni Mero Mero.
Intro lagu J-pop itu mulai terdengar bersamaan dengan munculnya video di layar televisi.
Senyum lebar terulas, (Name) mulai menggerakkan badannya, mengikuti sang penari dalam layar. Tidak ada rasa takut atau gugup pada diri anak itu. Yang ada hanya tawa dan percaya diri.
Anak itu makin menggemaskan aja, batin Bima melihat (Name) menari-nari di sampingnya. Pemuda itu masih duduk bersila, enggan mengikuti game itu.
Menyadari Bima tidak ikut menari bersamanya, (Name) berhenti menari. Ia menarik tangan pemuda itu. "Kakak harus ikut!" rengeknya.
Bima mengerling. Ia tahu pada akhirnya ia akan tunduk pada keimutan bocah itu. Makanya ia berkata, "Ya in aja, deh." Sambil berkata begitu, ia berdiri.
(Name) bersorak hore. Lalu ia melanjutkan tariannya, meniru gerakan si penari berambut merah muda.
Sementara itu, Bima bergerak kaku. Ah, lebih tepatnya malu-malu. Dia asisten guru pencak silat. Bukan penari! Apalagi untuk lagu-lagu yang terkesan imut dan kekanakan seperti ini.
Lalu, pada detik ke 14 ia berdiri, barulah Bima bisa bebas bergerak. Gerakannya tak lagi kaku. Ia bahkan tertawa lepas sesekali.
"WOHOOO INI MENYENANGKAAAN!" serunya tanpa sadar.
Serius, Bima tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Hanya dengan menari mengikuti game.
Ah, iya. Semua ini berkat anak perempuan dengan senyum manis itu. (Full Name).
...
Sepuluh lagu sudah mereka berdua bermain Just Dance. Tak lupa Bima menyimpan video mereka yang terekam otomatis oleh program. Ini momen langka, harus diabadikan!
Kini Bima dan (Name) duduk berhadapan dengan meja kecil sebagai pembatas. Oh, bukan hanya mereka berdua. Tuan Sasak pun turut bergabung. Hah? Tuan Sasak? Dia adalah sasak yang selalu dipukuli Bima.
Bima menuangkan air putih ke cangkir (Name). Lalu ia juga melakukan hal sama pada cangkir Tuan Sasak. Ia memasang senyum manis. "Selamat minum~"
"Terima kasih, Tuan Bima," setelah berkata begitu, (Name) meneguk air putihnya.
Ya, sekarang mereka sedang mengadakan jamuan kecil-kecilan. Jamuan minum air putih, lebih tepatnya. Karena Bima terlalu malas membuat teh, jadi hanya air putih yang ada.
"Ice Cream Factory delivery!"
Tiba-tiba terdengar seruan dari balik pintu rumah.
Senyum lebar seketika terukir di wajah Bima. Ia berdiri, meninggalkan jamuan minum air putih untuk sementara. Tanpa ba-bi-bu lagi, ia membukakan pintu.
Bukan supir delivery dari Ice Cream Factory. Melainkan pemuda eksotis dengan senyuman mempesonanya. Axelle Maxwell.
"Cepat amat," komentar Bima sekenanya.
Dahi Axelle mengerut. "Cepat lo bilang?" katanya tak percaya, "Satu setengah jam lebih lho."
"Kak Axelle!"
Panggil (Name) dari belakang Bima. Anak itu berlari ke kecil, menyerbu Axelle dengan sebuah pelukan hangat.
Axelle terkekeh. Ia membalas pelukan anak itu. "Selama Kakak pergi tadi, (Name) tidak nakal, kan?"
"Iya dong!" jawab (Name) setengah berseru. Ia mengangguk mantap.
Sementara itu sebelah tangan Bima berkacak pinggang. Raut wajahnya datar. Tentu ia tidak cemburu ... iya kan?
Seolah menyadari sesuatu, pemuda itu tersenyum miring. Ia berdehem. "Paket es krim premium?"
"Ah itu." Axelle melepas pelukan (Name). Pemuda itu merogoh sakunya, mengeluarkan secarik kertas. "Ini voucher. Hanya berlaku sampai Minggu depan."
Tanpa basa-basi, Bima menyambar voucher itu. Seringai lebar tercetak di wajahnya. "Sip!"
"Ya sudah, kami pulang dulu. Dah~" pamit Axelle melambaikan sebalah tangan. Dengan menggandeng (Name), Axelle pergi, meninggalkan Bima menjomblo.
"Dah~" (Name) ikut-ikutan melambaikan tangan.
...
"Kok kangen, ya?"
TAMAT.
/Gaje banget :"v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top