MASQUERADE
Gemilang malam itu beraromakan glamor tahta dunia.
Pestanya cukup klasik pada malam gala bertopeng. Kumpulan anonim ternama seakan membentuk kasta tertinggi pada satu tempat bertema perayaan yang sama. Bukan sembarang nama diperbolehkan guna menginjakan kaki di permadani merah berani. Kekuatan dan wangi harta menyeruak, mengoyak hati nestapa barangsiapa kurang mampu di luar sana. Diabadikan pada kamera pembawa acara bersertifikat terverifikasi. Tak luput pada penjagaan ketat pada pengawalan di setiap sisi. Untuk kini, bertransformasi menjadi buah bibir netizen dengan jemarinya yang ganas.
[Full Name] mengetuk pijakan mobil dengan high heels senilai ribuan dollar. Helai mahkota ditata sedemikian rupa, sempat melupakan topeng yang akan digunakan kelak, sempat pula asistennya bekerja keras kembali menata ulang helaian itu bak sosok perfeksionis barang sehelai saja. Rancangan satin duchees membalut proporsi lekuk tubuh berlukis porselen sempurna. Pahat wajah Asia sanggup membuat siapa saja berpaling. Ia mungkin gambaran sang Aphrodhite. Namun, [Name] pun masih dalam konteks sosok manusia biasa. Manipulatif dan sedikit gila kalau dikatakan secara kasarnya, mungkin beberapa orang mengenalnya seperti itu─tentu saja selain dikenal sebagai atlet bela diri tinju yang masih berkarir.
Topeng masquerade¹ berhias kemilau batu rubi membalut wajahnya. [Name] akui mungkin ini sesuatu yang terdengar kuno, mengingat masquerade party adalah perayaan yang di adakan pada abad puluhan silam. Nampak lawas. Lantas, bibir sewarna buah persik loloskan sebuah tawa.
"Aku baru tahu, kalau selera Tuan Muda Hanma sedikit kuno seperti ini," cibir [Name] sembari menatap refleksi diri pada cermin dalam genggaman.
Wanita anggun di sisi atlet tinju itu berdeham keras nampak guratan halus emosi. [Surname] Carolline jelas saja nyaris memukul sepupunya tersebut, kalau saja keduanya tak berias apapun. Embus napas jengah mengisi ruang mobil olehnya. Bibir Carolline tuturkan kalimat peringatan, "Lebih baik diam dari pada membuat keributan, [Name]. Kau tahu sendiri bahwa pesta malam gala kali ini bukan sesuatu yang biasa. Kita tidak tahu siapa saja yang ada di sana, selain petunjuk bahwa tamu hadir adalah kelas atas. Sepatah kata kau salah mengucap, di situ juga detik hidupmu berubah menjadi neraka dunia. Guna masquerade kali ini adalah untuk menyamarkan identitas pada kasus pembunuhan berencana. Pembunuh mungkin akan merasa sedikit sukar untuk menemukan targetnya, pun tidak mungkin ia membunuh orang satu per satu untuk mendapatkan target yang dimaksud. Kau paham?"
"Biăojiě², padahal aku hanya mengutarakan pendapatku." [Name] loloskan tawa pelan. "Kalau soal itu kau tahu kalau aku memahaminya, bukan?" Sudut bibir mengindahkan sebuah senyum, meski pada netra Carolline, lebih nampak seperti senyum sarkastik sedingin pembunuh berantai. Seperti yang gadis itu tahu, mungkin sosoknya memang di ambang batas kewarasan. Pun demi perkara tersebut atensi Carolline berpedar pada lingkaran rotasi seorang [Full Name].
"Diamlah dan ingat kalau aku selalu mengawasimu. Jangan lakukan hal-hal yang menimbulkan perkara atau beliau akan menghentikan karirmu."
Sang refleksi Aprodhite terdiam. Dalam bayang kepala memikirkan bagaimana ia harus melancarkan niat terselubungnya. Dibandingkan dengan itu, ia bersumpah serapah dalam hati mengenai bagaimana mengatur tempo detak jantungnya yang menggila.
◇◇◇
RESTART
RRA COLLABORATION
MAIN CHARACTER: MIKEY/SANO MANJIRO
TOKYO REVENGERS © KEN WAKUI
NOTE:
It's alternative universe and not the same as the original storyline. Maybe a little OOC.
◇◇◇
Sudut ruangan bertransformasi menjadi pijakan ternyaman untuk detik ini.
Acara utama disimaknya dengan tatapan datar kentara jengah. Mungkin ucapan mengenai masquerade kuno bisa ditelisik kembali sebagai penyamar ekspresi wajah yang kini. [Name] tersenyum kecut karena bisa dibilang menarik kembali ucapannya. Kalau bukan sekadar formalitas kehadiran, sosoknya lebih senang guna menghantamkan spinning backfish³ kepada samsak tua di gymnasium pribadinya. Untuk tahun ini, Ayahnya memberi perintah absolut untuk membuatnya istirahat pada karirnya sebagai atlet tinju dan mengasah bagaimana ia dibentuk menjadi penerus dalam marga ternama.
Pikirnya, sang kakak laki-laki sanggup saja jika mengemban kuasa yang kebanyakan diidamkan pewaris harta. Kendatipun pada faktanya, opsi mengakhiri nyawa sendiri menjadi pilihan konyol orang itu. [Name] mendecih, sejuta harapan arwah anak sulung tersebut menangkap apa yang diumpatkan sang adik kepada arwah tak tenang itu.
Kau bahkan orang terkonyol yang pernah aku temukan.
Gemuruh tepuk tangan mendominasi seluruh indra pendengaran. Seribu satu syukur [Name] gemakan dalam dada mengingat betapa bosannya ia di tempat itu. Pertanda acara utama telah selesai, kini gadis dua puluh satu tahun itu turut bertepuk tangan demi dirinya sendiri.
Gelas wine digapainya pada meja bundar. Menyesap sedikit bagaimana ia harus melontarkan kalimat yang pas untuk berkomentar mengenai cita rasa yang didapat indra pengecap sang wanita rupawan. Ia tidak ingin meminumnya lebih lanjut jika selera minum pilihan Tuan Muda Hanma berbanding terbalik darinya. Namun, begitu aromatik semi-sweet memanjakan indranya begitu saja, kurva menantang pada sudut bibir terpatri mengungkap ekspresi.
"Rasanya tidak buruk." Pun berikutnya, teguk kenikmatan menjelajahi kerongkongan. "Biăojiě," panggil sang hawa kepada sosok Carolline yang kini menempatkan perhatiannya pada [Name].
"Apa? Astaga, kau bahkan meminum wine tanpa izin padaku terlebih dahulu. Sudah berapa gelas yang kau minum?"
Terbiasa dengan sosok sepupu yang kelewat protektif, [Name] memilih senyum menyembunyikan kesal dalam relung dada. Ia membalas, "Aku hanya minum setengahnya dan kau ingat kalau tahun ini aku sedang libur dari karirku. Alkohol bukan masalah. Ahh, aku tak ingin mencari perkara, tapi aku akan mencari udara segar ke arah balkon. Berikan aku waktu lima belas menit. Sen-di-ri sa-ja."
Dengan langkah pada seluk marmer terketuk high heels, [Name] mengasingkan diri. Menyisakan sosok Carolline dengan adegan memutar bola mata kentara malas.
◇◇◇
Ketenangan abadi.
Bilamana boleh jujur, rindu bersarang dalam dada kini dirasakannya sejak beberapa bulan terakhir. Saat itu ia sama sekali tak mengetahui bagaimana bisa seorang aktif sepertinya memberantas rotasi waktu guna singgah di perpustakaan mansion tempat bernaung, bahkan menghabiskan satu jamnya guna membaca buku yang bukan perihal dunia olahraga.
Isinya kurang lebih seperti pengulangan takdir. Berbagai macam takdir yang ada di dunia termasuk takdir untuk mengulang kembali mengenai pasangan hidup. Baginya, lebih seperti cerita dongeng. Hanya saja sialnya, selepas itu kepala sang hawa terasa dibebani pikiran tak berarti.
Masquerade ditanggalkan. Cairan merah bening diteguk kasar. Dan untuk itulah ia tampil bak dewi perfeksionis malam ini. Demi memberantas rasa bosan, ia melakukannya.
"Apakah saya telat, [Full Name]?"
Sosok bertopeng hitam telah tiba.
Degup jantung sang hawa jelas menggila. Ini bahkan hanya sekadar pertemuan perdana mereka, tentunya selain di fitur interaksi anonim dalam canggihnya gawai. [Name] mendapati atensi pria berbalut tuxedo yang sempurna sesuai perkiraannya. Kurva semanis anggur Belgia seolah menjadi bagian dalam senyum seorang [Name] dan ia melakukannya.
Jelas berbahaya bagi pria asing itu.
"Saya hanya datang terlalu cepat. Anda tak melewatkan apapun," tutur sang hawa.
Tawa singkat mengalun dari mulut pria tersebut. Langkahnya mendekat, menyesuaikan bagaimana baiknya untuk memulai interaksi. Kedua tangan bersanggah pada pembatas balkon bersuhu dingin. Iris mendapati malam berbintang pada angkasa yang kelam.
"Mungkin saya nampak seperti seseorang yang banyak berkomentar, tapi melepas topeng sebelum keluar dari tempat ini adalah sebuah pelanggaran."
[Name] nyaris tersedak wine begitu mendengarnya.
"Y-ya ... Anda tahu kalau saya mengetahui hal itu, bukan?"
Pria itu hanya tersenyum. Jemarinya bergerak, menunjukkan bagaimana ia turut melepaskan topeng motif hitam pada pahatan wajah yang sempurna.
"Kita seri dan kita sama-sama sudah melihat wajah di antara satu sama lainnya." Dia tersenyum.
Embusan angin malam menyamarkan sayup musik klasik dalam ruang utama. Helai mahkota menari, patuh kepada bagaimana udara membawanya. Di antara kedua sosok insan rasakan hati nyaman yang tak asing.
Bilamana proses kerja otak lebih cepat dari rambat cahaya, [Name] akan melakukan respon terbaik sebagaimana ketika pria itu menggenggam lembut kedua tangannya sebelum menuturkan sepatah kalimat.
"Saya Sano Manjiro."
◇◇◇
Ball masquerade party pada masa abad ke enam belas memang budaya kelompok borjuis pada masanya.
Setelah salah satu wanita bermahkota helai gelombang mendapatkan lemoncello⁴ tak berbayar, kaki jenjang menapaki seluk pijakan dansa di keramaian. Sumringah kesenangan nampak pada binar iris mata di balik topeng. Bilamana perayaan pada tahun ini dianggap membosankan, maka [Name] akan menepisnya.
"Mikey!"
Jelas tak raib dalam memori bagaimana pria itu menggenggam kedua tangannya dengan hangat. Disatukan melodi. Menggila dalam dansa malam berbintang.
Sano Manjiro merengkuhnya.
Dan begitulah sebuah pengulangan takdir kedua insan kembali menemukan titik jumpa.
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top