9. Kehilangan
Alleta setia menemani Daniel di rumah sakit. Keadaan cowok itu setiap hari semakin menurun. Arguby setia menemaninya. Orang tua Daniel bahkan sudah pasrah dengan keadaan anak sulungnya.
"Maafkan Daniel, jika dia punya salah." Wanita paruh baya yang sedang megelus tangan Daniel sembari air mata sudah membasahi pipinya. "Dia itu, cuek. Tapi hatinya hangat. Dia nggak pernah marah sama Tante sama Om. Dia menyalahkan diri sendiri karena penyakitnya itu," jelas wanita itu lalu terisak. Sudah berkali-kali kita pinda ke luar negeri hanya untuk mendapat pengobatan. Tapi, yang sekarang Daniel bilang ingin di Jakarta. Dia pengen ngabisin waktunya di kota kelahirannya."
Mendengar itu Alleta terisak.
Semakin banyak alat medis yang terpasang di tubuh Daniel. Kanker yang sudah menyebar luas ditubuhnya sudah berhasil mengalahkan kekuatan Daniel yang kini hanya berbaring lemah.
"Daniel pasti sembuh Tante." Alleta mencoba menghibur.
Wanita itu menggeleng perlahan. "Sebentar lagi ayahnya datang. Dan akan mencabut semua peralatan ini."
Itu artinya Daniel dibiarkan memilih jalannya sendiri.
"Tante, apa Daniel setuju?" Arguby penasaran.
Wanita itu mengangguk. "Itu sudah menjadi kesepakatan Daniel dan ayahnya."
Seorang laki-laki berjubah dokter masuk, ia terlihat lesu dan sangat tak bertenaga. Tangis wanita itu pecah, membuat Arguby dan Alleta semakin bingung.
"Maafkan aku," ucap laki-laki itu lalu memegang kedua pundak wanita itu. Mencium rambut, air matanya terlihat menetes walau ia tak sampai terisak.
"Ini pilihan dia, dan kita nggak bisa menolaknya." Dokter itu ternyata ayah dari Daniel.
Ia menoleh ke arah Alleta dan Arguby.
"Kamu Alleta?" tanyanya. Alleta mengangguk.
Dokter itu tersenyum, ia merogoh saku jubahnya dan mengambil surat di sana.
"Ini dari Daniel. Dia juga nitip salam buat Arguby."
"Saya Arguby, Dok." Arguby ragu.
Dokter itu mengangguk. "Do'akan Daniel selalu ya," ucapnya tegar.
Setelah semuanya siap. Timedis masuk dengan berbagai alat medisnya. Beberapa orang suster sudah bersiap di bagiannya masing-masing.
"Aku ayah yang buruk. Bahkan, aku sendiri yang menjemput kematian anakku."
Tangis Alleta pecah, ia hampir terjatuh namun Arguby menangkapnya.
Tepat pukul 12.00 WIB, semua alat medis yang tersambung di tubuh Daniel dilepas. Tak ada nyawa di sana. Daniel terbebas, Daniel pergi untuk selama-lamanya.
[[]]
Prosesi pemakaman, dihadiri oleh kerabat dan teman-teman Daniel. Merekaelepas kepergian cowok itu dengan penuh tangis. Alleta begitu terpukul, ia lemas dan untuk kedua kalinya tak sadarkan diri.
Setelah malam tiba, Alleta masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Ia ingat sepucuk surat Daniel yang dititipkan kepada ayahnya.
Dear Alleta,
Makasih ya udah mau suka sama gue. Lo bilang gue aneh, iya emang gue aneh. Lo tau kenapa gue milih sekolah itu? Supaya gue bisa ketemu lo.
Lo masih inget? Anak yang pernah lo tabrak sepeda, waktu itu lo panik, dan lo ngobatin anak itu. Itu adalah gue, yang dulu selalu memperhatiin lo, kalo lagi main di taman.
Makasih ya, udah tumbuh jadi anak yang kuat, cerewet, dan memperhatiin gue. Tapi, balik lagi ke dunia lo yang sekarang. Alleta cuma milik Arguby, itu udah peraturan.
Arguby harus jagain lo sampai kapanpun. Sampai dia berhasil buat lo tersenyum bahagia dan aman.
Ingat, gue pergi bukan karena gue benci sama lo, tapi karena gue mau ngeliat lo bahagia sama cowok yang lo cintai.
Alleta terisak, ia berlari menuruni anak tangga di rumahnya. Ia keluar dan berlari menuju gerbang utama, ia mendapati Arguby tengah berdiri di di depannya. Wajah Arguby tampak khawatir dengan keadaan Alleta.
"Lo nggak apa-apa?" Belum sempat mendapat jawaban, Alleta memeluk Arguby erat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top