8. Menghilang
Sudah satu minggu ini Daniel tak masuk sekolah. Membuat Alleta gusar dan khawatir secara bersamaan. Ia mengatakan bahwa Daniel sedang mempermainkannya. Namun, ia juga khawatir karena Daniel tak mengatakan apapun tentang dirinya. Alleta galau, ia berkali-kali mengembus napas karena tak tau akan berbuat apa.
"Lo bantu gue cari dia." Ucapan Alletamembuat Arguby yang sedang sibuk bermain game di gawainya berhenti.
"Nyari di mana? Tahu alamatnya juga nggak."
"Ya lo tanya sama orang TU( Tata Usaha)"
"Eh, pacarnya kan lo, ngapa gue yang repot nyari dia."
"Guby! Gue sahabat lo, kan? Lo mau bantu gue, kan?"
"Nggak," jawab Arguby tegas.
"Oke, kalo lo nggak mau bantu gue. Gue bakal cari sendiri, bahkan jika sampai malam." Mendengar pernyataan Alleta, Arguby menoleh. Mengalah tanpa keikhlasan.
"Oke, oke."
Alleta tersenyum.
[[]]
Setela mendapat alamat Daniel. Keduanya mulaiencari tempat itu. Melewati jalanan yang macet, perumahan yang sepi dan juga terakhir menemukan rumah tua yang masih berdiri kokoh, walaupun dari seluruh penjuru rumah sudah semakin memudar. Alleta menoleh ke arah Arguby.
"Lo yakin, bener ini rumahnya?"
Arguby menyamakan kembali alamat yang didapatnya. "Yakin, kok."
Alleta masih belum percaya. Tetapi, tiba-tiba ia melihat seorang cowok memakai motor yang terakhir mengantar Alleta pulang seminggu yang lalu.
"Itu Daniel," tunjuk Alleta. Motor itu memang masuk ke pelataran rumah tua itu. Alleta dan Arguby segera keluar. Ia masuk melalui gerbang yang dibiarkan terbuka. Menghampiri cowok yang memakai baju santai dan hanya bersandal jepit.
"Daniel," panggil Alleta.
Setelah orang itu membuka helm yang dikenakannya, Alleta bingung. Ia menghentikan langkahnya. Bukan Daniel yang ia panggil, melainkan orang lain.
"Daniel?" ujar cowok itu bingung. "Ah, kalian temen sekolah Daniel?"
Alleta segera mengangguk. Pemasaran apa yang akan dikatakan cowok itu.
"Apa bener ini rumah Daniel?" Arguby menimpali, membuat cowok itu menoleh ke arahnya.
"Ini rumah neneknya, aku sepupunya."
"Jadi," ucap Alleta ragu.
"Daniel tinggal di apartemen. Rumah orang tuanya ada di komplek perumahan residence Jakarta."
"Apartemen? Kenapa?" Alleta ragu.
"Heh!" Cowok bernama Julian bingung. "Dia suka menyendiri."
"Apa kamu bisa kasih alamat dia?" Lagi-lagi Arguby menyeletuk.
"Oke, tapi jangan ke sana sekarang. Soalnya dia nggak ada," ujar Julian.
"Dia ke mana?" tanya Alleta penasaran.
"Dia nggak cerita? Nggak hubungin ke sekolah?" Kini Julian yang penasaran. "Kebiasaan banget anak itu," ucapnya menggelengkan kepala.
"Dia di mana?" desak Alleta.
"Dia di rumah sakit," jawab Julian.
"Dia sakit? Sakit apa?" Alleta tampak terkejut.
Setelah bercerita panjang lebar, akhirnya Arguby dan Alleta mengetahui kondisi Daniel. Pengidap penyakit kanker tulang yang sedang mencoba melawannya dari maut.
Tubuh Alleta bergetar hebat, ia bahkan tak bisa berjalan lebih cepat dari biasanya. Koridor rumah sakit yang terlihat lengang, seolah membuat napas Alleta terdengar oleh Arguby.
"Daniel ada di ruang VIP 04, lantai tiga, rumah sakit Jakarta Internasional." Itu adalah ucapan Julian yang mendorong Alleta dan Arguby langsung melejit menuju tempat itu.
Alleta berusaha mengatur napasnya setelah tepat sampai di depan kamar yang ditujunya. Arguby memegang punggung Alleta dengan kuat. Bertujuan memberi kekuatan untuk sahabatnya.
Perlahan Alleta membuka pintunya. Benar, ia mendapati Daniel sedang berbaring lemah di atas brankar pasien. Selang infus masih tertancap di tangan kirinya, bahkan ada selang yang dimasukkan ke dalam kedua lubang hidungnya.
Alleta menutup mulutnya, air mata yang sudah menggenang kini menetes tanpa aba-aba.
"Apa ini?" ujarnya lirih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top