tidak ada makan siang gratis

Ujian di Bulan Indigo adalah malapetaka. Pertama, Vorqa harus mencari bahan utama sebagai sorotan dari hasil tantangan. Kedua, musim panas memiliki kelembapan minim. Curah hujan rendah membuat Bunga Roh Kudus semakin sulit didapatkan. Ketiga, waktu akan mempengaruhi kualitas keseluruhan proses.

Ujiannya memang sederhana; membuat teh dingin untuk penyegar di musim panas, tetapi dengan insane mode.

Begitu papan virtual menayangkan mukadimah apa yang menjadi topik utama ujian bulan ini, dua puluh peserta—dikurangi satu, menjadi sembilan belas peserta—langsung saling sikut, berlomba-lomba memburu tumbuhan sewangi sedap malam. Tidak ada yang tidak tahu kalau bunga itu bersemi langka di musim panas.

Namun, bukan Vorqa jika ia tidak memiliki trik murahan untuk meloloskan ujian membuat teh dingin dari pengasapan Bunga Roh Kudus.

Tawa serak terdengar putus-putus dari kamar pribadi asramanya.

"Jumlah Bunga Roh Kudus cuman tinggal kurang dari lima. Cih, tahu kalau bakal ada ujian sinting gini, sewaktu keluar Akademi, aku ambil aja semua bunganya," keluhnya sambil menatap peta virtual yang ia tandai lokasi terkini masing-masing peserta. Alarm dari notifikasi ujian masih sunyi, berarti belum ada peserta yang dapat bunga suci itu. "Peserta ujian ada dua puluh, termasuk aku. Kuharap mereka saling bunuh-bunuhan demi dapat bunga yang cuman mekar di malam hari di bawah Bulan Indigo. Terus aja kalian sibuk satu sama lain. Begitu fajar dan waktu terus bergerak, mengasapi kelopak yang udah dijemur tidak mudah buat diseduh ke dalam cawan gerabah."

Matanya melirik ekor jarum jam. "Tujuh puluh dua jam lagi ujian berakhir. Butuh dua belas jam untuk pengasapan. Dan delapan jam buat penyeduhan pakai teknik perembesan kain kasa."

Vorqa turun ke ruang bawah tanah. Bengkel pribadinya yang ia dapatkan secara khusus untuk penelitian magi-botani kentut Kantong Semar. Dengan tetesan darah tikus albino, Vorqa menuangkannya di atas kapur yang sudah ia sketsa melingkar serupa pola mandala.

"Meng gembrot Lord Pandemonium dari segala kembang perawan di malam Suro titik balik Benua Jowo-Sundo, Tuanmu yang agung ini memanggilmu!"

Gelombang halimun berkesiur membentuk tornado setinggi satu meter, di hadapan Vorqa muncul seekor kucing liar ras Lynx mengeong bercampur suara gerung tipis. "Tuan Muda Vorqa! Lama tak jumpa! Ada apa memanggilku?"

Vorqa terkekeh lamat-lamat. "Sebagai majikanmu, aku punya permintaan." Kedua tangannya saling meremas tidak sabar. "Cuman kau yang bisa melakukan tugas ini."

"Apa itu?" Kucing bersurai loreng lantas melompat ke kaki Vorqa dan mengendus-endus celana jengki.

"Aku butuh Bunga Roh Kudus. Tapi di hutan Akademi ini cuman ada lima. Untuk ke sana butuh waktu sepuluh jam. Aku dihukum tidak boleh keluar Akademi sementara ini. Karena kau tidak terikat aturan sihir Akademi Langit Dungeon Lidah Api ini, kau bisa keluar masuk sesuka hati tanpa ketahuan."

"Ya, lalu? Singkat saja apa yang Anda minta," tukas si Meng sambil menjilati daerah sensitifnya.

"Bawakan aku bubuk Bunga Roh Kudus di pasar tradisional Benua Hitam. Harus di Benua Hitam. Di sana satu-satunya yang punya teh tubruk Bunga Roh Kudus paling enak!" Vorqa memberikan sampel kertas bungkus teh Bunga Roh Kudus instan milik Sensei Magi Kuning untuk Meng endus-endus. "Aku butuh kurang dari enam puluh jam."

"Siap, laksanakan."

Begitu ekor surai kuning loreng cokelat keoranyean itu melesap di balik halimun, Vorqa terbahak-bahak.

"Tidak ada yang lebih cerdas dariku! Siapa kira kalau kaupunya peliharaan yang bebas ke portal antardimensi dan sanggup membelikanmu teh instan siap seduh, tanpa repot meramu ulang ke teknik klasik!"

Sementara itu di planetarium Altar Pharaoh, seorang pemuda tengah duduk menyaksikan rembulan Indigo menyembunyikan sebagian bulatan menawannya di balik larikan awan.

"Nak Sceley," panggil Lady Sufina.

Pemuda itu menoleh.

"Apa kau tidak memperkirakan akan ada peserta yang curang? Kudengar dari teman pedagang India, ada sebuah kawasan tradisi yang terkenal menjual racikan teh klasik Bunga Roh Kudus."

Pemuda itu menjauhkan bibir dari cangkir kopinya. "Apa Anda tidak percaya pada anak-anak Kelas Asrama Sensei Magi Kuning?"

"Sejujurnya aku tidak mempercayai semua anak didik di Akademi ini. Lingkungan pendidikan di sini sendiri telah memaksa membentuk personalitas anak-anak lebih adaptif terhadap segala kesulitan," ungkap Lady Sufina sekali lalu menyeruput cairan cokelat di cawan berlukiskan merak biru.

"Bagus, kan?"

Tatapan Lady Sufina pun menerawang. "Masalahnya sifat adaptif yang diadopsi tidak hanya berkelakuan baik sesuai norma, Sensei."

Sudut bibir Sensei Sceley tertarik sedikit. "Kalau begitu, aku ingin tahu hasil ujian kali ini baik dengan cara apa pun, akan kunilai."

Sensei Sceley beranjak dari sofa tamu sambil menunduk hormat pamit kepada Lady Sufina sebelum topi fedora berlabuh ke kepalanya. "Tujuh puluh jam ke depan aku akan kembali."

"Aku menyukaimu yang tepat waktu, tapi kuharap kau bisa lebih bijaksana dalam menilai ujian kali ini," timpal Lady Sufina hingga Sensei Sceley memunggunginya di balik pintu keluar.

Sepuluh jam berlalu melewati semenit, Meng muncul di balik sekeluk halimun. Urat leher Vorqa nyaris meledak jika peliharaannya tak kunjung kembali.

"Berikan kepadaku, cepat sebelum pengawas kakak kelas datang!"

Meng mengangsurkan bungkus kantong semerbak itu yang langsung diambil bocah majikannya.

"Kerja bagus, kerja bagus. Kau tak salah beli. Aku nyaris jantungan kalau kau salah ambil bubuk sedap malam."

"Aku lapar. Mana makananku, Tuan Muda?"

"Makan aja permen jagung di meja itu." Tanpa memedulikan Mengnya yang terengah-engah sambil berguling kelaparan, buru-buru Vorqa membawa kantong teh instan itu untuk segera diracik ke dalam kain kasa untuk mendapatkan teknik rembesan secara otentik.

Meng hanya tergugu-gugu. Hidungnya berkerut-kerut. Alisnya tertukik tajam. Tidak percaya akan perlakuan majikannya yang semena-mena ia pun teringat pada sesosok yang ditemuinya di pasar yang membantunya membedakan bubuk Bunga Roh Kudus dengan bubuk sedap malam, karena mereka memiliki aroma serupa.

Tidak ada makan siang gratis. Jika kau diperintahkan oleh majikanmu untuk mengerjakan sesuatu yang belum kaukuasai, majikanmu harus memberi apresiasi atas keberhasilanmu. Termasuk bantuanku kepadamu juga tidaklah gratis. Aku hanya ingin teh langka ini benar-benar untuk tujuan yang berguna. Tidak menerobos aturan main. Konon, teh ini juga alat menyogok untuk memuluskan usaha ilegal.

Ucapan sosok bertopi fedora itu terus terngiang-ngiang sampai membakar hatinya. Tubuhnya yang letih hanya tersisa emosi negatif.

Meng panggilan itu memicingkan mata ke semua penjuru bengkel majikannya. Di dalam tabung reaksi yang terdapat sebatang Kantong Semar membuatnya terpikat untuk mendekat. Semakin melangkah maju, alisnya pun mengernyit tajam.

"Bau busuk apa ini!? Sial! Kepalaku makin sakit! Oh, tapi! Jangan-jangan ini racun."

Bibir Meng menyengir lebar. Ia tuang cairan ungu kehijauan itu ke dalam tabung kosong lalu ia tutup rapat-rapat sebelum ia kliyengan sambil sekarat menahan napas.

Seraya menunggu waktu yang pas, ia pantau terus gerak-gerik Vorqa. Bocah itu tertawa lebar saat pengawas ujian terpukau pada teknik perembesan dan aroma yang sudah keluar dari bubuk teh itu.

Meng meludah. Entah kenapa instingnya menyala kalau apa yang dilakukan majikannya itu ilegal.

"Sepertinya kau dapat Bunga Roh Kudus kualitas terbaik malam ini. Baunya saja segar sekali bahkan sebelum kita masuk ke dapur asramamu, Vorqa."

"Iya, dong. Aku kan murid kebanggaan Shishou."

Meng menatap sengit ketika majikannya membusungkan dada begitu congkak.

"Murid spesial Sensei Magi Kuning memang berbeda."

"Ayo, ke asrama peserta lain. Oh, jangan lupa untuk segera sajikan teh dingin tiga jam ke depan di ruang aula. Lady Sufina sebagai wakil rektor akan menjadi penilai utama ujian ini."

Meng terbelalak mendengar kabar itu. "Ini pasti akan seru," gumamnya.

Melihat kedua pengawas telah pergi, Vorqa bersorak riang. "Untung aja ada teh instan ini. Cuman ada tujuh peserta rupanya yang berhasil sampai ke tahap perembesan kain kasa. Aku yakin teh instan ini bakal jadi Semanggi Putih-ku. Tidur dulu aja deh." Vorqa melewati Meng tanpa curiga.

Sementara peliharaan pemanggil itu terkikik-kikik teredam. Setelah yakin majikannya terlelap, ia tuangkan cairan busuk itu ke dalam gentong gerabah itu. Lalu ia aduk sebentar dan pergi.

Keesokan harinya, Vorqa yang merasa akan mendapat peringkat pertama dengan angkuh membawa gentong itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu.

"Ayo, perlihatkan kemampuan mumpuni kalian selama satu semester ini di kelas meracik minuman berteknik otentik kalangan atas."

Satu per satu peserta menuangkan teh racikannya ke dalam cawan yang telah disediakan di meja saji menghadap dudukan kaca milik Lady Sufina.

Meng yang bersembunyi di dalam rerimbun mawar, mengintip di balik jendela lengkung. Tidak sabar menanti bom waktu.

Ketika giliran Vorqa untuk menyeduhkan kepada Lady Sufina, bocah itu terdiam membeku di depan meja konter dapur berjalannya.

"Vorqa dari Kelas Asrama Magi Kuning, kenapa diam saja? Mana tehmu?" tanya Lady Sufina.

Ketujuh peserta lainnya menjatuhi pandangan menuntut kepada Vorqa yang menuai gemetar.

"Anu ...."

Diam-diam Sensei Sceley yang duduk di kursi seberang Lady Sufina melihat tajam ke samping jendela. Si Meng tanpa sengaja bertatap-tatapan.

"Vorqa? Ada apa dengan tehmu?" ulang Lady Sufina yang beranjak dari kursi kebesaran dan menghampiri meja ramu Vorqa. "Kenapa tidak lekas kauseduh tehnya?"

"Mu-Mundur, Lady Sufina!" Vorqa sontak berdiri membelakangi gentong gerabah, menghadang Lady Sufina yang terus melangkah. "Kalau Anda terus maju ...."

"Hm?"

2020


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top