peri gigi
"Konon Peri Gigi muncul diam-diam di balik bantal untuk mengambil gigi yang tanggal lalu menukarnya dengan hadiah koin emas. Namun, hati-hati jika Peri Gigi tak menemukannya, maka gigimu yang masih terpasang akan dicuri."
Agira menutup buku dongeng itu. Sudah kesepuluh kalinya ia hanya disuruh membaca buku apa saja yang berhasil menarik interesnya. Anak didik yang mengaku bernama Vorqa pun meninggalkan dirinya di tempat dipenuhi bau kertas dan tinta cumi amis. Serta aroma wangi kopi dari cangkir yang dari tadi masih mengepul jenak di meja seberang ia duduk, entah milik siapa.
Ia pun beranjak dari bangku bilik baca, kemudian mengitari berbanjar rak buku yang menjulang seolah seorang raksasa tidur. Begitu tiba di selasar rak Dongen Peri, ia letakkan kembali buku lusuh itu sesuai abjad.
"Katanya kalau aku ke sini akan ada Sensei yang bisa mengajariku mengontrol Api."
Debas panjang nan lirih menyeret pantatnya menduduki bantalan yang sengaja dibiarkan di lantai yang tertutupi karpet sulam. Ia raba jalinan benang itu. Kalau dipikir sulaman itu mengingatkan pada sosok wanita.
Fragmen ingatan muncul, memproyeksikan layar memoar. Tubuhnya tersentak mendapati siraman cahaya oranye keunguan senja. Siluet seorang wanita berambut ikal menjuntai ke lantai terakota tengah duduk di kursi reyot membelakanginya.
"Kenapa kau diam saja di situ, Agira?"
Sang perawakan tampak asyik menekuni benang-benang jahit yang membentuk pola bunga matahari.
"Tidakkah kau merindukan Ibumu ini?"
Suara familier selembut permen itu mengalun di telinga. Namun, bahu Agira menegang seketika.
"I-Ibu? Bu-bukankah Ibu sudah mati ...?"
Wanita yang dikenali sebagai sosok Ibunya menjatuhkan kain rajut. Dengan sekali sentak ia mencengkeram kerah baju Agira.
"Bukankah kau yang membuatku seperti ini!? Dasar Anak Iblis!"
Hakpen yang tergenggam ia jejalkan ke dalam mulut. Agira tersedak, berusaha melepaskan cekikan, wanita itu justru mendorong bahunya hingga membentur tembok beton.
"HAAAAAH!"
Tubuh Agira mencelat dari bangku. Buku dongeng Peri Gigi kontan dilempar menyambar lilin sampai menggelinding ke lantai, lalu padam.
"Apa itu tadi ...?" Ia tengok sekeliling belingsatan karena mendapati dirinya masih di dalam perpustakaan Akademi Langit. Tangannya meraba leher yang terasa berdenyut-denyut. Ketika jemarinya menelusuri jajaran gigi, ia terpekik. Satu biji gigi gerahamnya tanggal.
"Bagaimana?" Suara asing rendah dan dalam kini yang muncul menyapa Agira. "Apa kau menyukai Dongeng Peri Gigi sampai tak mendengar aku masuk?" Menampilkan sesosok laki-laki dewasa muda yang duduk di meja seberang sana dengan tangan menopang dagu. Di hadapannya cangkir kopi telah tertelungkup.
Sesaat Agira baru menyadari bahwa dirinya kembali berpijak di bilik baca. Bukankah tadi dia duduk-duduk melamun di selasar rak Dongeng Peri sambil memandangi matahari kembali ke peraduan?
"S-Siapa kau?" tanya Agira yang kini ancang-ancang hendak membakar orang itu.
"Bukankah kau mencariku?"
Namun, api yang bergumul di tangan Agira tiba-tiba padam.
2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top