I'll Get You (1)

Vote dan komentar jangan lupa ^^

.

.

Kaki jenjangnya terantuk sebuah undakan saat si pemilik kaki mengejar pemuda manis yang masih saja acuh di depannya. Sesekali, ia mendecih keras pada benda mati yang menghambatnya lari untuk mengejar pemuda manis itu. Satria Mahardika. Mahasiswa tingkat tiga yang terkenal di kampusnya karena ketampanan wajahnya yang banyak di agungi kaum hawa. Sosok pemuda yang kini tengah menyandang status single karena sudah putus dengan kekasihnya sejak SMA –Sonia. Tapi kalian para gadis jangan senang dulu setelah mendengar fakta baru tersebut, karena pemuda tampan itu tengah mengejar cintanya. Terbukti dia jatuh bangun untuk mengejar seseorang yang ia cintai.

"Aduh." –benar kan? Dia kembali terjatuh karena Satria tadi menabrak seseorang yang tak ia kenali di koridor gedung FISIP. Sementara sosok yang ia kejar masih terus berjalan tanpa membalikkan badannya sedikit pada Satria.

"Maaf ya, mas." Satria menunduk meminta maaf, sementara orang yang tadi ia tabrak mendecih sebal dan berlalu pergi.

Sedikit bernapas lega karena takkan terjadi pertikaian, Satria menatap ke depan, dimana seseorang yang sedari ia kejar tak peduli padanya.

Dengan pandangan nanar dan napas yang memburu akibat sedari tadi ia berlari, Satria menunduk lesu.

"Ervin..." lirihnya dalam suara desahnya. "kenapa lo sulit banget si gue capai?"

.

.

.

"Mending lo makan deh, Sat. percuma gue ajak lo ke kafe dan gue traktir kalo ujungnya lo cuekin makanan yang gue pesenin ke lo."

Satria memandang Ferry, sahabat sejatinya. Hari ini tidak seperti biasanya yang seringnya Ferry meminta traktiran padanya, kini sahabatnya yang mentraktir dirinya. Katanya itung-itung bikin temennya terhibur setelah putus dari ceweknya. Padahal Ferry tidak tahu kondisi Satria sebenarnya. Ia bukan murung karena habis putus dengan Sonia –mantannya dulu, ini semua gara-gara seorang pemuda manis yang sudah menguasai relung hatinya. Seorang pemuda manis yang sangat Satria ingin miliki seutuhnya. Ervin.

Entah kenapa, Ervin sekarang menjauhinya semenjak inside pelabrakan Sonia. Padahal sudah sangat jelas, Satria sudah bilang sekarang hubungannya dengan Sonia tengah putus. Dan Satria juga masih ingat, Ervin telah memaafkannya saat ia bawa untuk menceritakan semua kebenaran itu. Satria membayangkan, setelah Ervin memaafkannya, ia akan kembali dekat dengannya. Tapi apa? Pemuda mungil berparas manis itu malah tetap bersikap dingin padanya. Bahkan lebih parahnya lagi, Ervin bertindak seakan-akan tak mengenalnya saat Satria mencoba memanggil dan mendekatinya.

"Jangan mikirin Ervin terus juga kali." Suara seorang wanita, menghempaskan lamunan Satria tentang Ervin. Satria menghela napas. Prita memang sahabatnya yang tahu persis kondisinya sekarang ini. Ia juga bahkan membantu hubungannya kembali baik pada Sonia setelah mereka putus.

"Gue gak bisa kalo gak mikirin dia terus, Prit." Ucap Satria lesu. Ia meraih gelas jus alpukatnya, dan dengan meminumnya sedikit, ia kembali memandang jauh entah kemana.

"Tunggu! Jadi sedari tadi lo lagi mikirin anak sosiolog itu, Sat?" sambar Ferry seketika, spageti yang ia pesan sejenak terlupakan dan memandang tak percaya pada Satria.

"Emang apa lagi, Met. Dia kan galaunya karena Ervin." Dengus Prita, dan kemudian ia kembali memainkan ponselnya.

"Wah, kacau banget lu Sat. kirain lo galau gegara putus sama Sonia. Tahu gini gak ngajakin lo kesini deh."

"Halah! Traktir Cuma spageti doangan udah belagu, lu Met."

"Berisik lo, Prit!" lalu Ferry kembali memandang Satria yang masih melamun dengan wajah begonia, "Serius Sat! gue gak setuju lo suka sama makhluk kasar macem Ervin! Apa yang lo liat dari dia sih? Dia kan sama kayak gue, kayak lo –sama-sama laki!"

Satria berdecak sebal. Memang Ferry setelah tahu kedekatan Satria dengan Ervin sudah menolaknya terang-terangkan. Setelah tahu Satria suka dengan Ervin, Ferry lebih tidak setuju lagi, bukannya homophobic, tapi Ferry sangat menyayangkan sahabatnya itu jatuh suka kepada sesame jenisnya.

"Met, lo gak tahu apa yang gue rasain. Mending lo diem deh."

"Gak bisa gitu –"

"Gue pergi." Ferry tersentak kaget saat melihat Satria yang kini beranjak berdiri dari kursinya. Sedangkan Prita, gadis satu-satunya di sana hanya memandang malas pada kedua sahabatnya. Gadis itu masih diam duduk sambil sesekali menghela napas maklum. Ia sudah tahu jika ia ikut campur pada pertengkaran Satria dan Ferry, ia akan kalah.

Namun ketika Satria berbalik, seluruh badannya membeku. Kedua matanya terbuka lebar saat ia melihat orang yang ia kejar untuk kembali ia dekati akhir-akhir ini. Dia adalah junior di universitasnya, dia Ervin ....dan satu pemuda yang tidak Satria kenali, duduk berseberangan dengan Ervin dan –ini yang sangat bikin Satria meradang –mereka berdua tertawa bersama. Bahkan Satria yakin, ia melihat semburat merah di kedua pipi Ervin, membuat dirinya ingin meninju wajah laki-laki yang membuat senyum Ervin yang harusnya hanya untuknya, kini di rebut oleh dia.

"Ervin..."

Tak sabar, Satria melangkahkan kakinya untuk mendekati dua orang yang ada di seberang sedikit jauh dari mejanya sana. Namun Ferry segera mencengkeram tangannya. Menghentikan pergerakan Satria sejenak.

"Lepas gak, Met?"

"Gak! Lo mau nyamperin Ervin kan? Lo mau bikin keributan di kafe ini, hah?!"

Benar juga. Tapi tetap diam berdiri dengan melihat sesuatu yang membuat darahnya mendidih juga tidak baik juga untuk kondisi Satria sendiri. Pada akhirnya, Satria melepaskan cengkraman Ferry dengan paksa dan berjalan cepat ke meja dimana Ervin dan seorang lelaki yang tak dikenalinya itu. Satria juga mengabaikan panggilan Ferry yang menyuruhnya untuk berhenti.

"Ervin."

Dengan wajah dinginnya, sesampainya Satria di depan meja Ervin, ia segera memanggil nama pemuda manis itu dan selanjutnya, kedua makhluk yang ada di depan Satria langsung terdiam dan balik memandang Satria.

"Ehmm... maaf? Anda kenal Ervin?" pemuda lain yang sedari tadi bersama Ervin membuka suaranya. Wajahnya menunjukkan kesan ramah pada Satria, namun tidak dengannya. Satria melemparkan tatapan benci pada pemuda yang tak dikenalinya itu. Seakan-akan Satria mempunyai dendam kesumat yang tersembunyi di dalam dirinya.

"Lo yang siapa?!" tantang Satria pada pemuda itu.

Ervin sejenak terkejut dengan ucapan kasar Satria pada temannya itu. Sejujurnya ia tidak enak hati pada temannya, bagaimana kalau ia marah dan memukul Satria? Tapi nyatanya, temannya itu malah balik tersenyum kepadanya.

"Saya? Saya temannya Ervin."

"Bohong! Mana ada teman yang ngajak makan siang berduaan gini?!"

Ervin mengernyitkan dahinya lalu mendesis sebal. Kenapa seniornya sok ikut campur dalam masalahnya? Dan ini. Kenapa mereka bias bertemu di tempat ini?

"Apa salahnya mengajak teman makan siang berdua? Toh, kita sudah lama tidak bertemu."

Satria benci dengan sikap kalem pemuda yang ia pandangi penuh dendam itu. Dan Ervin juga sedari tadi diam tak menggubrisnya.

"Revan, ayo kita balik aja."

Mendengar Ervin bersuara, Satria segera menolehkan kepalanya pada Ervin. Apalagi setelah ia mendengar nama yang Satria sudah tahu itu. Revan. Ck! Mana mungkin lupa Satria tidak tahu nama itu? Saat setelah ia mulai ada kedekatan intens dengan Ervin, pemuda manis itu menceritakan segalanya. Dari keluarga, sahabat, bahkan kisah cintanya. Dan salah satunya orang bernama Revan. Satria ingat nama itu, ia adalah mantan pacar Ervin.

Hell!

Bukannya Ervin bilang Revan adalah orang yang di bencinya karena telah memutuskannya begitu saja karena kuliahnya di luar negeri? Kenapa sekarang mereka berada disini dan bercanda riang begitu?

"Revan?"

"Iya. Saya Revan."

Satria mendorong rambutnya secara kasar ke belakang. Sedikit pusing memang dia hari ini. Apalagi kini pusingnya bertambah saat melihat Ervin jalan dengan mantannya. Pikiran-pikiran tentang CLBK antara Ervin dengan mantannya berkelebat di otaknya.

"Kita balik." Melihat tangan putih Ervin yang terulur untuk menggapai tangan Revan, Satria segera menghentikannya dan menangkap pergelangan tangan milik Ervin.

"Kata siapa lo boleh balik bareng dia?" meski Ervin berontak ingin melepaskan genggamannya, Satria terus saja menahannya secara kuat. Kedua matanya menatap serius ke mata Ervin.

"Van, tolongin gue." Lirih Ervin pasrah saat ia pikir tak bisa melepaskan diri dari Satria.

"Elo!" tunjuk Satria pada Revan yang hendak maju untuk menarik kembali Ervin padanya. "lo diem disitu."

"Tunggu. Pertama, kamu itu siapa? Kedua, kenapa kamu sekasar itu pada Ervin?"

Satria mendengus mendengar pertanyaan konyol dari mantan pacar Ervin yang ia lihat sangat tidak pantas bersanding dengan Ervin. Memang sih, pemuda itu terlihat tampan dengan postur tubuh yang tinggi –tapi tetap dirinyalah yang paling tinggi. Satria sama sekali tidak tahu, kenapa Revan dengan begonia melepaskan Ervin dulu, padahal dirinya sekarang ini mengejar Ervin mati-matian. Takdir memang terkadang konyol.

"Lo gak perlu tahu urusan gue." Kembali Satria arahkan kedua matanya pada Ervin, "dan lo, Vin. Elo ikut gue."

"Apa? Revan –"

"Jangan panggil namanya!"

"Kak lepasin gak?!"

"Gak!" Satria masih menyeret Ervin untuk tetap dibawanya pergi. Sementara Satria mendengus saat Revan ternyata hanya pemuda pengecut yang masih berdiri mematung disana.

"Lihat! Mantan lo hanya diem berdiri disana tanpa perlawanan. Orang seperti dia gak pantes sama lo, Vin."

Namun Ervin tak mendengar sepenuhnya ucapan Satria. Ia akhirnya pasrah di tarik keluar dari kafe oleh seniornya itu. Membuat beberapa orang disana melihatnya. Untung kafe itu sedang tidak banyak kedatangan pengunjung, jadi Ervin tak menahan malu berlebih di tarik-tarik seperti ini. Sampai mereka berada di parkiran, Satria baru melepaskan genggamannya untuk membuka pintu mobil yang Ervin tahu ini adalah mobil milik Satria.

"Masuk."

"Aku gak mau di perintah-perintah!" ucap Ervin jengkel.

Terdengar Satria menghela napas pelan, lalu kembali berucap, "Vin, plis, masuk ya?" ucapnya yang kali ini terdengar sangat halus tanpa ada nada perintah.

Ervin tetap diam sambil memandang kebawah dimana kakinya menapak.

"Vin? Plis, gue gak tahan tahu gak semala ini lo ngejauhin gue gini."

Ervin mendongak, lalu ia turuti omongan Satria dan masuk ke dalam mobilnya.

Seketika Satria tersenyum. Sesudah ia menutup pintu yang tadi Ervin masuki, ia segera berputar menuju kursi sopir dan masuk ke mobilnya.

"Nanti kak Ferry sama kak Prita gimana? Pasti tadi kakak bareng mereka kan?"

"Tenang aja. Mereka bisa pulang sendiri."

"Tapi..."

"Vin, gue perlu ngomong sama lo. Beri waktu lo untuk gue bentar, ya?"

Ervin terdiam. Ia memandang lurus kedepan dengan pikiran yang banyak yang ada di otaknya. Sampai akhirnya ia mengangguk dan Satria tersenyum senang karenanya. Satria dengan semangat menyalakan mesin mobil dan melaju meninggalkan area prakir kafe itu.

"Kak, kalo bias kita ngomongnya dirumahku aja."

"Rumah lo?"

Ervin mengangguk. "rumahku lagi sepi kok."

Mendengar itu, Satria tersenyum dan mengangguk untuk menyetujuinya, "Baiklah."

.

.

.

Otak Satria berhenti bekerja saat Ervin kini telah berdiri di depannya yang tengah meletakkan minum dan setoples cemilan di atas meja. Bukan. Bukannya Satria sangat haus hingga meneguk air liurnya berkali-kali sejak Ervin keluar dari dapur menuju ruang tamu dengan membawakannya minuman. bukan itu. Tapi...

"Silahkan diminum kak."

"Vin, lo kok pake celana pendek gitu sih?"

Ervin menaikkan sebelah alisnya. Menurutnya tidak ada yang salah dengan dirinya. Ia memang sering menggunakan celana pendek di rumah. Sekarang memang ia hanya memakai celana pendek yang memperlihatkan paha putihnya. Pantas kan? Yang ia pakai adalah celana futsalnya waktu SMA jadi sekarang sudah agak ke pendekan.

"Loh? Emang kenapa? Aku biasa pake celana pendek di rumah."

Iya. Tapi gak di depan gue juga kali –batin Satria cemas. Ia tidak bias menghiraukan paha mulus nan putih milik Ervin begitu saja. Tapi jika ia terus memandangnya.... Satria kembali meneguk ludahnya. Lalu dengan keras ia menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk menghilangkan pikiran kotor yang bersarang di otaknya.

"Kak Satria mau ngomong apa? Sebenernya tadi gue gak enak. Revan tadi sms sudah sampai rumahnya."

"Nah itu!"

"Itu apa?" ucap Ervin polos seraya memiringkan wajah manisnya. Membuat Satria tersentak dan kembali berkedip saat ia punya niatan untuk mencium Ervin saat itu juga.

Sebelum berbicara, ia meminum minumannya, "Kenapa lo jalan sama Revan. Dia kan dulu udah campakin lo!"

"Siapa yang bilang?"

"Lo dulu bilang gitu."

"Enggak kok. Emang kami putus, tapi dia gak campakin aku. Aku terima saja diputusin dia karena memang kita gak mau LDR-an."

Eh? –Satria menaikkan sebelah alisnya, benarkah itu? "Lalu ngapain kalian jalan berdua? Mau CLBK?"

Ervin mendengus sebal, "Dia tuh lagi dapet libur satu minggu, makanya dia pulang sebentar. Dan karena waktu singkat itu dia ngajakin aku jalan sebagai teman. Tapi..." Ervin melirik Satria dengan tajam, "tapi kak Satria hancurin semuanya!"

"Tunggu dulu! Gue kan gak tahu itu!"

"Makanya jangan asal tarik! Emangnya apa hak kak Satria larang-larang aku jalan sama siapa!?"

"Siapa? Bukankah gue itu –" tenggorokan Satria terasa tercekat kala ia menjawab pertanyaan Ervin. Ia garuk tengkuknya yang tak gatal karena canggung.

"Apa?"

"Gue itu... -Vin, kenapa lo ngejauhin gue? Bukannya waktu itu gue udah lo maafin?"

Ervin mendecih sebal saat Satria tidak menjawabnya langsung bahkan mengalihkan pembicaraan sekarang.

"Bukankah sudah jelas kalau aku itu lagi gak mau dekat-dekat dengan kak Satria."

"Itu bukan alasan! Vin, sungguh gue pengin kita bersama lagi kayak dulu. Gue janji, gue akan bikin status kita jelas pacaran."

"Oh ya?" sebenarnya Ervin ingin tertawa melihat wajah memelas seniornya itu. Namun ia tahan dan membuat wajah sedingin mungkin.

"Iya! Bener deh!"

Bukannya Ervin tersenyum senang, ia malah menguap malas, "Kak, aku ngantuk. Capek banget semalaman bikin tugas. Bisakah Kak Satria pulang?"

"Apa? Tapi Vin... gue –"

Ervin kembali menguap, "Maaf ya kak. Kapan-kapan kita ngomong lagi."

"Eh Vin. Vin tunggu dulu –"

Ervin mendorong tubuh Satria untuk keluar dari rumahnya.

"Maaf ya kak. Besok-besok kita bicara lagi deh, janji."

"Tapi Vin –"

BLAM!

Pintu rumah Ervin tertutup sebelum Satria menyelesaikan kalimatnya.

"POKOKNYA GUE GAK AKAN BERHENTI SAMPAI GUE DAPETIN LO, VIN!"

Terdengar teriakan Satria yang berasal dari luar. Ervin terdiam sesaat waktu tangannya tengah mengunci pintu rumahnya. Dengan helaan napas, ia menyenderkan punggungnya di pintu dan memandang ke langit-langit rumahnya. Suara detu mesin mobil Satria terdengar berikutnya. Dan tanpa Ervin sadari, ia tersenyum teringat semua ucapan seniornya tadi padanya.
.
.
.
END

A/N : ini bukan sequel ya... eh tapi terserah readers mau anggap cerita ini apa hahahaha yang jelas, laptop saya udah sembuh! Yeyeyelala *kasih es krim ke adek*

Iya... adek saya mungkin takut sama anceman saya jadi dia memperbaiki laptop saya di tempat PKL nya. Dan emang ya omongan fujoshi itu manjur, nyatanya di tempat PKL ternyata adek saya udah dijodohin sama cowok oleh bos tempat PKL adek saya. Jadi saya ngakak aja. Makanya dia takut dengan ancaman saya, karena ternyata dia udah di bikin bahan homo-an sama boss nya astaga kasihan sekali dedek saya *cupcupcup*

Yosh! Yang ngarepin cerita lanjutan ini, dimohon kasih vote dan komentar sebanyak banyaknya. Agar cerita selanjutnya dari RESET bisa saya tulis lagi.

Jangan komen 'next thor/ lanjut thor' jika ada komenan gitu saya gak mau LANJUTIN!

Akhir kata,

Arigatchu~ :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top