Ch 5

"Menunggu lama?"

"Kak Satria?" Ervin memasang wajah terkejut kala ia sedang berdiri di halte depan kampus untuk menunggu bus, tiba-tiba ada seniornya yang hampir sebulan ini dekat dengannya tengah tersenyum di atas motornya. Seperti biasa, dia terlihat keren dan tampan. Berbeda dari minggu yang lalu saat ia menggunakan motor matic, kini Satria menggunakan motor sport berwarna hitam yang terlihat sangat gagah.

"Kok pulang gak bilang-bilang?"

Ervin menggembungkan kedua pipi putihnya dengan sebal, "Emang wajib gitu lapor ke kak Satria kalau aku mau pulang."

Satria terkekeh, "Tentu. Untuk apa coba waktu itu gue minta jadwal kelas lo?"

Ervin menunduk, lalu menggaruk rambutnya pelan.

"Naik!"

"Apa?"

"Ck! Ayo buruan naik. Gue anter lo pulang."

"Eh? Emang kak Satria udah gak ada kuliah lagi?"

Pemuda tampan itu diam sejenak, lalu dengan canggung, ia arahkan tangannya untuk mengusap hidung nya –itu kebiasaan Satria jika sedang grogi atau berbohong, "Sebenarnya... hari ini gue gak ada kuliah."

Ervin menaikkan sebelah alisnya, lalu ia mengangkat tangan kirinya untuk melihat jam yang ada di lengannya, "Jam 4 sore. Kakak ngapain kesini kalau gak ada kuliah?"

"Jemput lo?" itu bukan pernyataan, tetapi lebih menuju ke pertanyaan. Satria tampak kikuk saat mengatakan hal tadi.

Ervin menyeringai, "Jemput aku? –wah, aku terharu sekali di jemput oleh pangeran kampus."

" –eh tunggu! Lo jangan ge-er dulu. Gue tadi habis ke kos-annya Slamet ngerjain makalah –yah... gue tiba-tiba inget hari ini lo pulangnya jam segini jadi..."

"Jadi kak Satria pulang sekalian nganterin aku?" lanjut Ervin.

"Tepat. Ayo buruan naik. Keburu gelap nanti malah tambah dingin."

Ervin tersenyum manis, ia meraih helm yang biasa Satria pinjami padanya dengan senang hati. Lumayan, sejak ia kenal dengan seniornya itu, Ervin jadi hemat uang saku yang biasanya ia bagi untuk uang transport. Alih-alih ia memiliki kecurigaan bahwa seniornya itu ada ketertarikan padanya, ia tak memedulikannya. Untuk saat ini sih. Karena perkenalan mereka masih belum lama, jadi Ervin belum berani memutuskan.

"Jangan cepet-cepet. Akhir-akhir ini sering terjadi kecelakaan kak."

"Masa? Tapi aku mau yang cepet aja deh."

"Loh? Kenapa?"

Di balik helmnya yang sudah tertutup kaca, Satria menyeringai senang, "Karena kalo gue jalanin motornya cepet, pasti lo bakal meluk gue."

Seketika wajah Ervin mulai memerah, jikalau Satria melihatnya, sudah pasti dia akan berkomentar 'manis' untuk Ervin. Namun sayangnya Satria tak melihatnya, dan tanpa mendengar balasan kata dari Ervin, Satria melajukan motornya –tentunya dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan hal itu cukup agar Ervin memeluk pinggangnya.

Hah! Dasar modus!

%%%%%

"Dek, ada Hakam nih." Suara ibunya yang berasal dari ruang tamu, membuat Ervin mengalihkan kedua matanya dari ponsel. Lalu ia melirik jam, sudah pukul delapan malam. Tadi sehabis Ervin sampai rumah diantar oleh Satria, Hakam memberinya pesan bahwa ia akan main ke rumahnya. Terlalu lama berbalas pesan melalui LINE dengan Satria, tak terasa sudah pukul delapan malam dimana Hakam berjanji untuk datang.

"Iya bu, bentar..." serunya dari dalam kamar.

Ervin keluar dari kamarnya yang terletak di ruang tengah, dan berjalan ke ruang tamu, dimana dia melihat Hakam yang sedang duduk dengan memainkan ponselnya.

"Tumben tepat waktu." Ucap Ervin seraya menghempaskan bokong nya ke sofa.

Hakam mendongak, lalu tersenyum remeh ke arah sahabatnya itu, "Lo mau gue dateng kesini jam setengah dua belas?"

"Males banget, yang ada gue udah molor kali."

"Yaudah."

Lalu mereka diam. Ervin kembali melihat ponselnya yang terdapat pesan dari Satria.

SatriaMahardika : Sekarang, lo gak usah repot-repot naik bus. Ikut gue aja tiap hari :D

Ervin_F_H : gak ngerepotin nih? Kan BBM udah mahal.

SatriaMahardika : Gak ngerepotin, yang ngerepotin itu kalo gue sehari gak liat lo.

Seketika senyum manis terpeta di wajah putih Ervin.

"Ngapain lo senyum-senyum sendiri sambil liatin ponsel?"

Ervin terhenyak mendengar suara Hakam yang menginterupsinya.

"Huh? –gue?" Ucap Ervin bingung.

"Iya. Elo. Gebetan baru ya? Cieee~"

Wajah Ervin memerah, "A-apaan sih lo?! Gebetan apaan? –ngaco!"

"Halahh... muka lo merah tuh. Tandanya omongan gue bener."

Ervin terdiam, lalu memasukkan ponselnya ke sakunya. "Ngomong-ngomong, tujuan lo kesini ngapain?"

"Tega lo. Gue dari dulu kan sering nyelonong ke sini tanpa alasan."

"Lah trus? Lo mau numpang tidur di sini?"

"Gak. Gue Cuma mau tanya –"

Ucapan Hakam Terputus saat ibunya Ervin datang membawakan minuman serta berbagai cemilan yang diletakkan di dalam toples kaca.

"Ini diminum ya, Hakam. Kamu kok sejak kuliah jadi jarang main kesini?"

Hakam tersenyum sopan, "Makasih tante. Hmm... awal semester kan sibuk, tan. Jadi... yah gitu deh. kita juga beda fakultas."

Ibu dari Ervin itu tersenyum maklum, "Iya...tante ngerti kok. Ayo Hakam, ini minumannya diminum. Tante masih ada kerjaan dari kantor. Tante tinggal ya..."

"Iya tante."

"Jadi, lo mau tanya apa tadi, Kam?"

Sepeninggal ibunya, Ervin langsung kembali bersuara.

"Lo kok sekarang sulit dihubungi?"

"Gue sibuk, Kam. Lo tahu sendiri gue udah ada tugas makalah. Gak sempet bales-balesan pesan."

"Lo juga jarang ngumpul sama gue sama Linda dan temen kita waktu SMA. Biasanya kan lo gak pernah ketinggalan kalo kumpul."

Ervin menghela napas, lalu melipat kedua tangannya di depan dada, "Gue sibuk nyari materi. Plis, lo ngertiin gue."

Sebelah mata Hakam memicing curiga, "Tapi ini udah hampir sebulan lo kayak gini. Setahu gue juga bikin makalah seminggu selesai. Di perpus, internet banyak materinya, Vin."

Kedua bola mata Ervin bergerak-gerak gelisah dan kedua tangannya saling remas, ia terasa menjadi tersangka disini.

" –lo ngomong sibuk dan gak bisa kumpul bareng kita, tapi kenapa lo bisa sering jalan bareng kak Satria?"

Kali ini Ervin mendongak, wajahnya pias antara kaget dan takut. Ia jarang berbohong pada temannya terutama Hakam, jadi dia sekarang merasa sangat khawatir.

"Lo... pacaran sama kak Satria?"

"Enggak!" sangkal Ervin cepat. "Kita Cuma temenan kok."

"Tapi kedekatan lo sama dia terlihat lebih dari seorang teman."

Ervin diam, ia kembali menundukkan kepalanya.

"Vin, gue udah gak kaget lihat lo deket sama seorang cowok. Bukan hal baru lagi ada cowok yang pedekate sama lo. Tapi –"

"Kam, gue beneran Cuma temen sama kak Satria. Gak lebih. Emang lo liat gue sama kak Satria kapan?" Ervin segera memotong ucapan Hakam.

"seminggu yang lalu di mall. Gue lihat lo jalan sama dia. Gue sengaja gak nyapa lo waktu itu."

Ya. Ervin ingat, waktu itu Satria memaksanya untuk menemaninya ke mall untuk membeli sebuah kemeja. Dan ia juga tak lupa, ia juga dibelikan sebuah kaos. Padahal Ervin menolaknya, tapi Satria tetap memaksanya.

"Gue –"

"Vin, lo gak ingat sama Revan? Dia udah nyakitin lo. Lo gak ingat waktu lo putus sama dia, lo uring-uringan gitu sampe makan tak terkendali? Terus sakit? Lo gak inget?"

"Gue inget kok. Tapi Kam, kak Satria hanya nganggap gue temen kok."

"Itu Cuma penyangkalan lo. Sebenernya lo juga sadar kan kak Satria sedang deketin lo?"

Kali ini Ervin tak bisa membatah. Ucapan Hakam memang benar adanya. Sejak awal Ervin sudah sadar bahwa seniornya itu seperti sedang mendekatinya karena tertarik padanya.

"Vin, gue khawatir lo kayak dulu lagi. Kak Satria itu cowok populer –sama kayak Revan. Lo gak curiga dia udah punya cewek di luaran sana?"

Ervin merasa tersadar akan sesuatu. Ya. Dia baru sadar, apakah kak Satria itu cowok single atau sudah menjalin hubungan dengan orang lain? Ervin tidak menyadarinya hingga sejauh ini. Bagaimana ia bisa sadar? Satria terlihat jarang memegang ponselnya saat sedang bersamanya –yang berarti dia sedang tak ada yang di hubunginya secara rutin. Dan saat di kampus, Ervin sering lihat Satri itu kumpul dengan sahabat-sahabatnya yang Ervin sudah kenali. Jadi... Satria cowok single kan?

"Kam, kayaknya dia single soalnya gak ada tanda-tanda dia punya hubungan intens selain dengan sahabat-sahabatnya....dan juga gue." Ervin mengakhiri kalimat terakhir dengan cukup lirih, namun Hakam mendengarnya dengan jelas.

"Kalau memang faktanya begitu, bagus deh. tapi lebih adem, lo tanyain langsung sama dia. Lo udah pernah tanya?"

Ervin menggeleng lesu.

"Ck. Dasar! Lain kali jika ada kesempatan, lo coba tanya statusnya dia apaan. Ngerti?"

Ervin menjawabnya dengan anggukan. Ya. Dia akan coba tanya padanya. Agar dirinya tidak terlalu percaya diri bahwa seniornya itu tertarik padanya.

.

.

.

Ervin teringat pembicaraannya dengan Hakam semalam. Ia jadi lesu dan kepikiran selama jam kuliah berlangsung. Ia jadi berpikir, bagaimana kalau seniornya itu hanya suka mengajakinya jalan dan bukannya suka dengannya?

Tunggu!

Ini kok jadi Ervin mengharapkan seniornya itu naksir padanya sih?

Ervin segera menggeleng kuat-kuat.

"Vin, lo oke kan?"

Ervin tersadar, ia lupa, sekarang dirinya sedang makan siang bersama Satria di warung mie ayam dekat kampus. Bahkan Ervin belum menyentuh mangkuk mie ayam nya sama sekali sejak mie ayam nya itu di antar ke mejanya.

Ervin mengangguk, "Aku gak papa kok kak." Lalu ia tersenyum manis. Membuat Satria yang duduk di hadapannya ikut tersenyum.

"Kok mie ayamnya gak di aduk? Entar dingin, gak enak loh."

"Oh, ini aku –"

"Mau gue adukin mie nya?"

Tanpa menunggu jawaban Ervin, Satria langsung mengambil mangkuk mie milik Ervin untuk ia aduk.

Lihatlah! Bagaimana Ervin tidak berprasangka bahwa seniornya itu naksir padanya kalau perlakuan Satria begitu manis saat bersamanya.

Lain kali jika ada kesempatan, lo coba tanya statusnya dia apaan. Ngerti?

Ucapan Hakam semalam terdengar lagi di telinganya.

Benar. Ia harus mengetahui kejelasannya.

"Kak?"

"Hm." Ucapnya tanpa memandang Ervin, Satria masih terus mengaduk mie ayam milik Ervin.

"Kak Satria sebenarnya sudah punya pacar belum?"

Tiba-tiba gerakan kedua tangannya yang sedang mengaduk berhenti sejenak, lalu ia kembali mengaduk lagi dan menyerahkan mangkuk itu ke Ervin.

"Udah kecampur semua sausnya. Ayo makan, Vin."

Aneh... Ervin yakin tadi Satria mendengar ucapannya. Apa dia sedang mengalihkan pembicaraan?

Tanpa membahas lebih jauh –mungkin seniornya itu tidak mendengarnya atau apa, Ervin memilih makan.

Tbc

A/N : jangan lupa untuk kasih vote dan komentar di cerita ini. Don't be silent readers ^^ yups~ budayakan untuk VOMENT

See ya di chapter selanjutnya.

Arigatchu~

Multimedia : sebagai Hakam

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top