Ch 4

Budayakan Voment guys ^^

.

.

"Lo yakin makan sebanyak ini, Vin?"

Satria melihat semua makanan yang ada di meja setelah pelayan di tempat makan yang mereka kunjungi mengantarkan makanannya.

Ervin menggigit bibirnya dengan tidak enak. "Err... aku tadi hanya pesan paket 1 dan 2, aku gak tahu bakal sebanyak ini. Kan baru pertama ini aku ngunjungi restoran ini."

Ya. Kini Satria dan Ervin ada di sebuah tempat makan setelah Satria membawa dengan paksa Ervin yang meronta ingin pulang saja waktu di jalan.

"Nanti aku yang bayar kok kak. Kak Satria tenang aja."

Satria segera menggeleng cepat, "Tidak. Makanlah sebanyak yang lo mau. Ntar gue yang bayar semua."

Kedua mata Ervin menyipit saat seniornya itu tersenyum saat mengatakan hal tadi, "Beneran nih? Ini cukup mahal loh kalau di total dengan pesanan kak Satria."

Satria terkekeh dengan mengibas-ngibaskan telapak tangannya dengan entang, "Tenang, gue bawa uang lebih."

Ervin tak membalas, ia mengedikkan kedua bahunya dan beralih melihat semua makanannya yang hampir memenuhi permukaan meja –ini lebih banyak dari pada makanan yang di pesan Satria. Mungkin nanti ia bisa membagi makanannya dengan seniornya itu.

"Aku makan, ya kak?"

"sure! Cepat habiskan semuanya. Tapi itupun kalau lo sanggup habisin semua."

Di telinga Ervin, itu terdengar seperti nada ejekan untuknya. Seniornya ini memang tidak tahu –bahkan orang lain yang baru melihatnya pasti mengira Ervin makan sedikit karena tubuhnya yang terbilang kurus dan kecil. Padahal? –yeah, Ervin ingat dulu, saat ia baru putus dengan pacar cowoknya, ia bahkan memakan dua porsi bakso dan dua puluh menit kemudian, ia memesan seporsi mie ayam super pedas dengan es krim berukuran jumbo. Habis kah semuanya? Habis! Tentu saja. Ervin sendiri juga tidak tahu, kenapa badannya tidak pernah bertambah gendut dengan porsi makannya yang bisa di bilang kurang wajar.

Ervin memulai dengan mengambil nasi dan berbagai lauk pauk yang tersedia di meja. Namun semangatnya melihat makanan yang ada di meja luntur, kala ia tak sengaja melihat Satria yang senyum-senyum melihat dirinya.

"Kak Satria gak makan?"

"O-oh –ya... gue mau makan." Seakan tersadar dari lamunannya, refleks Satria segera mengambil makanannya dan menyendoknya dengan canggung. Dia merasa malu karena tanpa ia sadari memandangi Ervin dengan begitu lama.

.

.

"Woah... keren!" Satria tak henti-hentinya mengeluarkan ekspresi kagum dan tidak percaya atas apa yang dia lihat. Makanan yang tadi di pesan Ervin yang hampir menutupi permukaan meja saking banyaknya untuk dimakan satu orang, kini semuanya habis. Piring-piring semuanya kosong. Dan kini Satria masih tidak percaya bahwa Ervin masih sanggup menghabiskan semangkuk bakmi kuah yang baru ia pesan lima menit yang lalu.

"Vin, lo yakin badan lo gak ketuker sama siapaa gitu? Kok badan sekecil lo bisa sanggup habisin semua makanan yang lo pesen?"

Ervin tak menjawab, ia masih sibuk dengan makanan terakhirnya sembari mengusap peluh yang keluar dari dahinya.

Satria terkekeh melihatnya. Apalagi saat Ervin memakan mie nya dengan rakus hingga kedua pipi putihnya mengembung dan bibir peach nya mengerucut.

Tidak ingin kehilangan momen yang langka itu, Satria segera mengeluarkan ponselnya dan –

JEPRET!

Cute

Satu gambar Ervin yang sangat langka itu telah tersimpan di memori ponselnya. Kini Satria sudah mengoleksi dua gambar Ervin di ponselnya. Dengan pelan dan masih tersenyum-senyum sendiri, Satria kembali menyimpan ponselnya ke saku.

Menyadari ada flash dan suara kamera yang sepertinya mengarah padanya, Ervin mendongak dan sejenak melupakan makanannya. Dengan pandangan curiga, Ervin menaikkan sebelah alisnya ke arah Satria.

"Kakak tadi motret aku?"

"Siapa? Ge-er lo. Gak! Siapa juga yang mau motret orang yang makannya begitu banyak dengan kuah yang bercecer-cecer?" lalu Satria mengambil tissue yang ada di meja untuk ia gunakan untuk menyekah kuah yang menempel di sekitar bibir dan pipi Ervin, "Ish... lo ini umur berapa sih? Makan kok gak bener gini?"

Sementara Satria sibuk dengan kuah yang menempel di wajahnya, Ervin tiba-tiba merasakan kebekuan di tubuhnya dan kedua matanya tak bisa lepas dari wajah Satria yang tersenyum manis saat membersihkan wajahnya. Ia seakan-akan kembali ke masa lalu, saat kekasihnya juga memperlakukan hal seperti ini saat dirinya tak beres dalam makan.

"Nah, udah bersih. Oh? Bakmi nya udah habis? Mau nambah lagi?"

Ervin tersadar dari lamunannya dan kedua matanya langsung mengedip, "Ap-apa? –oh... gak kak. Udah kenyang banget aku."

Tapi Ervin masih kepikiran, tadi dia tidak salah kok. Ada flash dan suara kamera. Apa mungkin dari meja sebelah?

Ervin mencoba mengabaikannya. Ia lalu beranjak berdiri dari kursinya sesaat setelah Satria juga melakukan hal yang sama.

"Kak, aku ikut bayar separuh ya?"

"Gak usah. anggap aja ini salam perkenalan kita. Kalau mau, lo kapan-kapan bawain gue makanan kayak waktu itu, tapi khusus lo yang masak."

Bibir Ervin mengerucut saat menimbang usulan dari seniornya itu, "Baiklah."

Satria tersenyum, lalu mengacak rambut lembut Ervin, yang membuat pemuda manis itu kembali mengerucutkan bibirnya, "Makasiihhh... lo kok manis banget sih? Boleh gue bawa lo pulang?"

Ervin menyingkirkan tangan Satria dari kepalanya dengan sedikit kasar, "Gak boleh! Entar aku malah dicariin ibuku!"

Satria terkekeh mendengar penuturan polos Ervin. Sungguh! Baru kali ini ia menemukan makhluk berjenis kelamin laki-laki semanis Ervin. Bahkan perempuan saja tidak bisa menyamai manisnya Ervin. Jika tempat ini sepi, Satria tidak ragu ia akan memeluk Ervin dengan erat untuk ia benamkan di dadanya dan ia cium sepuas mungkin.

Astaga Sat! Lo mikirin apa sih?

Satria segera menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia tak tahu, entah sejak kapan ia jadi pria yang mesum. Mungkin saat ia bertemu dengan Ervin?

"Kak? Ayo kita pulang. Udah jam tujuh malem."

"Oke. Ayo kita ke kasir." Tanpa Satria sadari, tangannya menggandeng tangan Ervin yang lebih kecil darinya saat menuju meja kasir. Dan Satria baru saja menyadari tautan itu saat Ervin membalas pegangan tangannya dengan lembut.

.

.

.

"Makasih kak atas tumpangannya dan juga makannya. Lain kali aku pasti buat bekal untuk kak Satria."

Satria tersenyum, lalu ia mengacak-acak lagi rambut Ervin dengan lembut, "Sudah semestinya lo begitu, kan?"

Ervin mendengus dan mengangguk dengan wajah bosannya.

"Udah malam. Gue cabut ya?"

"Gak mampir dulu, kak?"

"Gak usah. salam aja buat ortu sama kakak lo."

Ervin mengangguk, "Hati-hati kak."

Satria tidak membalas, ia segera menyalakan mesinnya dan memakai helmnya untuk kemudia ia melajukan motornya meninggalkan rumah Ervin.

"Siapa itu dek tadi yang ngantar kamu?"

Suara seorang wanita membuatnya berbalik melihatnya yang kini wanita itu sedang berdiri di pintu depan. Ervin berjalan mendekatinya.

"Senior di kampus kak."

Wanita yang kelihatan berumur dua puluhan itu mengernyit heran, "Senior? Teman dulu waktu SMA kamu?"

"Bukan –erghh Ervin juga gak tahu kak. Tiba-tiba senior itu deketin Ervin."

Tak ingin di tanya yang lain-lain oleh kakak perempuannya, Ervin merengsek masuk ke dalam rumah dan langsung naik ke atas menuju kamarnya.

Setelah meletakkan tas dan sepatunya juga jaketnya, Ervin menghempaskan diri ke ranjangnya. Helaan napas kasar terdengar, Ervin merasa sangat lelah hari ini juga lelah berpikir. Iya. Ervin terus memikirkan perilaku seniornya itu kepadanya.

Sebenarnya Ervin mulai merasa nyaman dengan seniornya itu. Tapi ia takut. Takut nanti ia jatuh suka pada Satria dan malah semua perkiraannya tentang perilaku manis Satria itu tak berarti apa-apa untuknya. Ia tidak ingin kembali merasakan sakit hati. Tidak sekarang setelah kepergian kekasihnya yang merantau untuk belajar ke negeri sebrang.

Suara default dari aplikasi LINE terdengar. Ervin tersenyum manis saat membaca si pengirim pesan beserta isi pesannya.

SatriaMahardika : Besok lo harus makan siang bareng gue di kantin FE. Ok?

Segera saja Ervin membalasnya dengan wajahnya yang masih memasang senyum manisnya.

Ervin _F_H : Ok!

Dan sepertinya, malam ini Ervin bisa bermimpi indah. Ia bahkan waktu berputar lebih cepat agar ia cepat juga pergi ke kampus dan bertemu dengan seniornya itu.

%%%%%

Ervin tak menyangka, saat ia keluar dari kelasnya, Satria telah menunggu di depan kelasnya. Dia berdiri dengan wajah cool seperti biasanya membuat para mahasiswi di sana memekik girang dan berharap Satria akan menyapanya. Kemarin Ervin ingat, sebelum pulang, Satria memaksanya untuk memberikan jadwal kelasnya ke dia. Terpaksa Ervin mengirimi jadwal kuliahnya lewat pesan.

Saat ervin menanyakan untuk apa jadwal itu, Satria menjawab, karena ia tidak ingin menunggu Ervin seperti sebelum-sebelumnya untuk mengajaknya jalan bersama. Seketika Ervin kembali merasa aneh. Ada sentakan lembut dan hangat dari hatinya karena itu. Tapi seperti biasanya, Ervin segera menolak perasaan baru yang kini ia ketahui ada benih kecil yang bernama 'rasa sayang' pada seniornya itu.

Dan Ervin sekarang merasa canggung, ia pikir, ia hanya akan makan berdua dengan Satria, tapi saat di kantin, Satria melihat teman-temannya dalam satu meja dan memutuskan untuk bergabung bersama.

Tentu saja Ervin masih ingat teman-teman Satria itu. Yang ia kenali sebagai panitia OSPEK di divisi kedisiplinan, Prita, dan satu seniornya yang pernah ia pukul, yang Ervin ingat bernama... err... Slamet?

"Ngapain lo bawa-bawa preman ini, Sat?"

Segera saja Satria memukul kepala pemuda yang bernama asli Ferry itu dengan cukup bertenaga.

"Be nice, Met! Lo jangan asal ngomong!"

Gadis satu-satunya di kelompok itu tertawa, "Slamet masih dendam ternyata sama Ervin, Hai Vin. Kita ketemu lagi."

Ervin mengangguk sopan, dan kembali memasang wajah sebal saat melirik Ferry,

"Tuh! Tuh! Lihat Sat! Si Ervin ngelirik gak suka juga ke gue!" kata Ferry dengan menunjuk-nunjuk Ervin.

"Diem lu Met! Vin, duduk sini. Bentar lagi baksonya juga dateng."

Prita memandang heran pada Satria yang bersikap akrab pada Ervin yang notabene belum lama ia kenal. Namun, segera ia abaikan dan menikmati kembali jus alpukatnya.

"Kok lo ngajakin dia sih? Dan juga, kantin ini kan bukan di fakultasnya."

"Plis Met, bisa gak lo hilangin dendam lo –"

"Kak, Ervin pindah aja ya?" Merasa tidak nyaman, Ervin bergerak ingin beranjak dari duduknya. Namun, segera tertahan oleh genggaman tangan Satria di lengannya.

"Jangan. Slamet memang orangnya gitu. Jangan dengerin."

"Iya Vin, Slamet emang gitu." Ucap Prita dengan ramah, "Kamu boleh kok gabung disini."

"Makasih kak Prita." Ervin tersenyum, lalu ia mengibas-ibaskan telapak tangannya di depan wajahnya. Wajah yang biasanya putih kini memerah akibat terpapar sinar matahari tadi saat berjalan menuju kantin FE yang jaraknya cukup jauh dari fakultasnya.

"Lo kepanasan, ya Vin?"

Satria yang melihat Ervin kepanasan seperti itu dengan peluh yang kini mulai muncul, berinisiatif untuk menyeka peluh itu.

Dengan pelan, ia seka peluh di dahi Ervin dengan lengan jaketnya.

"Kak..."

"Wajah lo gak enak dilihat kalau banyak keringat begitu." –dan Satria kembali menyeka buliran keringat itu meskipun Ervin merasa canggung. Wajah nya pun sudah bertambah merah hingga ke telinganya.

Satria tidak menyadari bahwa kedua sahabatnya masih berada di situ. Prita dan Ferry. Mereka melihatnya dengan wajah tak percaya dan meminta penjelasan, Ferry diam-diam mendekat ke arah teman perempuannya dan berbisik,

"Mereka kayak pasangan Gay."

Prita mengangguk setuju dengan bibir yang tetap diam. yeah, ia kali ini setuju dengan Ferry kali ini.

A/N : penginnya update ini setiap hari, tapi apa daya, dua hari saya flu berat di sertai demam, gak bisa ngetik. Jadi, saat udah mendingan saya coba mengetik. Maaf kalo absurd di chapter ini. Plis Voment ya... jangan Cuma dibaca. Budayakan vote dan komentar.

Arigatchu~

amʏѯ��u

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top