Bab 9 - Kedok

"Sosmed itu penuh tipuan. Sebuah ikatan persahabatan, keberhasilan, keharmonisan, bahkan jati diri pun bisa dipalsukan."

"Kamu doyan gadang karena setumpuk kerjaan? Terus kecewa karena kulit wajahmu mulai tidak sehat, teras kering, bahkan mulai muncul jerawat?" Asha menggeleng dengan memasang wajah sedih yang sempurna. "Kamu udah nyoba beberapa merek produk perawatan wajah tapi gak cocok, terus malah bikin kulit wajahmu makin tersiksa?"

Sang kameramen merekam dengan profesional, sementara teman-teman yang lain menonton akting Asha dalam diam.

"Tenang, karena aku cinta kalian, aku saranin nih produk perawatan wajah yang cocok buat semua kulit. Takut ada efek samping? Eits, kamu gak perlu khawatir karena produk ini dibuat 90% dari bahan alami."

Dengan latar belakang pepohonan segar di taman kota, Asha terus mengucapkan beberapa kalimat sebagai bentuk promosi dari produk yang diiklankannya. Cewek itu duduk tenang di kursi cokelat dengan sebuah meja bundar yang menjadi tumpuan sikunya. Di atasnya ada beberapa produk yang ditata dengan rapi, sebagai bahan dukungan iklan.

"Kak, Kak, rame banget ini." Hanna mengganggu Dyra yang tengah asyik swafoto karena dirinya baru saja mencoba gaya makeup baru.

"Hmm. Apa sih, ck?" balas Dyra ketus. Meski begitu, dia tetap melongokkan kepala untuk mengintip ponsel Hanna karena hafal dengan dialog dalam video yang tengah diputar.

"Ini, mereka makin mojokin dan yakin kalau cewek di video ini itu Asha. Tapi aku kok gak yakin, ya? Dia mah mana mungkin sampai segalak ini, kecuali ya kerjaannya manja sama ngambekan." Hanna berasumsi dengan serius.

Nanza menurunkan cermin kecil yang digenggamnya. "Hadeh, clue udah jelas, malah dia nyebut namanya sendiri, masa masih gak percaya sih?" Dia akhirnya bergabung ke dalam obrolan karena merasa tertarik.

"Aku masih gak percaya. Bisa aja kan ini ulah hatters atau orang yang gak suka sama Asha? Yaaa, bukannya apa, dia kan lumayan ... terkenal," beber Hanna takut-takut. Malah dia sengaja menurunkan nada bicara ketika mengucapkan kata terakhir.

"Aku jadi penasaran, itu video siapa yang unggah, ya?" Qieza juga merapat, ikut menggosip.

Nanza memutar bola matanya malas. "Videonya udah nyebar ke mana-mana, pasti susah nemuin yang upload pertama. Lagian kalau ketemu yang upload pertama di TikTok, bisa jadi aja kan dia nemu dari sosmed lain? Dalam artian itu video bukan bikinan dia."

Penjelasan panjang lebar Nanza memang masuk akal sehingga keduanya mengangguk-angguk.

"Udah, udah, sana kalian jauhan. Aku gak peduli sama itu berita, selama gak memengaruhi kita," usir Dyra.

Akhirnya ketiga cewek itu kembali ke posisi duduk masing-masing.

"Jangan lupa ya, nanti kita harus ke kafe dulu," sambung Dyra.

Ketiganya kompak mengangguk, lalu fokus ke ponsel masing-masing.

"Haiii!" Asha menyapa dengan ceria dan bersemangat. Namun, ketiga temannya tidak ada yang menanggapi sama sekali.

"Eh, guys, sini lihat kamera. Kita bikin video buat behind the scene syuting, nih." Iky berujar sambil mengacungkan kamera.

Sontak ketiga cewek itu memasang wajah ceria dan melebarkan senyum.

"Hey, yang habis syuting. Sini, sini, duduk, pasti capek, kan?" Dyra dengan lihai merangkul pundak Asha, menariknya untuk duduk sambil tetap tersenyum lebar.

"Aih, makasih. Tapi gak apa-apa, kok. Aku senang banget ngejalani syuting sore ini. Cuacanya cerah, yaaa walau gak ada my honey bunny sih," balas Asha yang lalu memasang wajah sedih alami.

Skylar hari ini tidak ikut ke lokasi syuting karena ibunya mendadak sakit sampai dilarikan ke rumah sakit. Jadi, terpaksalah Asha berangkat sendirian. Andai saja dia tidak ada jadwal syuting produk endorse, pasti lebih memilih ikut Skylar ketimbang bersama teman-temannya.

Bukannya apa, ketiga cewek yang lagi sok akrab padanya ini kelihatan sekali sifat busuknya ketika dia tidak bersama Skylar.

"Duh, ini yang satu, tetap rajin belajar ya meski di tengah lokasi syuting," sindir Iky sambil mengarahkan kamera pada Hanna.

Sontak cewek itu mengangkat kepala lalu dadah-dadah ke kamera.

Dih, caper banget lo, dasar adik kelas resek yang suka cari muka! hujat Asha di dalam hatinya. Dia sempat memasang ekspresi tak suka, tetapi ketika kamera kembali menyorot ke arahnya, mukanya seketika dipenuhi bunga-bunga.

"Thanks, guys!" kata Iky setelah menurunkan kamera.

Kemudian, empat cewek itu kembali asyik ke ponsel masing-masing. Bahkan, Hanna pun meletakan buku paket yang tadi sempat buru-buru diambilnya.

Asha menghela napas dan merasa kebingungan. Lalu lama-lama, dia kesal pada Skylar. Cowok itu tega meninggalkannya sendirian dalam keadaan yang amat canggung ini.

Dyra berdiri, kini gilirannya yang akan syuting dengan Azriel, partnernya yang merupakan mantan kapten tim basket sekolah. "Jangan dulu pulang ya, kita masih ada satu agenda."

Ketika mengatakan kalimat itu, pandangan Dyra terfokus pada Asha dengan sinis. Tentu saja Asha jadi tidak nyaman sehingga dia segera membuang muka.

Agenda mereka hari ini cukup padat, jadi ada banyak sekali waktu yang akan membuat Asha makin bete di tempat duduknya.

Beberapa jam berikutnya, saat matahari hampir tenggelam dan meninggalkan jejak-jejak palet warna oranye di langit, mereka pun bersiap berangkat ke sebuah kafe kekinian. Asha terpaksa ikut masuk ke mobil Dyra bersama ketiga cewek lain, sementara para cowok ada di mobil berbeda karena harus membawa peralatan.

Sekitar 15 menit mengemudi, mereka tiba di kafe N'Go Up tepat ketika azan Magrib berkumandang. Ketiganya sudah turun, sementara Asha masih duduk di kursinya, fokus main ponsel.

Panggilan video terhubung, terlihatlah wajah Skylar dengan latar belakang tembok bercat biru muda.

"Kenapa mukanya bete gitu?" tanya Skylar yang langsung bisa menangkap emosi negatif di hati pacarnya.

"Kamu kapan nyusul aku ke sini?" Asha balik bertanya. Dalam sekejap kedua matanya sudah memerah dan mulai berkaca-kaca.

Skylar melebarkan senyum. "Maaf ya, kondisi mama aku belum membaik, ini masih di ICU. Aku gak bisa ninggalin dia, apalagi Cici juga masih kecil, gak bisa aku percaya," jelasnya dengan lembut.

Namun, tangis Asha malah pecah. Dengan segenap kekesalan dan rasa sedihnya yang begitu menyesakkan hati, selama beberapa saat cewek itu menangis dalam diam.

"Jangan nangis, Sayang, aku gak bisa usap air mata kamu, lho," hibur Skylar yang malah ikutan mau menangis. Bukannya apa, saat ini dua perempuan yang dia cintai tengah dalam kondisi kurang baik.

"Me–mereka ja–jahat sama aku. Ma–masa selama perjalanan tadi ke sini, a–aku dicuekin. Mereka asyik aja ngobrol bertiga, pa–padahal aku juga duduk di dekat mereka. Ha–Hanna juga sama aja, dia terus ngajak ngobrol yang lain, se–sementara aku dicuekin." Asha bersusah payah mengungkapkan kekesalan hatinya.

Tanpa sadar, ternyata Hanna tidak sengaja menguping karena dia diutus Dyra buat jemput Asha yang belum juga menyusul. "Cih, dasar ratu bucin yang sok imut!" Akhirnya dia pun memutuskan berbalik.

Namun, wajah kesalnya harus segera luntur karena ada beberapa cewek—sepertinya anak SMP—yang menghampiri dengan tatapan memuja.

"Ihhh, Kak Hannaaa! Kakak cantik banget ya aslinya. Duh, di sosmed aja udah kelihatan cantik, di dunia nyata ternyata lebih cantik."

Hanna mesem-mesem mendengarnya. Dipuji dengan polosnya begitu, siapa pula yang tidak senang coba?

"Eh, udah dulu ya, ada fans tuh. Kayaknya mereka mau nemuin aku," kata Asha yang segera menghapus jejak air mata di pipinya.

Skylar mengangguk. "Dah, Sayang. Makasih udah obatin rindu aku. Have fun, ya. Kalau bete, ingat aja wajah aku, oke?"

Senyum Asha melebar. Cewek itu pun mengangguk. "Iya, Sayang."

Sebelum memutuskan panggilan, dia sempat melakukan flaying kiss dan finger heart. Kemudian, panggilan berakhir dan dia menatap layar yang mati dengan mata berkaca-kaca.

Asha segera mencari tisu dan sibuk merapikan makeup-nya. Sekitar 20 menit kemudian, dia pun siap turun. Namun, tidak ada yang menyambutnya. Gerombolan cewek tadi telah pergi bersama Hanna.

Lovers

Asha

Guys, di mana?

Qieza

Meja nomor 18, area outdoor

Asha memasukan ponsel ke tas selempang mini karakter Doraemon, kemudian melangkah memasuki kafe. Di jalan, dia menemukan beberapa pasang mata yang menatap tak suka ke arahnya. Asha mencoba mengabaikan hal itu dan fokus mencari meja teman-temannya.

Konsep kafe itu benar-benar disusun untuk anak muda yang suka nongkrong. Terdiri dari dua area yang sebagian berupa ruangan luas. Atap kafe itu pun disusun seartistik mungkin, terkesan simpel tetapi nyaman dipandang.

"Haiii!" Asha melambaikan tangan.

Dyra enggan membalas, tetapi sadar mereka sedang di tempat umum, dia terpaksa berakting menyambut Asha dengan heboh sampai berbasa-basi dulu. "Dih, yang abis kangen-kangenan sama pacar, nih."

"Iyaaa, kita sampai lama nunggu tahu," imbuh Hanna, sengaja menyindir.

Asha pun bergabung ke meja, duduk dekat Hanna. Selama mereka menghabiskan waktu, Asha makin merasakan sikap permusuhan yang ditunjukkan Hanna.

"Ayo, foto, Guys!" ajak Dyra yang sudah mengacungkan ponsel dibantu tongsis.

Mereka merapat dan bergaya sesuai selera masing-masing. Tiga kali foto diambil dengan gaya bebas. Semua memperlihatkan wajah bahagia dan seolah-olah mereka terikat persahabatan seru yang erat.

Sekitar pukul 21.00, mereka pun meninggalkan tempat.

"Eh, gue mau ada kegiatan dulu, jadi sorry, gak bisa antar lo," kata Dyra. Meski ada kata maaf yang terucap dari bibirnya, terlihat sekali ketidakikhlasan yang ditunjukan mukanya.

"Gak apa," balas Asha sama datarnya. Dia lalu mengambil ponsel untuk memesan Grab.

"Eh, aku ikut dong!" Hanna berujar sambil mengatupkan tangan di depan dada.

"Boleh dong," balas Dyra dengan nada ramah.

Hati Asha kebakaran. Dia berbalik dan memicingkan mata, pertanda tak suka. Namun, Dyra hanya membalas dengan senyuman miring, lalu merangkul kedua temannya untuk segera masuk mobil.

Mobil merah mengilap itu pun melaju, disusul mobil para cowok, meninggalkan Asha sendirian.

Hari ini cukup berat dan memuakkan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top