Bab 4 - 1001 Usaha yang Sia-Sia
"Saran gue, kalau lo udah gak betah sama cewek toxic kayak dia, tinggalin aja. Lo masih bisa cari cewek yang lebih baik dari dia."
Hidup Skylar makin tidak tenang belakangan ini. Hanya dalam tiga hari, Asha membuat hidupnya berantakan. Tentu, cewek itu masih dalam acara ngambeknya, dan sudah menjadi kebiasaan, Skylar akan dibikin repot sebelum bisa membujuk pacarnya.
"Lo izin lagi?" tanya rekan tim basketnya.
Skylar mendongak dan menghela napas. "Sorry."
"Kita mau ada tanding antar sekolah lho. Kalau lo izin terus buat latihan, gue sangsi masukin lo ke tim inti nanti."
Itu sebuah ancaman. Skylar makin bingung dan pusing dibuatnya. Pasalnya, dia masih dalam tahap membujuk Asha. Cewek itu meminta hampir seluruh waktunya sampai suasana hatinya membaik.
"Emang tipe cowok yang takut sama istri ya lo," cibir rekannya yang lain. Dia menyunggingkan senyum sinis dengan tatapan mengejek.
Harga diri Skylar tentu saja terluka, tetapi dia bisa apa? Melawan pun yang dibilang memang kenyataan.
"Udah tiga kali lo izin, meski permainan lo unggul, gue keberatan setim sama manusia yang gak disiplin."
Kemudian, keduanya melangkah pergi. Beberapa detik setelahnya, Nanza dan Hanna muncul.
Skylar menimbang dengan buru-buru sebelum dia mengambil sebuah keputusan. "Tunggu! Sorry, tapi izinin gue ikut kalian latihan."
Kedua rekannya berbalik.
"Boleh, segera, di lapangan."
Mendengar itu, Skylar menghela napas. Namun jujur, hatinya makin bimbang saja. Di sisi lain, dia harus kembali usaha untuk membujuk Asha, tetapi di sisi lain dia juga punya kewajiban.
"Kenapa lo?" tegur Nanza. Di tangannya ada beberapa lembar kertas yang tergulung.
Skylar hanya mengangkat bahu, pasang tampang dingin.
Nanza menghela napas. Sebagai orang yang telah bergaul cukup lama dengan Skylar, tentu dia peka pada perubahan sikap cowok itu. Sekarang ini, Skylar seperti tengah membuat benteng dari semua yang berlabel lawan jenis. Semata-mata, agar dia tidak membuat kemarahan Asha makin menggebu. Padahal sekarang cewek itu sedang tidak di sini.
"Bilangin sama cewek lo, nanti sore syuting. Gak usah merajuk terus, kita yang terhambat karena keegoisan dia," sambung Nanza.
Teguran kedua, agaknya Skylar makin pening. Cowok itu menunduk sambil memijit kening. Kemudian, tangan kanannya menerima gulungan kertas naskah dari Nanza.
Kelas tengah sepi karena jam istirahat tengah berlangsung sejak lima menit lalu. Biasanya pas istirahat seperti ini, Asha akan nempel terus pada Skylar. Ini, sekarang cewek itu entah sudah pergi ke mana. Hilang bak ditelan bumi.
Orangnya yang memang ditelan bumi, sementara sosmednya terus melakukan "serangan" beruntun. Banyak status yang diperbaruinya dalam waktu berdekatan. Bikin sosmed Skylar tidak tenang, tentu saja. Karena cewek itu terus menandai dirinya, atau ada juga fans yang ikut-ikutan terus memaksanya melakukan sesuatu.
"Saran gue, kalau lo udah gak betah sama cewek toxic kayak dia, tinggalin aja. Lo masih bisa cari cewek yang lebih baik dari dia."
Skylar mengerjap saat Nanza menepuk pundaknya setelah membisikan kalimat itu. Jujur dia heran, karena bukan sekali cewek itu mengusulkan hal yang sama—secara samar.
"Sebagai teman lo, gue kasihan aja lihat hidup lo berantakan cuma karena cewek." Nanza menerbitkan senyum tipis penuh misteri sebelum berlalu pergi dengan Hanna.
"O ya, kami lagi syuting buat iklanin produk endors. Kalau lo pengin gabung, kami ada di belakang gedung satu," lanjut Nanza sambil berjalan meninggalkan kelas.
Skylar masih berdiri di tempat. Kepalanya belum jernih sehingga sulit berpikir. Saat ini hanya ada Asha, Asha, dan Asha yang menguasai pikirannya.
***
Sejujurnya tidak ada pelarian yang paling membahagiakan selain hanya ketika ada Skylar. Namun, kan sekarang Asha lagi dalam mode ngambek. Jadi, mau tidak mau, untuk sementara dia harus terpisah dulu dari sang pacar.
Nasib jadi artis terkenal memang. Sejak tadi, ada saja yang datang untuk meminta foto dengannya. Sebagai figur idola, tentu saja Asha menolak meski suasana hatinya sedang buruk.
"Kak Asha, Kak Asha, aku mau tanya dong."
Asha mengerjap. Hampir saja dia lupa bahwa sekarang tengah bersama beberapa adik kelas. "Ya, kenapa?"
"Kakak lagi marahan sama Kak Sky?"
Seketika wajah Asha diselimuti kemuraman meski samar.
"Yah, cowok emang nyebelin dan nggak peka sih, Kak. Kakak banyak-banyakin sabar aja, ya. Setiap saat, aku selalu berdoa, semoga hubungan Kakak sama Kak Sky itu langgeng sampai nikah, menua bersama, dan lihat cucu-cucu yang imut," cerocos si cewek berbibir tebal.
"Sepakat! Soalnya kalian itu couple terfavorit buatku!" timpal temannya dengan bersemangat.
Senyum tipis Asha terbit. Tidak bisa dimungkiri, ucapan seperti itu cukup menghibur hatinya. Salah satu alasan kenapa dia dan Skylar bertahan sampai sekarang salah satunya ya karena banyak mendapat dukungan dari para fans.
"Kak, daripada galau, mending TikTok-an aja, yuk?"
Tawaran itu menggiurkan, maka Asha pun mengangguk. Dia segera menurunkan tangan yang tadi menumpu dagu, kemudian bangkit berdiri dari duduknya di bangku di bawah pohon pinus.
Mereka tengah berjoget asyik dengan backsound lagu yang tengah viral, ketika tiba-tiba Asha melihat pacarnya lewat bersama rombongan cowok. Dilihat dari seragam mereka, jelas pacarnya akan pergi ke lapangan basket.
"Ih!" Tanpa sadar, Asha berdecak kecewa.
"Kenapa, Kak?"
Asha menunduk dan menatap adik kelasnya. Dia tidak menjawab, tetapi tatapannya terlempar mengikuti pergerakan Skylar.
Mengerti apa yang diperhatikan cewek itu, mereka saling tatap sambil mengernyit.
"Gak diikutin, Kak? Pacar Kakak mau latihan di lapangan kayaknya."
Asha menggeleng pelan, terlihat sekali dia ragu. "Kadang kita perlu kasih kebebasan buat pacar kita, kan?"
Jawabannya agak aneh. Tentu saja dilihat dari mukanya, ada ketidakikhlasan dan amarah di sana.
"Eee, ya udah, Kak, kita pamit undur diri, ya. Soalnya mau nengokin Kak Skylar main basket."
Kalimat itu sontak saja membuat kedua mata Asha membola. Dia berbalik, hendak menahan para cewek yang berlari-lari kecil meninggalkannya. Namun, dia kalah cepat. Lagi pula mereka tidak bisa dihentikan olehnya, kan?
"Ih, nyebelin banget! Si Sky juga coba, apa-apaan? Bukannya dia ngebujuk aku, malah pergi sama teman-temannya. Emang ya, teman itu perusak hubungan!" Dia mengomel sendirian.
Angin kencang menerbangkan beberapa helai rambut hitam panjangnya yang lembut. Asha mengusap wajahnya, meminggirkan helaian rmabut yang menutupi pandangan.
Dengan berat hati, akhirnya dia melangkah menuju lapangan basket. Sebagai pawang Skylar, masa dia mau melepas cowok itu di tengah lautan cewek yang melihatnya bak mangsa. Bisa bahaya!
Setibanya di kursi penonton, permainan sudah dimulai dengan seru. Meski sebatas latihan, tim basket mendapat lawan yang cukup sepadan. Benar, ada dua tim—yang semuanya merupakan anggota tim basket sekolah—tengah bermain dengan sengit.
Penonton terus bersorak saat bola dapat direbut atau tengah digiring oleh Skylar. Jeritan para cewek jujur saja mengganggu, apalagi mereka ada di ruangan tertutup yang membuat suara menggema.
Asha kebakaran di tempat duduknya. Berulang kali dia mencebik atau mengomel panjang lebar dengan tatapan menajam terarah pada pacarnya.
Tiba-tiba Skylar tersandung dan jatuh. Cowok itu terlihat mengaduh sambil memegangi lututnya.
"Rasain tuh! Itu tuh, karma karena dia ngabaiin aku, pacarnya, demi benda bulat yang gak bisa diajak pacaran!" Asha menggerutu sambil beranjak dari kursinya.
Dia turun ke pinggir lapangan untuk mengecek sang pacar.
"Sakit?"
Skylar mendongak dan membulatkan mata begitu melihat kemunculan pacarnya. "Dikit," jawabnya sambil kembali menunduk. Benturan tadi sepertinya cukup kencang, dia masih merasakan kesemutan di bagian kaki kanan.
"Udah, istirahat aja, pulihin dulu lutut kamu," kata Asha dengan alis beradu.
Tiba-tiba terdengar sebuah decakan dan itu sampai ke telinga Asha. Sontak saja dia bangkit berdiri, langsung menghadap cowok yang baru saja berdecak.
"Kenapa? Lo keberatan?" tuduhnya galak.
Cowok itu menyunggingkan senyum. "Cuma kebentur doang lututnya, eh lo selebai ini. Dia juga masih bisa jalan kali."
Kemarahan Asha langsung memuncak. Di kepalanya seperti ada lahar yang meletup-letup. "Gue peduli sama pacar gue, ya! Makanya gue larang dia buat balik main, seenggaknya sampai kakinya pulih. Kalau lo terus maksa dia buat main, terus cederanya makin parah, terus diamputasi, lo mau tanggung jawab, hah?"
"Eh—"
"Makanya jangan jadi jomlo, biar ada yang merhatiin! Satu lagi, tim basket harus profesional dong, dan menerapkan standar keselamatan buat pemainnya!" potong Asha dengan pedas.
Sontak saja ucapannya menyinggung anak-anak basket yang tengah kelelahan sehabis bermain. Beberapa dari mereka mulai emosi, tetapi saat menatap sang wakil, mereka berusaha mati-matian menahan diri.
"Keluar lo, ke UKS sana, obatin luka lo." Ucapan dingin dari temannya membuat Skylar mendongak.
Dia masih bisa bermain, masih kuat lari sepuluh kali memutari lapangan. Namun, melihat wajah tidak suka rekan-rekannya, juga Asha, dia akhirnya menyerah. "Baiklah. Maaf."
Asha dengan sigap menuntun Skylar meninggalkan lapangan sambil terus mengoceh. Kepergian mereka diliput oleh kamera, juga tentu saja, puluhan pasang mata. Sebagian dari mereka adalah para "pemuja pasangan bucin" yang merasa khawatir.
"Ih, Kak Skylar baik-baik aja, tuh? Kakinya kayaknya sakit banget."
"Iya, jalannya aja sampe dipapah gitu. Duh, aku jadi khawatir. Ke UKS, yuk?"
Tanpa komando, beberapa cewek meninggalkan lapangan, segera menyusul Asha dan Skylar. Rombongan itu sudah mirip kawanan semut yang migrasi.
"Mohon maaf ya, semua, UKS bukan tempat kumpul. Bodo amat jika ada idola kalian yang tengah dirawat di sini, harap jangan sampai mengganggu, ya!"
Ucapan pedas itu mengundang decakan kecewa juga protesan yang membuat suasana sedikit gaduh. Namun, akhirnya rombongan cewek itu pergi juga.
Di dalam ruangan, Skylar tengah ditangani. Seperti yang dibilang tadi, lukanya tidak seberapa, apalagi fatal. Sayangnya, Asha terus saja mengomel.
"Makanya, kalau pacar lagi ngambek tuh dibujuk, bukannya malah ditinggalin main basket."
Skylar mengambil udara banyak-banyak dan mengembuskannya secara perlahan. "Aku kapten mereka, Yang. Masa mereka latihan, akunya izin terus?" Dia berusaha berbicara dengan nada lemah lembut.
Namun, decakan Asha kembali terdengar. "Oh, jadi pentingan tim kamu daripada aku?"
"Gak gitu." Skylar buru-buru menyangkal. Jujur, kesabarannya makin menipis. "Basket hobi aku, apalagi aku dapat kepercayaan dari kapten sebelumnya untuk mimpin tim basket sekolah kita."
Asha membuang muka dan bersedekap. Dia mendengkus. "Huh, tetap aja, kamu jatuh tadi itu karma!"
Bicaranya memang pelan, tetapi Skylar masih bisa mendengar. Cowok itu makin emosi saja. Rasanya sekarang ini dia ingin meledakan amarahnya sampai puas. "Kalau aku dipecat dari jabatan kapten gimana?"
"Gak masalah. Kalau mau, aku bisa sogok pengurus tim basket sekolah buat jadiin kamu kapten tetap sampai kamu bosan!"
Bisa dibilang sekarang Skylar kalah telak. Ucapan Asha tidak bohong, cewek itu memang kelebihan uang sampai bisa membeli apa pun. Namun, sekarang duduk masalahnya bukan di sana, kan?
"Kenapa dibuat ribet sih, Yang? Aku cuma mau main basket aja."
"Ya itu salah! Kamu harusnya bujuk aku dulu, sampe aku luluh, terus pikirin dunia kamu!" balas Asha, tegas lagi mutlak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top