Bab 31 - Modusin Pacar
"Kelihatan kok mana yang tulus dan cuma sebatas modus."
Melihat kemunculan Asha di depan rumahnya, Skylar hanya bisa terpaku. Dia tidak bereaksi meski cewek itu terus melambai-lambai sambil memanggil dengan manja.
Asha datang tidak dengan tangan kosong. Dia membawa buah tangan untuk Cici, sesuai rekomendasi dari Nanza. Katanya, bocah itu menyukai semua makanan rasa stroberi, juga suka main barbie.
"Pagi, Sayang. Kamu udah siap? Apa mau anterin Cici dulu? Kalau gitu, Cici berangkat bareng aja sama kita, terus kita anterin dia ke sekolahnya. Eh iya, ini jajanan buat Cici, biar dia semangat sekolahnya," cerocos Asha tanpa memberi jeda untuk Skylar menyahut sedikit pun.
Cewek itu juga memasuki rumah tanpa izin, lantas menaruh tiga paperbag di meja ruang tamu. Teh Ika datang, jadi dia pun menyuruh wanita itu untuk mengurus barang bawaannya.
"Kamu gak perlu repot, Sha. Cici udah diantar sama Mang Adi," kata Skylar dengan reaksi dingin.
Respons itu membuat Asha sedikit kecewa. Namun, dia tidak menyerah, sesuai—kembali—saran dari Nanza. Dia harus bisa mendekati Cici agar Skylar mulai luluh.
Sudah beberapa hari ini Nanza memberinya saran ini-itu, sepertinya dia serius akan ucapannya. Awalnya Asha tidak percaya, tetapi dari semua penjelasan Nanza, memang tidak ada yang ngaco. Jadi, dia pun mulai percaya.
"Wah, kue stroberi. Aaa, aku suka bangeeet!"
Terdengar teriakan anak kecil yang datang dari ruangan sebelah.
Asha buru-buru masuk untuk menemui adik pacarnya. "Hai, Ciciii! Gimana, kamu suka makanan dari Teteh?" tanyanya ceria.
Cici mengangguk polos, mulutnya tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Mendapat reaksi dingin, jelas saja Asha sedikit kesal. Namun, ingat-ingat, dia harus sabar agar rencananya untuk kembali mendekati Skylar berjalan lancar.
"Ya udah, kita berangkat sekarang?" tanyanya begitu Skylar muncul. "Cici, ayo berangkat sama Teteh!"
Cici menggeleng tanpa buka suara.
Lagi-lagi Asha dibikin kesal.
"Udah, dia sama Mang Adi aja. Mending sekarang kita berangkat," sela Skylar yang paham kekesalan itu.
Usaha untuk meluluhkan hati Skylar ternyata tidak berjalan mulus. Bukan sehari atau dua hari Asha harus berakting sok baik dan sok manis di depan adik pacarnya, tetapi tetap saja tidak membuahkan hasil.
Cici kelihatan sekali menjaga jarak dan tidak menyambutnya dengan hangat. Seolah-olah bocah itu tahu mana yang tulus atau sebatas modus.
Hari ini, di akhir pekan yang sedikit mendung, Asha sengaja mendatangi kediaman Skylar untuk mengajak cowok itu dan adiknya pergi ke taman bermain. Dia sudah repot-repot mencari tempat bermain anak yang terbaik di Bandung.
"Ciciii!" Meski berakhir sia-sia, Asha tetap berusaha bersikap ramah menyapa adik pacarnya yang tengah mengobrol dengan Teh Ika. Dia bahkan sampai merentangkan tangan lebar-lebar.
Namun, sambutan yang didapat hanya angin. Seketika keceriaan di wajah Asha sedikit memudar.
"Yaaang, ih, hari ini kita main ya? Sama Cici juga kok. Aku ada lho tempat wisata yang keren!" Asha merajuk pada Skylar yang tengah menonton televisi.
"Kayaknya hari ini bakal hujan deh, Yang. Di rumah aja, ya?" balas cowok itu sambil menepuk-nepuk pelan puncak kepala Asha.
Asha manyun. "Iiihhh, padahal aku udah cantik dan wangi gini, Yang. Aku juga udah siapin mobil buat kita pergi."
"Hmm, pergi ke mana emang?"
"Ke De Ranch Lembang atau Happy Farm Ciwidey?" Asha menyebutkan saran tempat tujuan dengan begitu bersemangat.
"Kok jauh sih? Cici pasti kecapean nanti," kata Skylar.
Cici berjalan takut-takut ke dekat mereka, kemudian bocah itu duduk di samping Skylar setelah Skylar merentangkan tangan—memberi kode padanya.
"Aa mau main?" tanyanya polos dan pelan.
"Iya, Ci. Teteh ada rekomendasi nih. Kita ke De Ranch Lembang ya, atau ke Happy Farm Ciwidey biar lihat kelinci?" Asha-lah yang menyahut. Kembali, dia berakting sok ceria di depan anak itu.
Cici tampak berpikir.
"Ya udah kita main, tapi di sekitaran sini aja. Ke taman terdekat juga bisa. Soalnya hari ini mendung, takut kehujanan. Meski pakai mobil, tetap aja kan bakal repot di jalan," sela Skylar. Dia berbicara cepat karena melihat Asha akan memotong ucapannya.
"Widih, asyiiik, Cici bisa maiiin! Ayo, A, kita berangkat!" Cici langsung bersorak heboh.
Melihat bagaimana Cici begitu bersemangat, senyum Skylar melebar.
"Nah, coba kalau kita beneran ke Happy Farm Ciwidey, dia pasti makin semangat," celetuk Asha.
"Lain kali aja, Yang. Anw, terima kasih ya udah bikin dia bahagia." Kali ini, senyuman Skylar benar-benar tertuju pada Asha. Membuat cewek itu meleleh dengan perut dipenuhi kupu-kupu khayalan.
Acara jalan itu awalnya terlaksana dengan baik. Meski mereka jadinya pergi ke taman yang hanya berjarak setengah jam dari rumah Skylar, mereka tetap bisa menikmati waktu. Sampai kemudian, saat matahari siap terbit di ufuk barat. Langit yang semula cerah dipenuhi palet jingga dan ungu, perlahan diliputi awan-awan kelabu.
Petir mulai terdengar di kejauhan. Gemuruhnya bak alarm yang membuat beberapa orang langsung bersiap pulang atau berteduh.
"Yah, hujan," keluh Asha saat gerimis pertama turun.
"Ayo berteduh!"
Skylar menggenggam tangan Cici dan Asha agar mereka bersama-sama memasuki kafe terdekat. Di kafe itu, tersedia menu-menu kekinian yang mengonsep makanan ringan. Salah satunya ada es krim juga. Cici pesan itu dan dia menikmatinya dengan lahap.
"Lho, kalian?"
Asha dan Skylar kompak mendongak saat mendengar suara familier itu.
"Teh Azaaa!" jerit Cici yang terlihat begitu bahagia. Bahkan, bocah itu langsung berdiri dan memeluk pinggang Nanza.
Skylar tersenyum sekilas, sementara Asha langsung pasang wajah bete.
"Teh Aza, duduk sini sama Cici. Cici lagi makan es krim stroberi lho, enak, manis. Teteh cobain deh!" Dengan ramah, Cici menyodorkan sendok yang berisi es krim ke dekat mulut Nanza.
Nanza pun membuka mulut dan melahapnya. Dia lalu duduk di kursi kosong yang ada di samping Cici. Saat mengangkat pandangan, dia menemukan Asha yang tengah menatapnya tajam. Dia sadar, ada ancaman dan protes yang dilemparkan cewek itu.
Hm, sepertinya situasi ini bisa gue manfaatin dikit, batin Nanza.
Sikap Cici yang berubah drastis saat bersamanya, jelas membuat Asha tidak suka. Bahkan, hati cewek itu kebakaran begitu melihat bagaimana Cici langsung nempel pada Nanza, padahal dia sejak beberapa hari ini mati-matian berusaha ramah dengan cewek itu.
"Kok manyun sih?" tegur Skylar saat mereka bersiap meninggalkan tempat.
Hujan telah reda, lampu-lampu sudah menyala, siap menerangi setiap sudut bumi dari gelapnya malam.
"Aku gak suka! Cici kok bisa nempel banget sama Nanza, sementara sama aku boro-boro!" jawab Asha dengan keki.
Skylar menghela napas. "Mohon dimaklumi, ya. Cici kan masih kecil, jadi sebagai orang dewasa, harus kita yang ngalah," bujuknya.
Namun, ucapannya tidak mempan pada Asha. Cewek itu kadung kesal dan merasa tersaingi oleh kehadiran Nanza yang tiba-tiba. Nanza bilang tadi dia habis dari rumah saudaranya yang di dekat sini, terus langsung ke kafe untuk nongkrong. Eh, mereka malah ketemu.
Asha curiga, jangan-jangan Nanza malah sengaja?
"Kok si ular itu bisa deket banget sama adek kamu sih, sampe Cici nempel terus. Heran aku! Aku jadi curiga, jangan-jangan dia sering dateng ya ke rumah kamu? Ih, kok kamu biarin sih? Coba aku, mau dateng ke rumah aja kamu nolak terus. Alasan inilah, itulah."
Asha mengomel. Dia tidak peduli meski mereka jadi pusat perhatian. Hatinya sudah kebakaran dan batas kesabarannya sudah hancur sekarang.
Berbeda dengannya, Skylar tampak risi. Cowok itu menghela napas, berusaha menahan diri dan meredam emosi pacarnya.
Mendengar ada keributan yang samar, Nanza pun menoleh ke belakang. Di sampingnya, sambil memegang tangan kanannya, Cici mendongak lalu menoleh pada kakaknya.
Asha masih ngomel-ngomel di sana. Sampai kemudian, cewek itu membuang pandangan dan tatapannya tidak sengaja bertemu dengan Nanza. Wajah Asha makin merah padam begitu mengerti—atau menduga—arti tatapan Nanza.
Lo boleh ngerasa di atas gue, tapi lo juga harus punya waktu buat sadar diri, Sha. Lihat kan, Cici aja tahu mana yang tulus atau sekadar modus, batin Nanza. Saat ini dia ingin tertawa bahagia melihat betapa kesalnya Asha.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top