Bab 17 - Memanfaatkan Keadaan

"Zaman sekarang viral itu gak baik dan gak buruk, jadi tergantung kita aja yang manfaatin."


Dipelototi dengan tajam dan lama, membuat Diyan kebingungan sendiri. Dia baru sampai di pojok sekolah yang agak sepi, yakni belakang ruang TU. Tempat itu bisa dibilang tersembunyi dan biasa jadi tempat nongkrong anak-anak bandel.

"Datang juga lo," kata Asha yang gemas karena Diyan hanya balas menatapnya dengan datar. Bukannya bertanya dengan ekspresif atau kebingungan gitu.

"Kan, lo yang nyuruh," balas Diyan.

Ekspresi dan nada bicara cowok itu biasa saja, malah sama-sama datar. Namun, entah kenapa Asha bisa langsung naik darah hanya karena mendengar satu huruf yang keluar dari mulu cowok itu atau melihat mukanya yang menyebalkan.

"Bikin video klarifikasi!" suruh Asha.

"Udah, kemarin." Diyan tetap menatap Asha, jadi dia melihat betul bagaimana kekesalan cewek itu.

"Itu bukan video klarifikasi!" Napas Asha naik turun dengan cepat, mukanya juga sudah agak memerah.

"Terus gimana?"

"Ya lo bikin yang lebih benar, lah!"

Baik, sekarang kesabaran Asha sudah benar-benar habis. Dia menatap garang pada cowok itu, seolah-olah mendeklarasikan perang.

"Gara-gara lo, pacar gue salah paham sama gue! Terus gue juga dicap selingkuh sama netizen!"

"Terus?"

"YA JANGAN TERUS-TERUS!" Jeritan Asha menggelegar. "Sumpah ya, lo tuh ...." Dia sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

Hening selama beberapa saat.

"Kan, waktu itu lo yang mau ikut gue," celetuk Diyan.

Tatapan tajam Asha langsung terarah padanya.

"Ya salah lo! Coba lo waktu itu gak ngejar gue, gak bakal ada tuh foto sialan!" murka Asha.

Diyan menghela napas. Kenapa hidupnya jadi lebih rumit setelah ketemu nih cewek satu?

"Waktu itu siapa yang ngerengek-ngerengek di bengkel?" sindirnya.

Asha tidak langsung menjawab. Emosinya sedikit turun selama beberapa saat sebelum kembali meledak dua kali lipat. "Ya tetap salah lo!"

Tidak ada jawaban. Diyan malah melengos pergi. Namun, sebelum itu terjadi, Asha berhasil meraih pergelangan tangan kirinya. Membuat cowok itu refleks berbalik.

"Ng–ngapain?" Diyan gelagapan, tampak gugup dan kaget.

"Jangan pergi dulu!" titah Asha tanpa melepas genggamannya.

Diyan celingukan, takut kalau-kalau ada orang yang mengintip terus memotret mereka lagi. Ya, dia sudah melihat foto mereka di sosial media yang menimbulkan banyak kesalahpahaman.

"Le–lepas!" pinta Diyan, masih dengan kegugupannya.

Menyadari sesuatu, Asha mengernyit dalam. Tatapannya terarah lurus pada sepasang mata hitam Diyan yang menenggelamkan. "Lo .... Jangan bilang lo belum pernah pegangan tangan sama cewek?"

Dugaannya memang benar, tetapi mana mungkin Diyan mengaku. Gengsi dong!

"Gak!" Dia menggeleng beberapa kali, lantas menarik tangannya dan berhasil terlepas. "Lo kan terkenal, kalau ada yang motret kita lagi gimana?"

Diam-diam Asha menyetujui ucapan cowok jangkung di depannya. Terlebih setelah mengingat Skylar yang kembali terkesan menjaga jarak, dia makin merasa takut.

"Ya udah, lo bikin video klarifikasi. Ngaku dan jelasin kalau foto itu salah paham," kata Asha setelah suasana sedikit normal.

"Kemarin kan ud—"

"Itu videonya gak bener! Ngerti gak sih lo?" sembur Asha dengan kesal.

"Terus yang benar gimana?"

"Ya udah, nanti ...."

Tiba-tiba ponsel Asha berdering. Ada panggilan masuk dari Skylar. "Halo, iya, Sayang?"

"Kamu di mana? Aku cari di kelas gak ada," tanya Skylar langsung pada inti.

Asha mendesah kecewa lantaran Skylar tidak membalas sapaan romantisnya, padahal itu wajib bagi mereka. Namun, sekarang Asha tidak bisa jujur kan bahwa dirinya tengah bersama Diyan? Bisa-bisa cowok itu makin salah paham.

"Ini ... aku lagi cari tempat sunyi sih. Soalnya kan ... yaaa kamu tahu sendiri." Akhirnya Asha menjawab demikian.

"Di mana?" tanya Skylar, dingin dan datar.

"Di ... belakang TU."

"Gak lagi sama siapa-siapa?"

Pertanyaan dengan nada mengintimidasi seketika membuat Asha terdiam. Dia merasakan hawa dingin mulai merayapi tubuh dan jantung yang mendadak berdetak cepat.

"Gak kok. Ya, aku sendirian di sini," kilahnya dengan deg-degan.

"Oke, aku ke sana."

Telepon pun terputus.

Asha terlihat langsung mengekspresikan kepanikannya sampai membuat Diyan kebingungan. "Sana lo pergi!" Dia mendorong tubuh cowok itu. Saking panik, dia sampai tidak menyadari bahwa kedua tangannya mendorong dada Diyan.

"Pergi cepat!" jeritnya lantaran Diyan malah bengong. "Buruan!"

Setelah didorong berkali-kali, akhirnya Diyan pergi. Asha pun merapikan tampilannya dengan buru-buru. Kalau dari kelasnya di lantai dua, Skylar perlu waktu kurang lebih lima menit untuk sampai di tempatnya. Jarak dari gedung kelasnya ke ruang TU yang ada di dekat perpustakaan bisa dibilang lumayan jauh.

Dehaman seseorang nyaris saja membuat Asha terlonjak kaget.

"Eh, Sayang. Haiii!" Asha menyapa ramah yang dibuat-buat. Gelagat anehnya membuat kedua alis Skylar bertaut.

"Kenapa?"

Mampus! Asha pikir cowok itu memergoki dirinya yang habis bertemu Diyan.

"Kenapa pilih tempat ini?" sambung Skylar.

"Oh ...." Asha mendadak bingung harus mengatakan apa. "Ya ... berisik sih di kelas. Pergi ke mana-mana juga banyak yang gosipin."

Tangan Skylar terulur untuk menepuk-nepuk puncak kepala Asha. "Semangat. Kita lagi diuji kali ya, sampai gak dapat hari-hari tenang belakangan ini."

"Iya ya ...," balas Asha dengan pelan. Kemudian, dia menyandarkan kepala ke pundak Skylar. Kepalanya mulai membayangkan bagaimana jika dia kehilangan sosok ini. Pasti akan sangat menyakitkan.

"Apa aku perlu bujuk Dyra buat izinin kamu balik syuting konten?" celetuk Skylar.

Sejak kabar hubungan mereka retak, Dyra seolah-olah menghalangi agar Asha tidak balik syuting. Alasannya karena belum ada porsi cerita yang bisa dimainkan Asha. Universe saat ini berjalan dari sudut pandang Nanza. Puncaknya, tiga hari lalu, Dyra memberitahukan via chat bahwa Asha tidak usah syuting dulu. Setidaknya sampai berita retaknya hubungan mereka mereda atau bahkan hilang.

Asha menggeleng lemah. Dia bimbang sebenarnya. Di satu sisi, dia ingin segera kembali syuting, tetapi tidak siap dengan para hatters yang akan langsung menghujani kolom komentar dengan hujatan. Mereka mulai melontarkan kalimat-kalimat yang mau tidak mau membuat hatinya terluka.

"Aku lagi kepikiran." Tiba-tiba Asha mendapat keberanian untuk berujar demikian.

"Kepikiran apa?"

Jeda cukup lama. Asha mengumpulkan keberaniannya sebanyak mungkin.

"Soal ... video klarifikasi?" Dia menoleh, menatap lekat-lekat wajah pacarnya. Siapa tahu adareaksi yang berarti.

Menunggu respons Skylar, tetapi ternyata sia-sia karena cowok itu hanya menatap lekat, pertanda menunggu ucapannya yang selanjutnya.

"Boleh gak, kalau misal aku minta Diyan buat klarifikasi tentang kesalahpahaman ini?" Dia mengucapkannya dengan takut-takut, bahkan menunduk karena takut melihat tanggapan pacarnya.

Sekarang, kembali terjadi jeda. Entah apa yang dipikirkan Skylar sampai-sampai dia terdiam cukup lama.

"Aku cuma gak tahan aja dengan kesalahpahaman ini. Aku gak bakal macam-macam kok, cuma mau nemuin dia, terus minta dia buat klarifikasi," sambung Asha, berusaha meyakinkan.

Mempertimbangkan penjelasan Asha, perlahan-lahan Skylar mulai mendapat pemikiran positif. "Boleh, toh itu buat kita juga, kan?"

Senyum Asha seketika melebar. "Makasih!" Dia memeluk Skylar.

"Sama-sama," balas Skylar walau tidak paham Asha berterima kasih untuk apa. "Apa perlu aku bantu?" Sebelah alisnya terangkat.

"Hmm, boleh. Kalau kamu bantu, siapa tahu dia mau," jawab Asha.

Keduanya mengangguk, lalu melangkah pergi karena Skylar mengajak Asha pergi ke kantin. Sepanjang jalan, keduanya berbincang ringan. Di sini, Asha mulai merasa bahwa Skylar perlahan-lahan mulai kembali ke diri sang pacar yang dikenalnya.


***


Diyan berdecih malas saat membuka notifikasi di Instagram-nya. Dia memang membuat akun Instagram sejak lama, tetapi isinya hanya satu foto, yaitu foto dirinya dan sang adik selepas anak itu selesai check up. Adiknya yang memaksa agar mereka berswafoto lalu diunggah ke Instagram.

Namun, sekarang akun itu tidak damai lagi. Entah bagaimana bisa, para netizen bisa menemukan akunnya, lalu melancarkan serangan di kolom komentar satu-satunya unggahan.

"Huh. Ri, cara nutup komentar gimana?" Dia bertanya pada Hairi.

Cowok berjambul itu langsung mengambil alih ponselnya, lalu mengotak-atik sebentar. Sebelum mengembalikan ponsel, dia sempat terbahak puas. "Temen gue yang gamers abal-abal ini mendadak terkenal?"

Diyan pasang muka bete melihat Hairi begitu puas menertawainya.

"Bisa lo manfaatin tuh, contohnya promosi jokian, kan mayan kalau ada yang nyantol," saran Hairi setelah meredakan tawanya karena mendapat tatapan tajam dari Diyan.

"Hmm, saran lo boleh juga." Diyan mengangguk-angguk paham.

"Nah itu! Zaman sekarang viral itu gak baik dan gak buruk, jadi tergantung kita aja yang manfaatin." Hairi berkata bijak dengan sungguh-sungguh.

"Cara hapus akun gimana?" Tiba-tiba Diyan bertanya demikian.

"Ngapain?"

"Biar hape gue damai," jawab Diyan.

"Kirain biar gak lihat komenan netizen."

"Itu sih bodo amat."

Hairi meneguk minuman dingin botolnya sampai habis. "Ckckck, emang si Diyan itu manusia paling datar di muka bumi."

"Apa?"

"Gak," jawab Hairi cepat karena takut Diyan kembali menunjukkan taringnya.

Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing selama beberapa saat. Anak-anak yang tengah latihan futsal mengisi keramaian di depan sana. Bukan sih, yang bikin ramai justru cewek-cewek berisik di pinggir lapangan.

"Si Asha nemuin gue."

"Hah, kapan?" Hairi bertanya dengan heboh. Ini berita yang mengejutkan tentunya untuk mereka. Selama sekelas dengan Diyan, cowok itu terus menghindari keramaian, termasuk Asha tentunya.

Meski sekelas, Diyan dan Asha hampir tidak pernah bertegur sapa, kecuali kalau ada hal-hal penting. Makanya pas berita itu viral, Hairi kaget sekaget-kagetnya.

"Tadi, terus diusir," jawab Diyan apa adanya.

Hairi mengangguk-angguk. "Terus kenapa dia nemuin lo?"

"Nyuruh bikin video klarifikasi," jawab Diyan lalu hening. Dia paham, teman semejanya ini tengah menunggu penjelasan yang lain. "Tapi gue males. Soalnya ... yaaa muka gue terlalu berharga buat ditatap banyak orang."

"Najis," cibir Hairi dengan wajah jijik. "Eh tapi, gue ada ide deh."

"Apa?"

"Coba lo manfaatin aja. Kan, di sini yang butuh tuh si Asha, jadi dia harus kasih lo sesuatu sebagai imbalan," jelas Hairi dengan akal bulusnya yang mendadak encer.

Diyan tidak menjawab, tetapi mengangguk-angguk seolah-olah berusaha memahami ucapan cowok itu.

Sorenya, sepulang sekolah Diyan dicegat Skylar di pintu keluar. Beberapa yang melihat mereka, jelas melontarkan tatapan penasaran. Siap-siap saja, mulut julit dan kamera jahat akan beraksi untuk memviralkan video baru.

"Ada penting, tapi bukan soal yang lagi viral belakangan ini." Skylar sengaja berkata demikian, kemudian melangkah pergi.

Tanpa kata, Diyan mengikutinya. Sementara itu, Asha terpaksa meladeni cewek-cewek yang jadi reporter mendadak.

Diyan dan Skylar tiba di belakang kelas. Skylar bersandar ke tembok, lantas bersedekap.

"Lo bisa bikin video klarifikasi, kan?"

Oh, sekarang Diyan paham alasan kenapa dia mendadak ditemui orang terkenal.

"Bisa?" ulang Skylar.

"Iya. Tapi apa urusannya sama gue?" balas Diyan yang membuat Skylar langsung menoleh padanya.

"Ya lo rasain aja perubahan hidup lo setelah foto itu viral." Skylar memandang langit, tetapi pikirannya kosong. "Cuma video klarifikasi, gampang, kan?"

"Gue rasa gak ada hubungannya sama gue. Gue malas ngelakuin hal kayak gitu," kata Diyan dengan nada datar.

Skylar berdecih malas. "Gue risi tiap berita nyinggung Asha selingkuh sama lo. Kalau emang lo gak selingkuh sama pacar gue, harusnya satu video klarifikasi mudah lo lakuin, kan?" Skylar berbicara panjang lebar sambil berusaha menahan nada bicaranya agar tetap terdengar biasa saja.

Mulut Diyan bungkam, sementara matanya terarah membalas tatapan Skylar. Ada kilatan permusuhan di mata cowok itu. "Bisa, tapi ada syarat, dan ini tergantung pacar lo."

Ucapan Diyan justru memancing emosi yang tengah menggelegak di dada Skylar. Namun, cowok itu coba bersabar, demi masa depan hubungannya dengan Asha. "Oke."

Kemudian, cowok yang lebih jangkung beberapa sentimeter dari Diyan itu pun melangkah pergi.


***


"Apa syarat yang lo minta?" todong Asha begitu berhasil menemukan Diyan. Dicari-cari di beberapa tempat, tahunya cowok itu mojok di sudut lapangan yang biasa dipakau untuk voli, futsal, atau praktik pas Olahraga.

"Mudah, cuma satu," jawab Diyan. Dia menyimpan ponselnya yang baru bisa ditebus dari konter dua hari lalu.

"Apa?" Asha mendesak karena tiap bicara dengan Diyan, dia bisa dengan mudah mengalami darah tinggi.

"Promosiin jasa joki gue."

"APA?" teriak Asha saking kaget dan tidak percaya.

"Biasa aja," tegur Diyan. Mau bagaimanapun, tetap saja dia kaget setiap cewek itu tiba-tiba berteriak.

"Lo mau manfaatin gue?" tuduh Asha.

Diyan mengangguk dengan cuek. Astaga!

"Gak, gak bisa! Akun gue bersih dari yang namanya gim sama jasa gak jelas gitu!" Asha tentu saja akan menolak. Selama ini dia hanya bisa endorse dari produk atau jasa yang sudah bisa dipercaya. Minimal, ada feedback lain selain materi.

"Ya udah, terserah, kan lo yang butuh." Kemudian, Diyan melengos pergi.

Asha mengepalkan kedua tangan sambil memejamkan mata. Napasnya naik turun. Dia ingin berteriak kalau saja bukan tengah berada di tangga yang mulai dilalui banyak siswa. Kenapa sih dia harus berurusan dengan cowok seresek Diyan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top