Bab 16 - Video Klarifikasi

"Kepercayaan itu bisa setipis tisu atau setebal dan sekuat baja. Tergantung bagaimana kita menjaganya."


Ketika kepercayaannya baru berdiri tegak, sesuatu yang tidak diinginkan justru meruntuhkannya secara perlahan. Hanya karena tiga buah foto, keraguan bisa dengan ganas menggerogoti hatinya.

Skylar menerima semua penjelasan Asha, tetapi hatinya menolak percaya penuh. Dia masih ingat bagaimana kesungguhan Asha ketika berusaha menjelaskan foto-foto itu, tetapi dirinya hanya diam. Bagaimanapun, yang namanya bibit-bibit perselingkuhan, meski satu pihak menolak, pihak lainnya bisa menerobos jika terus melancarkan serangan tanpa gentar.

"Yang, kamu salah paham." Suara Asha kembali terngiang.

"Aku sama dia gak ada apa-apa. Oke, kujelasin itu terjadi di hari setelah aku ke rumah kamu. Aku gak sengaja ketemu dia, karena ... waktu itu dia hampir nabrak aku."

Skylar memelotot terkejut mendengarnya. Jadi, cowok itu berniat melukai cewek yang dia sayangi ini? Benar-benar harus diberi pelajaran!

"Itu ... akunya yang lari ke tengah jalan. Tapi ... tapi dia yang salah kok, soalnya dia ngebut. Aku pikir jalannya kosong." Asha lanjut menjelaskan dengan nada naik turun, pertanda kegamangan menguasai hatinya.

Namun, akhirnya Skylar bisa menarik kesimpulan, bahwa keduanya sama-sama salah. Cowok itu tidak berniat melukai pacarnya.

"Te–terus ...," Asha melirik takut pada wajah pacarnya yang berubah dingin, "dia pingsan, kan. Karena panik, aku refleks teriak buat minta tolong warga. Terus, akhirnya dia dibawa ke puskesmas terdekat."

Hela napas terdengar. Sebenarnya Skylar merasa gemas setiap mendengar Asha bercerita. Gaya bercerita cewek itu agak menggemaskan menurutnya, detail dan tidak ada yang ditutupi.

"Ku–kupikir dia mati, kan. Akunya juga wakut itu bodoh sih, malah nungguin dia sampai siuman." Ada nada sesal yang tidak bisa disembunyikan oleh Asha. Bahkan, mukanya juga tidak bisa berbohong.

"Terus, setelah dia siuman, aku masih agak blank kan habis dimarahin kamu."

Di sini, Skylar kembali diliputi rasa bersalah.

"Jadi, aku ... aku ngikut dia." Asha melanjutkan dengan suara mencicit.

"Dan dia iyain aja?"

Asha tidak mengangguk tidak juga menggeleng. Namun, Skylar bisa membaca kejujuran dari mata cewek itu.

"Terus, dia mau ambil motornya yang lecet-lecet itu. Kayaknya kecelakannya parah banget sampai dia juga kan dirawat di rumah sakit. Kata dokter pun, dia mengalami benturan di kepalanya meski gak serius."

Skylar masih fokus mendengarkan dengan hati yang mulai kebakaran. Jantungnya berdetak tidak karuan, takut-takut kalau ada kalimat mengejutkan yang akan berujung menakiti hatinya.

"Habis itu, dia bawa motor ke bengkel. Karena posisinya waktu itu udah malam, terus ponselku habis baterai," di sini Asha berbohong karena aslinya dia sengaja mematikan ponsel, "dan aku takut pergi sendirian, jadi aku kembali ngikut dia. Meski jujur, aku bosan banget di bengkel, nunggu lama!"

Seandainya keadaan mereka sedang baik, sejak tadi Skylar sudah mengacak-acak rambut Asha.

"Terus karena aku kesal dianya kayak jijik sama aku, aku marahlah terus nekat pergi walau takut karena di sana gelap banget. Aku pikir dia bakal biarin, tahunya ngejar. Makanya ada tiga foto itu, Yang," jelas Asha dengan rinci—tentu hanya menceritakan bagian-bagian yang akan mengamankannya.

"Kamu percaya sama aku, kan?" Asha kembali menatap Skylar, tetapi masih sama, cowok itu tetap diam dengan ekspresi penuh bebannya.

"Yang, aku gak bakal mungkin bisa selingkuh dari kamu. Terpisah sehari dari kamu aja aku kangen berat, Yang. Gimana aku bisa hidup dengan orang lain sementara hatiku udah tertaut sama kamu?" imbuh Asha karena Skylar tetap diam seperti patung.

Skylar mengembuskan napas lelah begitu mengingat dirinya yang kembali mengucapkan kalimat menyakitkan pada cewek itu. Entahlah, setelah kepergian mamanya, hatinya jadi lebih sensitif. Padahal dia harus serius belajar untuk menjawab soal-soal UTS di hari terakhir besok.

***

"Pokoknya lo harus bikin video klrafikasi!" tegas Asha setelah mencerocos panjang lebar di meja Diyan.

Namun, yang diajaknya bicara malah cuek bebek, fokus main gim.

"HEH! Gue bicara sama lo, ya. Itu telinga lo pake napa, lama gak dioperasikan!" sembur Asha saking emosi dengan kelakuan Diyan.

Hasilnya tetap sama saja, Diyan tidak terganggu sama sekali. Malah dengan sengaja mengencangkan volume ponsel.

"WOY! Lo budek apa tuli, hah? Sini natap gue!" Karena kesal, Asha pun merebut ponsel Diyan. Membuat cowok itu berdecak sambil menghunuska tatapan penuh ancaman ke arahnya. Namun, Asha malah sengaja memeletkan lidah, mengejek, membuat Diyan berakhir membuang muka.

"Igat ya, lo utang budi sama gue! Gue udah nolong lo waktu itu, bawa lo ke puskesmas, bayarin uang perawatan lo—"

"Bukannya itu tanggung jawab ya karena gue kecelakaan pun gara-gara lo," potong Diyan dengan nada datar. Benar-benar datar. Andai Asha yang jadi Diyan, mungkin mulutnya akan terus basah oleh ludah karena terus mencerocos.

"Lho, kok gue?" Suara Asha menggelegar di ruang ujian kelas yang sepi.

Gara-gara ingin menemui Diyan demi kelangsungan masa depan hubungannya dengan Skylar, Asha sampai rela mampir ke ruangan sebelah untuk menemui Diyan. Sesuai dugaan, cowok itu sedang mojok saat istirahat berlangsung.

"Lo mau gue ganti uangnya, kan?" tanya Diyan tiba-tiba.

Asha tentu mengerjap, dibuat kaget setengah mati. Apalagi ketika cowok itu mengeluarkan beberapa lembar uang. Harusnya uang ini dia pakai untuk menebus ponsel yang rusak di kantor. Namun, sepertinya ada urusan penting. Biarlah sementara dia pakai ponsel orang sekalian ngejokiin akun.

"Gak, gue gak butuh uang! Uang gue dah banyak, sampe gue bisa mandi uang kalau mau!" tolak Asha apa adanya. "Gue cuma mau lo bikin video klarifikasi, bahwa lo sama gue itu gak ada hubungan apa-apa."

Hanya tatapan dalam lagi menusuk yang didapatkan Asha.

Tiga detik berikutnya, cewek itu mengerjap dan mengalihkan pandangan dari tatapan maut Diyan.

"Ogah."

"Ih, kenapa? Padahal lo bisa terkena kalau bikin vide klarifikasi."

"Gak tertarik."

"Kalau gak, lo bakal diserang sama fans-fans gue!" Asha tersenyum penuh kemenangan saat merasa mendapat senjata yang cukup ampuh.

"Bodo amat," balas Diyan.

Asha menepuk jidat. "Ayolah, gue bayar berapa pun asal lo bikin video klarifikasi!" bujuk Asha.

"Gak." Diyan menggeleng, kembali fokus ke pertandingan di dalam gim bersama teman-teman squad-nya.

"IHHH!" Rasanya Asha ingin menyemburkan lava panas ke muka datar Diyan. Terutama mulutnya tuh, yang sering keluarin kata-kata nyelekit!

"Kalau lo gak klarifikasi, hidup lo gak bakal tenang."

"Budu."

"IHHH—"

"Diam, lagi on mic ini. Dikira gue lagi berantem sama pacar nanti," sela Diyan tanpa rasa berdosa sama sekali.

Asha ingin protes, tetapi obrolan yang terdengar dari ponsel membuatnya syok. Ada perdebatan yang tengah terjadi, semuanya cowok. Mereka saling mengumpati, tetapi sambil tertawa-tawa.

Jujur, dari hal itu, yang bikin Asha syok adalah terdengar tawa pelan dari mulut Diyan. Cowok itu terlihat berusaha main sambil menahan tawa.

"Eh, jungler sialan! Dasar retri Indomaret! Gue udah mati demi lo, lo-nya bego, tolol!"

Tawa Diyan meledak sudah. Dikata-katai begitu, dia malah ngakak puas.

"Ketawa lu, Nyet! Lihat noh, musuh mulai comeback!"

Masih ada banyak omelan lainnya. Tentu, semua dialog itu bikin Asha syok. Entah Diyan sengaja mengaktifkan obrolan grup agar dia tidak mengomel lagi atau bukan, yang pasti dia tidak habis pikir dengan cowok itu.

Permainan pun berakhir.

"Ya elah, cuma classic juga, Bro. Latihan doang," kata Diyan sebelum keluar dari room. Dia sadar, Asha masih belum beranjak.

"Buruan bikin video klarifikasi," titah Asha dengan wajah horor.

"Apa urusan gue?" Jawaban spontan Diyan sontak membuat cewek itu makin emosi.

Dengan tidak sadar, dia menjambak sejumput rambut Diyan, membuat cowok itu mengaduh.

"Bikin sekarang atau gue bikin hidup lo gak tenang! Lo udah bikin hubungan gue sama Ayang jadi retak."

Ketika mendengar kata 'ayang', Diyan terlihat bergidik saking geli.

"Buruan!" bentak Asha, memaksa.

Diyan menghela napas dengan jengkel. "Oke."

"Sekarang!"

"Gue gak mood."

"Gak mau tahu!"

"Ya udah, serah gue."

Asha mengumpat pelan, mengekspresikan betapa jengkel dan kesal dirinya sekarang ini. Kenapa sih memaksa si Diyan ini jadi bikin dia naik darah terus?

"Ya udah kapan?" todongnya galak.

"Nanti gue kirimin."

"Via apa?"

"Gak tahu."

"DIYAAAN! SERIUS DIKIT BISA GAK SIH LO?" jerit Asha dengan segenap kejengkelannya.

"Jangan teriak-teriak," protes Diyan sambil mengorek-ngorek kuping kanannya.

"BODO AMAT! TELINGA-TELINGA LO YANG BAKAL BUDEK!" Asha malah sengaja kembali teriak di dekat telinga kanan Diyan.

"Iya, iya, gue bikinin!" kata cowok itu jengkel.

"Kirim ke WA gue malam ini!" perintah Asha.

"Gue gak punya WA lo."

"Ya udah, sini scan nomor gue!"

"Ini bukan hape gue."

Jawaban Diyan lagi-lagi menyebalkan.

"Astagfirullah, ya Allah, ini setan sepuluh bisa dibikin pensiun sama lo kayaknya," hardik Asha saking gemas. Apalagi Diyan malah cuek bebek. Benar-benar minta ditampol sepatu.

"Teru hape lo mana?"

"Kenapa? Mau bayarin?"

"SERAH GUE! YANG NANYA JUGA GUE!" Teriakan Asha lagi-lagi menggelegar.

Diyan menghela napas. Untung jantungnya sudah kuat menghadapi kenyataan yang lebih mengejutkan. "Masih di konter, belum gue tebus."

"Konter mana? Gue tebusin!"

"Gak usah," tolak Diyan.

"Gak usah nolak, heh! Harusnya lo bersyukur karena gue selalu baik dan nolongin lo!" sembur Asha. Kesabarannya mendadak jadi setipis tisu yang bisa langsung terbakar hangus.

"Lo kira gue kaum duafa apa—"

"Iya, makanya buruan, di mana konternya!" sela Asha, gemas setengah mati.

"Ya udah, nanti gue bikin videonya. Malam gue kirim," putus Diyan yang sudah tidak bisa lagi menghadapi tingkah preman Asha.

"Mana WA lo?" todong Asha sambil menyodorkan ponsel.

"Lupa."

"ASTAGFIRULLAH! DEMI UDANG-UDANG DI LAUTAN!"

Diyan refleks menutup telinga dan melepasnya setelah teriakan Asha mereda.

"Terus lo ingatnya apa, Cowok Kampret?"

"Duit."

Asha mengembuskan napas sampai sepertinya mampu menerbangkan semut-semut saking kencangnya. Dia mengeluarkan selembar uang merah. "Buat nomor WA lo!"

"Gak usah. Tulisin aja nomor WA lo di kertas," saran Diyan yang sekaligus menolak bujukan spesial Asha.

Dengan hati jengkel, Asha pun menunduk dan mengambil sebuah gulungan kertas yang sepertinya bekas contekan. Kemudian, menuliskan nomor WhatsApp-nya.

"Nih! Awas aja malem nanti lo gak hubungi gue, gue pastiin besok bangun, lo gak baka bisa hidup tenang lagi!"

Setelah memberikan ancaman, Asha pun pergi dengan langkah yang dientak-entakan. Diyan sih cuek, balik fokus main gim sebelum jam istirahat habis.

Malamnya, Asha menerima sebuah video dari nomor baru. Nomor itu tidak ada foto profilnya, tetapi dari pesan yang disertakan dalam video, dia yakin itu nomor Diyan.


+62857 ....

Video yang lo minta.


Asha segera mengunduhnya dengan tidak sabar. Sebentar lagi kabar perselingkuhannya akan mereda.

Video berdurasi sepuluh detik itu segera diputar.

"Halo, gue disuruh bikin video klarifikasi. Nih, udah."

Rasanya Asha ingin meledakkan dirinya bak bom nuklir saat itu juga. "DIYAN SETAN! AWAS AJA LO BESOK, BEGOOO!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top