Bab 10 - Putus

Menunggu itu melelahkan, apalagi menunggu kepastian yang ternyata berujung kekecewaan.
*

**

Dyra berdecak kesal setelah menerima ponsel dari tangan Gisa. Layar menunjukkan salah satu unggahan di akun Instagram official mereka. Harusnya unggahan berisi video singkat Asha yang sedang mempromosikan produk kecantikan itu dipenuhi komentar para calon pelanggan atau yang sekadar curhat saja. Ini justru sebaliknya, kolom komentar diramaikan oleh obrolan miring tentang Asha yang diduga kuat adalah cewek di balik video viral belakangan.

"Anak itu, udah sok berkuasa, sekarang malah ngancam nama baik Lovers," gerutu Dyra.

"Gak bisa dibiarin lho, Ra, kamu harus bertindak." Gisa tentu mendukung dan berpendapat penuh agar Dyra menindak Asha. Kalau perlu, depak cewek itu sekalian biar dia bisa menggantikan posisinya.

Dyra tidak menjawab, tetapi wajah cewek berambut pendek dengan kesan muka tegas itu terlihat dipenuhi rencana-rencana.

Tiba-tiba bel berdering. Anak-anak pun berlomba-lomba memasuki kelas lalu duduk di kursi masing-masing. Terdengar ketukan sepatu yang lambat tetapi berirama. Seketika sekelas merapikan duduk. Itu pasti guru BK, salah satu guru galak yang kadang bikin mereka ketar-ketir.

***

Asha terus meniupi poninya yang justru membuat berantakan, sementara tangan kanannya terus memainkan ponsel, tanpa dilihat.

Tiba-tiba mejanya tersinggung oleh seseorang. Jelas Asha kaget, apalagi kepalanya sedang menempel ke permukaan meja, jadi suaranya cukup kencang.

"Ih, lo apa-apaan sih?" sembur Asha sambil pasang wajah garang.

Ternyata pelakunya Diyan. Cowok itu sontak mendongak dan membagi fokus sesaat dengan layar ponselnya yang sedang menampilkan pertandingan sebuah gim.

"Lo ada dendam apa sama gue, hah? Sejak dulu muka lo kok gak ramah banget. Gak enak banget dipandang!" Asha lanjut mengomel. Dia tambah bete karena malah diabaikan cowok jangkung itu.

"Ya gak usah dipandang." Diyan fokus lagi ke ponsel, segera menyelamatkan hero yang tengah dimainkannya dalam gim Mobile Legend.

Cowok itu berlalu begitu saja. Jelas Asha tambah naik darah. Dia beranjak, segera mengejar Diyan.

"Woy! Minta maaf dulu kek!" tuntut Asha. Apa yang dia bilang tidak salah, karena di mana-mana yang salah harusnya minta maaf, bukannya malah marah-marah.

"Oh, maaf."

Rasanya Asha ingin meledak. Kenapa sih di tengah teriknya siang dan suasana hati yang berantakan, dia harus berurusan dengan si irit bicara satu ini?

"Maaf doang?" Suara Asha melengking. Untung kelas tengah sepi, hanya ada mereka berdua.

Kedua alis Diyan bertaut, tanda bahwa cowok itu berusaha fokus dan merasa terganggu. Kemudian, dia berdecak setelah notifikasi memberitahukan bahwa hero-nya di-kill musuh.

"Terus mau lo apa? Duit? Gak ada, gue lagi bokek." Diyan bicara pelan, tetapi nada dan wajah datarnya itu lho, bikin hati Asha makin kebakaran.

"Tau ah! Resek banget lo!" Kemudian, cewek yang mukanya sudah merah padam itu berbalik, kembali ke mejanya.

Diyan pun cuek saja, lanjut main gim sambil berjalan ke mejanya yang ada di paling pojok.

Beberapa detik berikutnya, ada sebuah suara. Bukan, bukan suara dari gim yang dimainkan karena Diyan hampir tidak pernah membesarkan volume gim. Takut mengganggu orang katanya.

Itu suara ... cewek yang sedang menangis.

Diyan menghela napas, kemudian dengan kedua matanya yang sayu, dia menatap datar ke depan.

Rupanya cewek itu tengah menangis, terlihat dari tubuhnya yang bergetar, juga tangisannya cukup kencang.

Perlahan, hati Diyan dirayapi rasa bersalah. Dia memikirkan perbuatannya tadi, tetapi cowok itu tidak merasa bersalah. Toh dia sudah meminta maaf dan yang dilakukannya dengan tidak sengaja pun hanya menyenggol pelan meja Asha.

Namun memang, dia tahu betul bahwa cewek itu ratu dramanya kelas.

Diyan berdiri lalu melangkah santai untuk menghampiri meja cewek itu.

"Maaf," katanya dengan lebih tulus.

Tidak ada jawaban, tetapi tangisan cewek itu memelan.

Diyan bersedekap, bingung harus mengatakan apalagi. Namun, dia beranggapan bahwa berkata jujur lebih baik untuk menenangkan seseorang yang sedang sedih.

"Tadi gue lagi tanggung nge-rank, jadi mabar sambil jalan. Gue gak sengaja senggol meja lo."

Lagi-lagi tidak ada jawaban.

Diyan hanya mematung, menunggu selama lima menit apakah akan ada reaksi dari Asha atau tidak. Ketika tidak ada reaksi apa pun, dia pun memutuskan kembali ke mejanya.

Dasar cowok, semua sama aja! batin Asha yang mengintip kepergian Diyan dengan ekor matanya. Kemudian, dia buru-buru membuang pandangan ketika cowok itu menatap lurus ke arahnya.

Kelas begitu hening, sementara jam istirahat masih tersisa sekitar 15 menitan lagi.

Asha kembali menghubungi pacarnya yang hari ini tidak bisa hadir lantaran mamanya masih dalam kondisi kritis. Semalam, cowok itu memberitahukan bahwa kondisi mamanya makin memburuk.

"Yang ..., ih," gerutu Asha. Air matanya sudah mengalir lagi dengan lebih deras.

Sementara itu, bagi Diyan, berduaan dengan cewek yang tengah menangis, apalagi dia merasa telah menjadi penyebab cewek itu menangis, sungguh sebuah suasana yang teramat canggung. Dia jadi tidak bisa fokus main gim meski teman-teman mabarnya masih siap untuk kembali bermain.

Dia menghela napas lagi sebelum berdiri, kemudian berjalan ke meja depan sambil membawa sesuatu di tangan kirinya.

"Nih." Dia meletakkan kemasan tisu yang tersisa beberapa lembar lagi di depan Asha. "Itu tisu buat lap layar hape gue, siapa tahu lo butuh."

Setelah cowok itu pergi, Asha berdecih sinis. "Dasar cowok aneh. Apa hubungannya tisu sama lap hape?" gerutunya sebal.

Namun, tak ayal dia memakai tisu itu untuk mengelap air mata, sampai tidak menyadari bahwa lembaran terakhir telah basah oleh ingusnya.

"Yah, abis."

"Gak perlu diganti," celetuk Diyan.

Asha menoleh dan memasang wajah sebal. Mulutnya terkatup rapat, tidak tahu harus membalas apa.

***

Bel pulang akhirnya berbunyi. Asha dengan semangat merapikan barang-barangnya ke tas. Bukan buku atau apa, melainkan peralatan kecantikan seperti cermin, lotion, sampai benda-benda yang tidak akan kamu sangka-sangka.

Untuk buku, dia sih cuma bawa satu.

Tadi Skylar mengabarkan akan menjemputnya. Senang? Banget malah. Akhirnya cowok itu ada waktu untuk dirinya. Rindunya akan terobati, dirinya tidak akan kesepian lagi.

Setengah berlari, Asha melalui tangga terakhir yang menghubungkan lantai dua dengan lantai dasar gedung. Kemudian, dia melalui lapangan utama dengan wajah berseri-seri.

Tiba di depan gerbang, dia kira akan langsung menemukan Skylar yang tengah menunggu. Nyatanya, celingukan ke sana-sini pun cowok itu tidak kelihatan.

"Luan!"

Asha kaget saat disapa begitu oleh Qieza. Namun, dia tidak membalas karena masih dendam dengan kejadian kemarin. Apa-apaan, sekarang Qieza juga berkomplot dengan Dyra, mengabaikan dan mengasingkannya. Padahal sejak gabung satu tim, dia bisa mengandalkan Qieza dalam beberapa kesempatan.

Mendapat tatapan sinis penuh permusuhan dari Asha, Qieza tidak sempat membalas karena dia harus segera mengegas motor sebelum diklakson oleh banyak orang.

Menunggu itu melelahkan, apalagi menunggu kepastian yang ternyata berujung kekecewaan.

Belasan menit menunggu, bahkan sampai sekolah sepi, Asha belum juga melihat kemunculan pacarnya.

Marah, kesal, jengkel, kompak menyesakkan hatinya yang sudah kacau sejak tadi. Berulang kali dia menghubungi Skylar, tetapi cowok itu tak jua mengangkat. Spam pesan pun terabaikan, benar-benar memuakkan!

Merasa diabaikan dan tidak diprioritaskan lagi, perlahan-lahan air mata meluruh membasahi pipinya yang sudah memerah. Dengan segala kekesalan yang memuncak, dia mengirimkan sebuah pesan pada Skylar.

Asha
Kita putus aja!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top