26 - Ular

"Lo itu cuma pendatang yang kebetulan dapat tempat istimewa di hati Skylar."


Libur akhirnya di depan mata. Namun, sebelum itu, ada UAS yang sudah siap membuat pening kepala.

Pagi-pagi sekali, Asha dan Skylar sudah menengok papan pengumuman untuk mengetahui di mana ruangan mereka. Setelah lama mencari di antara deretan nama, ternyata keduanya berada di ruangan terpisah. Asha berada di ruangan 5, sementara Skylar di ruangan 10.

Seluruh siswa dicampur menurut jurusan yang diambil masing-masing. Jadi, misal Asha dan Skylar mengambil jurusan IPS, maka mereka akan sekelas dengan siswa kelas 10 dan 12.

"Yah, pisah. Mana jauh banget lagi ruangannya," keluh Asha yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.

"Kan, masih bisa ketemu." Skylar menepuk-nepuk pelan puncak kepalanya. "Lagian kemarin kan kita dua hari full main."

"Itu mah bedaaa. Aku gak bisa jauh-jauh dari kamu lagi tahuuu." Sambil merajuk, Asha melingkarkan tangan di pinggang cowok tinggi itu. Bibirnya cemberut, alisnya berkerut.

Senyum Skylar melebar. "Kita masih bisa berangkat dan pulang bareng, kan?" hiburnya.

Asha mengangguk lemah meski tetap terlihat kecewa. Kemudian, dia teringat sesuatu. Jadi, segeralah dia melepas pelukan dan berbalik kembali menghadap papan pengumuman.

Jari telunjuknya yang lentik lagi terawat menyusuri daftar nama kelas sebelah. Matanya seketika menyipit ketika menemukan nama Nanza Aurora ada di ruangan 9.

Mendapat tatapan tajam penuh intimidasi dari Asha, Skylar kebingungan sendiri. Perasaan dirinya hanya diam saja sejak tadi, kenapa pacarnya ini berubah sikap dengan cepat?

"Jangan macam-macam sama cewek lain, ya!" pesan Asha yang seperti diikuti ribuan ancaman.

Skylar mengangguk. "Tenang aja."

"Ya udah. Semangat UAS-nya!" Asha sudah kembali menempel ke tangan kanan Skylar. Keduanya lalu berjalan meninggalkan tempat, menuju ruangan 5 yang ada di lantai satu paling pojok. "Nanti bantuin aku ya, buat jawab soal."

Sayangnya, Skylar malah menggeleng. "Pertama, aku gak bawa hape. Kedua, setahuku, setiap soal per kelas itu urutannya diacak. Aku gak yakin juga kalau urutan soal yang kupegang akan sama dengan milik kamu."

Asha mendesah kecewa. Makin beratlah hatinya. "Padahal aku gak belajar lho. Kan, aku dua hari kemarin main sama kamu." Dia merengek lagi.

"Ya udah, nanti pulang sekolah, kita belajar bareng, ya? Mau di mana? Rumah aku atau rumah kamu?" 

"Gak mau ah. Aku gak mau belajar," kata Asha.

"Kan sama aku. Nanti aku bantu kamu," bujuk Skylar.

Asha bergumam tidak jelas, tetapi akhirnya mengangguk lemah. "Ya udah, nanti di rumah aku, ya."

"Minggir."

Keduanya menoleh begitu ada seseorang yang berujar. Ternyata Diyan, yang fokus menatap layar ponselnya. Apa lagi kalau bukan main gim.

"Dih, mau UAS ya belajar, bukannya malah asyik mabar!" cibir Asha yang berhasil membuat Diyan menghentikan langkah.

"Emang belajar bisa bikin pintar gitu?" balas cowok itu.

"Iyalah!" Asha menjawab dengan yakin.

"Oh, berarti lo juga gak belajar, kayak gue. Buktinya, lo sering remed," sindir Diyan sebelum kembali melangkah memasuki kelas.

"Eh, dasar cowok sialan ya!" Asha meneriaki cowok itu, tetapi diabaikan.

"Udah, udah. Ini masih pagi, jangan dulu emosi," lerai Skylar sambil menggenggam tangan kanan Asha.

"Abis dia nyebelin!" Asha manyun.

Skylar melebarkan senyum dan seketika amarah Asha sedikit berkurang. "Masuk kelas gih. Semangat UAS-nya. Nanti pas istirahat, aku jemput ke sini, ya."

"Hmm, ya udah."

Keduanya pun berpisah. Skylar melanjutkan langkahnya menuju lantai dua. Asha memandangi punggung cowok itu sampai menghilang di balik tembok.

Sekarang, dia masuk ke ruangan yang penuh hiasan hasil kreasi para siswa kelas sepuluh. Ada tulisan grafiti 'X-IPS 5' dan 'We live together and make beautiful memories'. Kemudian, dinding putih itu dihiasi lukisan yang tampak apik lagi indah dengan mengusung konsep abstrak. 

Asha mencari-cari di mana dia akan duduk. Ternyata, mejanya berdekatan dengan Diyan. Dia duduk persis di depan cowok itu.

Asha menghela napas lalu menyimpan tas. "Sumpek banget hidup gue ketemu lo terus." Hela napas kembali keluar dari mulutnya.

Namun, tidak ada jawaban. Itu membuat kejengkelan di hati Asha makin menjadi-jadi.

"Eh, gue ngomong sama lo, ya! Lo jawab kek, bukannya malah diem. Lo beneran budek, ya?" semprot Asha.

"Anggap aja kita gak kenal," celetuk Diyan.

Seketika Asha mengepalkan kedua tangannya. "Sialan ya—"

"Kan katanya lo bosen ketemu gue. Jadi, anggap aja kita orang asing. Kelar," sela Diyan dengan cuek. Bahkan, matanya terus fokus ke layar.

Belakangan orderan joki akun Mobile Legend-nya meningkat. Jadi, dia cukup kerepotan.

Asha mendengkus sebal. Daripada tambah keki, mending dia main sosmed.

Beberapa menit kemudian, kelas mulai penuh. Ujian hari pertama pun dimulai dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diujikan.

Jangankan sepuluh, membaca lima soal saja Asha rasanya mau menyerah. Seperti keluar asap hitam dari kepalanya ketika mulai membaca soal pasal-pasal. Mana ingat dia pasal-pasal yang ditanyakan. Daya ingatnya hanya akan bekerja dengan baik ketika berkaitan sama percintaan doang.

Jenuh berjuang sendirian, Asha pun mengangkat kepala untuk mengecek situasi. Dua pengawas ruangan tampak sedang sibuk mengecek tugas masing-masing, jadi dia merasa ada kesempatan.

Hal pertama yang dilakukan Asha berikutnya adalah, menoleh ke belakang, berniat meminta bantuan dari Diyan.

"Psst! Psst!"

Diyan mengangkat kepala.

Asha melebarkan senyum, memberi kode. Paham akan itu, Diyan malah kembali menunduk.

Asha mencebik kesal. Kemudian, tangannya terulur untuk mengetuk permukaan meja cowok itu. Diyan mendongak lagi dan mengangkat alisnya.

"Bantuin gue dong," bisik Asha.

Namun, Diyan justru menggeleng.

"Ih, kok gitu sih? Lo gak ingat apa, waktu itu gue pernah bayarin biaya pengobatan lo di puskesmas." Jurus mengungkit andalan Asha dikeluarkan. Dia berharap itu mempan, seperti pada orang lain selama ini.

Diyan menggeleng.

"Ih, Diyannn!" Asha menahan nada bicaranya meski saat ini tengah begitu emosi. "Lo gak tahu balas budi apa?"

Cowok itu mendongak. Kali ini, dia agak memajukan tubuh. Menduga bahwa Diyan telah luluh dan akan memberikan bisikan jawaban, Asha pun memasang baik-baik telinganya.

"Lo butuh jawaban soal nomor berapa?" Diyan juga berbisik sambil mengamati sekitar.

"Semuanya," jawab Asha dengan tidak malu-malu.

Diyan mengangguk. "Sini. Jawaban dari semua soal itu adalah ...."

Asha menunggu dengan tidak sabar, tetapi Diyan malah sengaja membuat cewek itu menunggu.

"Hoki. Lo coba aja hitung kancing atau pake penghapus buat bantu nemuin jawaban pilihan ganda," sambung Diyan.

Wajah Asha seketika memerah. "Sial!" Dia memukul tangan kanan cowok itu yang ada di permukaan meja.

"Kalian ngapain?" tegur pengawas bertubuh gemuk.

"Ini, Pak, Diyan pelit banget. Masa saya pinjam rautan aja dia gak ngebolehin," adu Asha yang bisa dengan sigap melancarkan kebohongan.

Pengawas itu menatap dalam-dalam, membuat senyuman Asha seketika luntur.

***

Mata pelajaran kedua yang diujikan akhirnya selesai dikerjakan. Bel tanda istirahat pun dibunyikan, membuat seisi kelas langsung berhamburan keluar.

Asha terkaget karena begitu dirinya keluar dari ruangan, ada Dyra yang menunggu. Dia memang sengaja keluar belakangan karena harus merapikan tampilan dulu sebelum dijemput Skylar.

"Ada apa lo?" tanya Asha ketus.

"Ikut gue." Dyra pun berlalu tanpa menunggu jawaban Asha.

Akhirnya Asha hanya bisa mengikuti kepergian cewek itu menuju taman sekolah.

"Gue acc permintaan lo," kata Dyra setelah mereka sampai di tempat sepi.

"Permintaan apa?" Asha mengernyit bingung. Lantas melipat kedua tangannya di dada.

"Nanza bilang, lo mau keluar kan dari Lovers? Lo udah gak butuh Lovers, dan katanya karena lo juga Lovers bisa naik," jelas Dyra dengan emosi tertahan.

Jelaslah, sebagai pendiri Lovers, mendengar kata-kata Asha yang disampaikan Nanza, hatinya langsung kebakaran. Meskipun dia yakin, bahwa ada yang dilebih-lebihkan oleh Nanza.

"Oh, itu." Asha melarikan pandangannya ke arah lain.

"Belagu banget ya lo." Dyra tertawa singkat. "Lo terbilang anak baru di Lovers tapi sikap lo nunjukin kalau lo lebih senior dari gue."

"Lho, kenapa? Kan yang gue bilang bener. Dulu, sebelum gue masuk, yang kenal Lovers itu masih dikit. Lo lupa, gue udah banyak kasih ide perombakan tentang konsep konten kita sampai Lovers akhirnya mulai dikenal banyak orang. Lo juga lupa apa, kalau banyak orang kenal Lovers karena gue? Terbukti banyak orang yang lebih tahu gue daripada Lovers," cerocos Asha dengan berani.

Dyra tertawa sinis. Mendadak tangannya gatal ingin membungkam mulut cewek itu.

"Lo gak sayang apa kalau gue sampai keluar dari Lovers? Kalau kejadian kan, nanti Lovers bisa mulai redup," sambung Asha.

Amarah yang sejak tadi ditahan oleh Dyra pun meledak. Muka cewek itu terlihat merah padam. "Oke, sebagian yang lo bilang emang bener. Tapi jangan lupa, Lovers punya gue. Dan gue, gak akan pernah sekali pun nyesel kalau sampai lo ninggalin tim!"

"Oh, gitu ya?" Asha tersenyum miring dengan tatapan merendahkan. "Oke. Gue pertimbangin ulang tawaran lo."

Sebelum mendengar balasan dari Dyra, Asha sudah lebih dulu berlalu pergi. Meninggalkan Dyra yang hanya bisa mengumpat di tempat.

Asha kembali ke depan ruangan untu menunggu Skylar. Siapa tahu tadi cowok itu sempat ke sini dan tidak menemukan dirinya.

"Gini nih kalau dia gak bawa hape. Emang nunggu itu enak apa?" gerutu Asha yang sudah berdiri beberapa menit di depan kelas. Dia mulai jengkel, apalagi kakinya terasa kesemutan.

Asha celingukan ke sana-sini, berharap segera menemukan Skylar, tetapi hasilnya nihil. Sampai kemudian, di kejauhan dia melihat Skylar tengah berjalan menuju arah kantin. Cowok itu ... bersama seorang cewek.

Ada yang bergemeretak tetapi bukan ranting, ada yang meledak tetapi bukan bom, dan ada yang kebakaran tetapi bukan hutan yang kekeringan.

Dengan langkah panjang-panjang, Asha berusaha menyusul keduanya. Sementara emosi sudah tak tertahan lagi di dalam dadanya.

"Sayang!" pekik Asha begitu berhasil menggapai tangan kiri Skylar.

Cowok itu tampak kaget, pun cewek yang jalan di sampingnya. Bahkan, beberapa orang di lorong juga dikagetkan oleh suara Asha.

"Kamu beneran selingkuh sama dia?" tuduh Asha sambil menunjuk muka Nanza.

Nanza langsung pasang tampang kesal yang sedetik kemudian dipenuhi kesan kemenangan.

"Gak, Yang. Kamu salah paham." Skylar gelagapan menjelaskan. Bukannya apa, sekarang mereka sudah jadi pusat perhatian meski orang-orang tetap berlalu lalang.

"Salah paham gimana? Jelas-jelas aku lihat kamu jalan sama pelakor ini!"

"Eh, jaga ya itu mulut!" semprot Nanza kesal.

"Apa?" Asha langsung menatap tajam ke arahnya. "Emang fakta kan? Sejak dulu, lo selalu berusaha deketin Skylar, selalu cari kesempatan buat bisa dapat momen sama pacar gue. Emang ular ya lo!"

"Udah!" sela Skylar sebelum pertempuran antara dua cewek itu terjadi. "Aku tadi sempat ke kelas kamu, tapi kamu gak ada. Jadi, aku kembali dulu ke kelas buat ambil jaket. Terus aku gak sengaja ketemu Nanza, jadi kami pergi bareng ke kantin karena aku pikir kamu udah ke kantin duluan." Dia berusaha menjelaskan dengan jujur.

"Alah! Mana ada maling yang ngaku? Mana ada orang mau selingkuh harus izin dulu?" Asha sudah menutup kedua mata dan telinganya untuk penjelasan apa pun.

Dia sudah mendapatkan kesimpulan saat ini. Jadi, tidak ada yang boleh membuatnya luluh sebelum kebenaran terungkap.

"Sayang—"

"Kamu emang sengaja kan jalan sama dia?" potong Asha. Tatapannya sudah menggambarkan luka. Mukanya pun sudah merah paham dengan kedua pundak naik turun seiring embusan napasnya yang terdengar kencang.

"Gak, Yang. Kami cuma kebetulan ketemu, jadi jalan—"

"Ya itu disengaja!" Asha menjerit sebal. Air matanya sudah berjatuhan. Hatinya begitu terluka begitu membayangkan bahwa benar Skylar dan Nanza mulai main belakang. Meski dia tahu Skylar terlalu tulus untuk melakukan hal itu, tetap saja ada Nanza yang sifatnya begitu licik bak antagonis di film-film.

"Sayang, kumohon dengerin aku dulu. Aku gak ada niatan selingkuh. Oke, kami dekat karena Nanza itu sahabat aku. Tapi, dia sebatas sahabat aja, Sayang, kan kamu tahu itu." Skylar tetap berupaya menjelaskan meski dia merasa sia-sia.

"Lo itu cuma pendatang yang kebetulan dapat tempat istimewa di hati Skylar," sela Nanza yang membuat amarah Asha makin tak terkontrol.

"Oh, gitu? Oke, kalau kamu anggap aku cuma orang baru yang gak pantas dapat tempat istimewa di hati kamu, mulai sekarang kita putus aja!" Asha terlihat begitu sungguh-sungguh mengatakannya.

Bak tersambar petir di siang bolong, Skylar hanya bisa mematung di tempat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top