RESET
Kadangkala pertanyaan-pertanyaan terasa rumit sekali, padahal jawabannya sederhana saja. - Dr. Seuss
*****
Pria itu begitu teliti mengerjakan sesuatu. Pen tablet terus mengarah pada layar tablet secara horizontal maupun vertikal--membentuk sebuah objek yang diinginkannya. Peluh keringat bahkan sudah memenuhi dahinya--walau ruangan ini sudah dikapasitasi dengan pendingin ruangan dengan suhu yang sangat dingin.
"Jung! Kau harus tahu ini! Komik buatanmu membludak dikalangan komikers! Bahkan aku mendapat informasi dari penerbit bahwa sekarang menuju proses pencetakan yang ke-7!" Celoteh seorang pria yang membuat fokus pria bernama Jeon JungKook seketika kacau.
Jungkook mengacak rambutnya--dia melepaskan kacamata anti radiasinya dan memberikan tatapan intimidasi pada sang pengacau. "Jika kau masuk keruanganku tanpa mengetuk pintu untuk ke depannya? Jangan salahkan diriku jika kau keluar dari ruanganku tanpa kakimu itu." Dinginnya. Bukannya takut, pria yang memiliki kulit tan tersebut hanya tertawa renyah dan memukul pelan kepala Jungkook. Dia adalah Kim Mingyu.
"Ayolah, Jung! Kau terus saja mengatakan hal itu kepadaku tetapi jika dia masuk, kau bahkan meninggalkan tabletmu dan lebih memilih mengajaknya kencan dikedai kopi. Sungguh! Kau pilih kasih kepada teman masa kecilmu sendiri." Mingyu merotasikan bola matanya dengan malas namun tidak menampik dia menyukai kalimatnya yang merujuk untuk menggoda temannya itu yang berhubungan dengan seorang gadis tanpa status beberapa tahun ini.
Terlihat! Saat dia mengatakan hal itu, Jungkook bahkan sudah siap melempar tabletnya kewajah tan Mingyu jika dia tidak mengingat bahwa semua pekerjaannya ada didalam tablet tersebut.
Melihat itu, alhasil membuat Mingyu tidak bisa menahan tawanya akibat tingkah menggemaskan temannya, namun itu tidak lama sebab suara deringan ponsel seketika membuat suasananya menjadi hening.
Jungkook tampak was-was saat mendengarnya, apalagi Mingyu ada didekatnya. Mingyu yang menyadari gelagat Jungkook langsung merebut ponsel yang memang jaraknya berjauhan dari sang empu. Alhasil, Jungkook sangat kesal dengan Mingyu dan berusaha untuk merebutnya. Namun seberusaha apapun dia ingin merebutnya, Mingyu sudah membaca pesan itu.
"Semangat! Semoga komikmu bisa cepat selesai dan membludak seperti komik yang terakhir ini. Aku sudah membacanya dan aku sangat suka♡" Mingyu membacanya dengan suara lantang. "Omg! Jung! Lihat ini! Ada emoji lovenya. Astaga! Ternyata Bunny Jungku sudah dewasa." Kekehnya bersamaan saat Jungkook merebut benda pipih itu.
"Aish, kau ini!" Jungkook langsung menyambar buku tebal yang berada dimejanya dan mengarahkannya pada kepala Mingyu. Alhasil, terdengar suara benturan beserta ringisannya.
"Yak! Jeon Jungkook!"
***
Alunan musik berirama--mengisi ruangan bernuansa klasik didekat pertigaan. Kedai Pinus--siapa yang tidak mengenal toko ini? Kedai yang menyedikan minuman dan makanan baik itu manis hingga pahit. Suasananya yang mendukung, kerap kali menjadi tempat kencan bagi para sejoli. Jangan salah! Saat hari kasih sayang tiba, kedai ini akan membagikan satu tangkai bunga serta sebatang coklat kepada setiap pengunjung.
"Hai, maaf karena terlambat," pria itu menundukkan kepalanya pada seorang gadis yang tengah memainkan ponselnya, alhasil gadis itu langsung mengalihkan pandangannya.
"Eh, Jungkook! Tidak masalah, aku juga baru sampai, sekitar tiga menit yang lalu." Ujarnya dengan cengir membuat Jungkook mengangguk saja.
"Ji, bagaimana dengan naskah novelmu? Apa--"
"Perfect! Naskahku yang berjudul Hurt benar-benar diterima oleh masyarakat! Tentu, aku akan berterima kasih kepadamu karena telah mendukungku selama ini dan tidak lupa aku akan berterima kasih kepada Daniel yang telah memilih karyaku untuk naik cetak." Semburat bahagia itu sebenarnya ikut menyalurkan kebahagian kepada Jungkook, namun mendengar nama seseorang disebut, entah kenapa membuat raut wajahnya berubah jengkel.
Jungkook cuman tersenyum sebentar lalu memanggil waiters. "Aku pesan Cappucino saja dan Nona Park?"
Gadis itu tampak berpikir, "Dark Choco dan Pancake Cheese!"
Waiter itu menulis pesanan keduanya lalu menyedorkan tumpukan amplop berwarna pink dan menyuruh keduanya untuk mengambil satu dari sekiannya banyaknya.
"Ini?"
"Tiga hari lagi, hari kasih sayang akan tiba, kedai pinus selalu membagikan amplop yang berisi kisah cinta sang pemiliknya, kalian bisa membuka dan memahaminya." Waiter itu berujar lalu berbalik untuk melanjutkan aktivitasnya.
Gadis bermata bulat itu melihat amplopnya sembari membalik-balikkannya. "Kutebak, apa isinya tiket konser?".
"Entahlah, aku berharap ini seperti sebuah tiket untuk menuju hati seseorang." Ucapnya asal, otomatis membuat dia mendapat godaan dari gadis itu.
Park Jihyo--terlihat menaikkan kedua alisnya. "Jatuh cinta dengan seseorang, yah? Hm...apa dia cantik?"
Jungkook mengangguk. "Dia seperti bidadari!"
"Ouh, benarkah? Siapa dia? Apa aku mengenalnya."
"Ya, kau bahkan sangat mengenalinya! Lupakan saja dan apa isi amplopmu?" Jungkook menunjuk amplop itu yang ingin dibuka Jihyo.
Jihyo mengedikkan bahunya saat dia mendapat gambar hati yang terpanah dan dengan raut wajah bingung, Jungkook memperlihatkan kartunya yang bergambar seseorang yang berusaha memanah.
Jihyo tersenyum simpul saat memandangi kartu itu. "Ini seperti kebetulan, kau seperti ingin memanah dan hatiku seperti telah dipanah. Kartu ini lumayan menghibur tapi pesananku lebih menghibur." Ujarnya bahagia saat pesanannya mendekat kearahnya.
Jungkook terdiam akibat kartu itu.
Apa kartu itu memiliki maksud terselubung?
***
Pikirannya kacau, alhasil berdampak pada skripsi dan naskah komiknya. Entah alasan yang pasti, pikirannya terus dikacaukan oleh kartu sialan itu. Mingyu selaku teman satu apartemen Jungkook berusaha mencari titik celah mengetahui kegalauan temannya itu.
"Apa ini berhubungan dengan Jihyo?"
"Bukan."
"Bukankah sudah kukatakan! Kau harus berterus terang sebelum hasilnya tidak akan pernah kau bayangkan! Memendam rasa seorang diri bukanlah sikap pria jantan--"
Jungkook merotasikan bola matanya. "--dan jangan bersikap seolah-olah kau adalah pria jantan."
Mingyu merangkul bahu Jungkook. "Kau harus tahu, Jung! Dunia itu kejam, jadi kau harus berhati-hati melangkah dan jangan membuat langkahmu membunuh dirimu sendiri."
Jungkook menghempaskan tangan Mingyu. "Dasar aneh!"
"Kau yang aneh! Lebih baik nyatakan perasaanmu sebelum seseorang menikungmu, bodoh!"
"Kau yang bodoh, kulit tan!"
***
Jungkook sudah mengimbangi apa yang akan dilakukannya. Pesan yang sudah dia kirim beberapa saat lalu mendapat respon menarik dari lawannya dan itu membuatnya agak gugup.
Sebuket bunga baby breath yang berisi 14 tangkai yang menandakan hari kasih sayang dan cinta sejati sudah berada ditangannya. Sekarang dia berada di kedai pinus. Benar kata orang! Kedai pinus lebih romantis saat malam hari dengan ornamen-ornamen lampion yang begitu membuat pengunjungnya sangat terkesan.
Jungkook menatap sekitar, baru kali ini Jihyo terlambat untuk menemuinya, namun dia mencoba berpikiran positif dan yeah, lima menit kemudian, seorang gadis menepuk bahunya dengan pelan.
Itu Jihyo dan kali ini dia agak berbeda dengan dress, high heels serta polesan make-up tipis.
"Aku terlambat, yah? Maaf," ujarnya.
"Kau tidak terlambat, aku mungkin terlalu bersemangat untuk menemuimu. Ini sangat mendadak, aku tahu itu!"
Jihyo mengangguk. "Ya, biasanya kita akan membuat janji sehari yang lalu tapi karena kau ingin mengatakan suatu hal yang penting, aku akan berusaha datang walau aku hampir saja tidak datang."
"Benarkah? Apa soal ibumu?"
Jihyo menggeleng. "Bukan, tapi soal masa depanku!"
Jungkook menerkanya sebagai karier menulis Jihyo sebagai penulis sekaligus mahasiswa semester akhir sastra yang harus menyelesaikan skripsinya. "Kau harus lebih semangat lagi," dia mengacak rambut sebahu Jihyo yang alhasil membuat Jihyo membelenggut kesal.
"Yak, kau merusaknya!" Dia menyingkirkan tangan kekar Jungkook dari rambutnya dan mencoba merapikannya. "Aku harus lebih semangat lagi dan berusaha untuk menyelesaikan semuanya karena minggu depan aku akan tunangan."
Deg.
Jungkook tersenyum getir. "Tu-tunangan?"
"Ya, aku sebenarnya ingin mengatakan hal ini kepadamu tapi karena beberapa hal, aku terus menundanya, tapi sekarang aku akan memberitahunya! Aku akan tunangan dengan Daniel minggu depan."
"Daniel?"
Jihyo mengangguk lalu menatap langit. "Entah sejak kapan aku mencintainya tapi aku begitu bahagia saat dia menyatakan perasaannya kepadaku beberapa bulan yang lalu dan dia langsung melamarku tadi." Ucapnya sangat bahagia.
"Kau bahagia tapi kenapa kau tidak mengatakannya kepadaku dan tidak membagi kebahagianmu kepadaku?" Maniknya seperti berkaca dengan kedua bibir yang bergetar.
"Aku minta maaf, aku agak ragu untuk mengatakannya." Jihyo menundukkannya kepalanya. "Tapi, sekarang kau sudah tahu dan untuk itu, aku akan mentraktirmu sebagai ucapan permintaan maafku," Jihyo menatap mata Jungkook yang tanpa ekspresi dengan jemarinya yang membentuk V sebagai tanda permintaan maaf.
Jungkook seketika mengalihkan pandangannya--seakan tatapan dari Jihyo akan membunuhnya disaat itu juga. Buru-buru, dia mengatur ekspresinya yang ingin menjadi pria pengecut dihadapan gadis.
"Kau tidak usah meminta maaf, lagipula aku siapa yang harus mengetahui segala isi hatimu? Hah, benar-benar konyol." Jungkook tertawa renyah.
"Kau temanku, aku merasa bersalah karena tidak berbagi suka dan dukaku."
"Teman?" Jungkook menggangguk. "Aku seharusnya paham sejak dulu," dia tersenyum getir sembari mengeluarkan buket bunga baby breath yang dia sembunyikan di belakang tubuhnya. "Untukmu, Happy Valentine days. Aku berharap kau dan tunanganmu menjadi pasangan hingga maut memisahkan."
"Jung?"
Jungkook meraih jemari Jihyo dan menyimpan buket itu di atasnya. "Tahun lalu kau tidak mendapat hadiah valentine dari pria manapun jadi aku menyuruhmu kesini untuk memberikanmu bunga ini dan mengatakan bahwa kau adalah teman terbaikku." Bibirnya bergetar tak kala mengatakan teman terbaik.
Jihyo yang mendengarnya langsung memeluk tubuh Jungkook dengan kebahagiaan. "Aku sangat berterima kasih kepada tuhan karena telah mengirimmu sebagai temanku dalam kehidupan ini. Aku sangat menyayangimu."
Jungkook membalas pelukan itu, tapi dengan rasa yang berbeda--rasa yang selama ini dia pendam, hanya saja, begitu sakit jika mengingat kebahagian gadis yang sangat dicintainya. Kalau bisa, dia ingin menjadi memori ponsel, direset dan melupakan segala cerita yang kini menjadi sebuah kenangan.
"Ya, aku juga sangat menyayangimu."
Dalam hidupnya, hari Valentine kali ini mengajarkannya bagaimana rasanya memendam perasaan yang selamanya akan menjadi luka dan menjadikan hari kasih sayang menjadi hari patah hati yang begitu menyakitkan dalam hidupnya--selamanya.
- END -
Sekali-kali Sad ending yeh, pemanasan dulu, wkwk. Ini gak ada kelanjutannya yah, namanya juga oneshoot! Sebenarnya mau pub pas valentine tapi karena tugas numpuk, baru kesampean hari ini. Aku buat ini sebenarnya buat kontes valentine di FanficIndonesia, yg mau ikut, kuylah! Keburu belum tertutup, wkwk.
Sampai jumpa di cerita lainnya:v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top