Chapter 12 : Nagashima Ryuusei (1)

Mata hijau jade berserta rambut violetnya cukup mencolok sehingga mudah menarik perhatian. Wajahnya oval dengan bentuk mata yang tampak tajam. Bibirnya berona dengan kedua sisi sedikit turun ke bawah. Dahinya mengkerut, menunjukan bahwa dia khawatir, saat menatapi Amano.

Meski hanya melihat sekilas empat hari lalu, Amano yakin lelaki yang di hadapannya ini bernama Nagashima Ryuusei. Pria yang sempat menghilang secara misterius saat di sentra festival. Jika Amano tidak melihat langsung bahwa tubuh Ryuusei tidak transparan, maka Amano yakin bahwa yang ada di hadapannya adalah hantu, bukan manusia.

"..." Amano tidak membalas pertanyaannya. Sejujurnya, hatinya masih berdebar-debar karena kaget atas kedatangan Ryuusei yang tidak terduga.

Ryuusei memiringkan sedikit kepalanya ke kanan. Bingung karena Amano hanya menatapinya tanpa membalas pertanyaannya. Tanpa meminta izin, Ryuusei duduk di hadapan Amano. Menunggu jawaban dari Amano dengan sabar.

Amano menatapi Ryuusei. Dia mengenakan baju T-shirt putih dengan coat panjang berwarna maroon. Celana yang dikenakan adalah celana olahraga panjang dan longgar berwarna biru dengan tiga garis hitam di pinggiran. Berdasarkan penampilannya, Amano merasa Ryuusei adalah orang yang santai dan tenang. Selain itu, dia juga tampak sangat bersabar menanti jawaban Amano.

"Kau ... Nagashima Ryuusei?" Amano ingin memastikan dia, yang duduk dihadapannya, memang bernama Nagashima Ryuusei.

Senyuman ramah merekah. Ryuusei mengangguk pelan tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Amano melirik mata Ryuusei, lalu berpindah ke meja. Entah mengapa Amano merasa canggung karena tidak tahu harus berkata apa padanya. Tadi, Ryuusei menyebut namanya. Di hari pertama juga Ryuusei menuliskan namanya. Amano yakin Ryuusei adalah kenalannya.

Amano mendesah dalam. Menyesalkan dirinya karena tidak bisa mengingat satu pun hal tentang Ryuusei. Dibandingkan dengan Suzaku, Amano merasa Ryuusei adalah orang yang sangat bersahabat. Sepertinya mereka berdua cukup dekat satu sama lain.

Ryuusei memperhatikan ekspresi Amano. Bisa dilihatnya bahwa tidak ada keceriaan di wajah Amano. Ryuusei merasa sedih melihat Amano yang tidak semangat, sehingga dia mencoba menghiburnya. "Lihat bunga krisantemum ini."

Alis Amano terangkat sebelah, merasa bingung, tetapi dia tetap melihat bunga di tengah meja ini.

"Putih melambangkan kosong. Jika ada masalah, kosongkan sejenak pikiranmu dan lihatlah sekitarmu. Di depanmu, ada sebuah benda indah yang tidak abadi."

Amano masih menatap lekat bunga putih di depannya. Amano bukanlah penggemar bunga, tapi bukan berarti dia tidak menyukai bunga. Tatapan Amano berpindah pada Ryuusei, lantas memberi tatapan bertanya mengenai kata-kata tadi.

"Seperti yang selalu kukatakan, dunia ini penuh dengan warna. Ketika seluruh warna memenuhi pikiranmu, maka kau menjadi tidak fokus sehingga sering melewatkan hal-hal kecil seperti halnya bunga ini." Ryuusei tersenyum dengan kedua mata menyipit. Dia diam sejenak sebelum melanjutkan, "Meski keberadaan bunga ini terkesan sepele dan sering tidak diperhatikan oleh orang, tapi keberadaan bunga ini dapat menenangkan pikiranmu jika kau memfokuskan pemikiranmu pada bunga ini."

"Fokus?"

"Berhenti untuk memperhatikan sekitarmu dan fokuslah pada satu hal. Seperti halnya warna-warni yang menghiasi hidupmu. Ada kalanya kau perlu memutihkan segala hal untuk melukis ulang kehidupanmu. Jika ada masalah, selesaikan satu per satu. Semua masalah mungkin terasa penting hingga kau bingung harus memfokuskan yang mana. Meski begitu...."

Ryuusei berhenti sejenak sebelum melanjutkan.

"Meski begitu, ikutilah kata hatimu ...." Amano menyelesaikan kalimat terakhir. Amano merasa kalimat ini sering didengar, sehingga dia mengetahui apa lanjutan dari kalimat tersebut.

Senyuman Ryuusei melebar. Jari telunjuknya perlahan mendekati dada Amano, tetapi tidak menyentuhnya. "Terkadang sebuah pemikiran memang sering membuatmu bingung, sehingga ada kalanya kau harus mendengarkan apa kata hatimu."

Mata Amano tertuju pada telunjuk Ryuusei, lalu berpindah ke hatinya. Setelah Ryuusei menarik tangannya kembali, tangan Amano menyentuh dadanya perlahan. Jika diingat-ingat olehnya, ketika bertemu dengan orang-orang yang tidak diingatnya seperti halnya Kanata, terdapat perasaan yang tidak bisa Amano jelaskan dengan logika saat keduanya bertemu. Seperti mengenal, tapi dirinya tidak bisa mengingat.

Perasaan itu juga dirasakan Amano terhadap Ryuusei. Sulit dijelaskan, tapi terdapat rasa tenang dan nyaman ketika bersamanya. Selain itu, Amano merasa terdapat beberapa kecocokan sikap antara dirinya dan Ryuusei. Seperti Ryuusei dapat memahami dirinya dan begitu juga sebaliknya. Kesan itu memang belum bisa Amano pastikan kebenarannya. Dari tingkah laku dan pola gerak, tampaknya Ryuusei tahu hal-hal yang Amano tidak sukai dan sukai.

"Nagashima-san ..."

"Ryuusei. Panggil aku Ryuusei. Sama seperti aku yang memanggilmu dengan nama pemberianmu." Ryuusei tersenyum dengan mata sedikit menyipit.

"Ryuusei-san, sejujurnya, aku tidak mengenalmu dalam memoriku. Anehnya, aku merasa kita sudah cukup lama mengenal dan akrab. Ini sungguh membingungkanku." Amano mengungkapkan hal yang terus mengganggu pikirannya.

Ryuusei memandangi Amano dengan tenang. Wajahnya tidak menunjukan satu pun keterkejutan atau pun kekecewaan. Sikapnya sama seperti Kanata dan Suzaku. Tampaknya, hanya Amano saja yang tidak mengetahui apa yang tengah terjadi di kota ini, sedangkan yang lain mengetahuinya. Begitulah yang Amano perkirakan setelah melihat ekspresi Ryuusei.

Ketiga orang ini, Kanata, Suzaku, dan Ryuusei, tampak tenang akan keadaan kota yang super janggal. Selama lima hari ini, tidak ada mahkluk aneh, penyakit menular berbahaya, dan benda aneh di sekitar kota. Amano merasa, meski aneh, kota ini aman dan tentram sehingga tidak membahaya kehidupan di kota ini.

Maka dari itu, apa yang membuat seluruh penduduk kota meninggalkan kota? Ini menjadi misteri besar yang membuat Amano bertanya-tanya.

"Kau sudah menanyakan ini pada orang lain?"

Orang lain? Amano membatin ketika Ryuusei mengatakannya. Tampaknya tidak hanya Amano saja yang bertemu dengan orang-orang tersisa, seperti dirinya, Kanata atau Suzaku, di kota ini. "Tidak. Aku hanya bertanya pada mereka apakah yang terjadi di kota ini. Tidak satu pun dari mereka yang memberitahukanku apa yang tengah terjadi di kota ini."

"..." Ryuusei terdiam sejenak. Ekspresinya tetap tenang dan seperti tengah memikirkan bagaimana cara menjelaskan jawaban dari pertanyaan Amano. "Amano, ada kalanya, jawaban itu harus kau temukan sendiri dalam dirimu. Mungkin orang lain bisa dengan mudah memberitahukan, tapi tidak akan ada artinya jika kau tidak menyadari jawaban itu sendiri."

Amano termenung dan mendalami perkataan Ryuusei. Jawaban atas pertanyaannya ada pada dirinya sendiri? Amano sedikit mengkerut. Dia tidak terlalu memahami maksud dari Ryuusei. Bagaimana caranya dia menemukan jawaban itu? Jika dia sendiri tidak mengetahui asal muasal masalah yang terjadi, dari mana pula jawaban itu bisa datang dari dirinya?

Mungkinkah ... ada masalah lain?

Ryuusei tertawa kecil melihat kebingungan Amano. "Tidak perlu terburu-buru untuk mencari jawaban itu. Yang ada kau akan kebingungan ketika mencari tahunya secara tergesa-gesa, Amano."

Amano mengernyit mendengar perkataan Ryuusei. "Sudah lima hari aku berada di sini. Aku sudah meninggalkan pekerjaanku cukup lama dan tidak baik jika aku bersantai-santai di sini jika seluruh pekerja yang berada dalam pengawasanku lepas kontrol." Amano terdengar gelisah ketika menjelaskan hal ini. Ya, selain masalah terperangkap di Kota Laguna, Amano mengkhawatirkan kondisi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

"Amano, apakah kau merasa pekerjamu tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik?"

"... Well ..." Amano sedikit ragu saat menjawabnya. Sebenarnya seluruh pekerja Amano sangat kompeten. Mereka sangat jarang melakukan kesalahan, sehingga waktu Amano tidak terkuras ketika mengurus mereka. Bisa dikatakan, tim yang bekerja di bawah Amano merupakan kebanggaannya.

Amano menatapi Ryuusei. Entah mengapa, Amano merasa, Ryuusei mengetahui bahwa pekerja Amano termasuk kompeten, sehingga meski tidak diawasi selama berminggu-minggu, mereka tetap bisa bekerja secara profesional.

Sebagai contohnya, ketika Amano masuk rumah sakit dan harus menginap berhari-hari, maka dia tidak bisa bekerja sama sekali. Saat Amano kembali bekerja, tidak ada satu pun masalah yang dialami oleh timnya dalam seluruh pekerjaan mereka. Tim Amano baru akan menyita waktu Amano jika terjadi masalah yang sangat serius.

Ryuusei menyeringai sedikit. "Lupakan mereka untuk sementara dan fokus saja akan masalahmu di sini. Seperti halnya kau memfokuskan pemikiranmu pada masalahmu, maka aku juga hanya akan berkonsentrasi terhadap dirimu saja selama di sini."

"..." Entah mengapa Amano merasa kata-kata Ryuusei seperti menggoda dirinya, tapi dia tidak begitu yakin berhubung Amano tidak mengetahui pasti hubungannya dengan Ryuusei seperti apa. Meski begitu, mendengar kata-kata tadi, detak jantung Amano sedikit meningkat. Sebisa mungkin Amano menenangkan dirinya dengan menghela panjang.

"So, kau sudah merasa lebih baik?"

"Well, yeah ..." Amano mengangguk pelan. Amano tampak tenang di luar, tapi sesungguhnya sedikit gelisah. Gelisah bukan karena misteri yang tengah dialaminya, melainkan karena kebingungan tentang hubungannya dengan Ryuusei. Teman? Kekasih? Sahabat dekat? Apa hubungan keduanya? Amano ingin bertanya, tetapi ragu-ragu.

Sikap Ryuusei saat ini seperti sahabat dekat, tapi dari ucapannya tadi seperti pula kekasih. Mungkinkah dia sekadar bercanda dengan Amano untuk menghiburnya?

Ryuusei dapat melihat perubahan sikap Amano meski tidak signifikan. Sepertinya kata-kata tadi memengaruhi perasaan Amano terhadap dirinya. Dalam hati, Ryuusei merasa seperti berbunga-bunga. Dia merasa bahwa kesabarannya selama ini tidak sia-sia. Setelah menunggunya memahami keadaan sekitar terlebih dahulu, dirinya baru mendekati Amano. Ini merupakan cara yang efektif karena Amano sudah menerima keadaan saat ini meski belum sepenuhnya.

Ini baru langkah awal. Ryuusei tidak ingin tergesa-gesa hingga Amano menjadi tidak nyaman. Bagi Ryuusei, sangat penting memenangkan kepercayaan Amano terlebih dahulu sebelum memulai tindakan.

Keduanya hening cukup lama. Amano tidak tahu sudah berapa lama berlalu, tapi dia tidak merasa bosan meski tidak ada yang berbicara. Mata yang saling bertemu sesekali, lalu berpaling ke pandangan lain. Ryuusei tidak berpaling, tetap menatapi Amano dengan senyuman kecil. Sedangkan Amano, tentunya dia sadar bahwa Ryuusei sedang menatapinya, tapi tidak berkata apa-apa.

Tidak ada yang salah dengan tatapan Ryuusei. Tidak ada pandangan senonoh di sorot matanya. Pandangannya seperti ... hangat dan dalam, tapi Amano tidak bisa memastikannya karena dia hanya sesekali melirik mata hijau jade Ryuusei.

"...Pantai."

"Huh?" Amano langsung menoleh padanya dengan wajah bingung.

"Maukah kau ke pantai bersamaku?"

"..." Amano merenung sesaat sebelum mengangguk dengan senyum kecil.

Sejujurnya, pikirannya sudah sangat tenang setelah diajak bicara oleh Ryuusei. Diam berpuluh-puluh menit tanpa memikirkan apa pun membuat Amano berhenti berpikir, sehingga dia merasa fresh. Mungkin setelah ini, Amano akan mengikuti saran Ryuusei. Jika jawaban ada pada dirinya, berarti apa yang tengah terjadi saat ini adalah sesuatu yang berhubungan dengan dirinya. Saat ini, Amano tidak mengetahui apa yang membuat dirinya terhubung dengan kondisi janggal di kota, tapi dia yakin bahwa dirinya akan menemukan jawaban jika dicari dengan teliti.

"Ayo ..." Ryuusei berdiri dan segera menjulurkan tangannya pada Amano, sesaat setelah mendekati Amano.

Amano menatapi tangannya, masih dalam posisi duduk. Apakah Ryuusei-san ingin membantunya berdiri ataukah dia mengajaknya bergandengan tangan? Amano merenungkan ini.

Amano sedikit ragu, tapi dengan kesabaran Ryuusei, akhirnya Amano meraih genggamannya. Setelah membantunya berdiri, Ryuusei tidak melepaskan genggamannya yang lembut. Keduanya berjalan ke pantai sambil bergandengan tangan.

Amano, yang berjalan selangkah di belakang Ryuusei, menatapi genggaman tangannya. Sebenarnya Amano merasa malu jika berjalan sambil bergenggaman tangan. Berhubung tidak ada siapa pun di sana selain keduanya, Amano tidak protes dan membiarkan Ryuusei tetap menggenggam tangannya.

kehangatan dari tangan Ryuusei seakan-akan menjalar naik ke tubuh melalui genggaman tangan. Debaran jantung Amano meningkat setiap langkah kakinya mengikuti gerakan Ryuusei. Amano memperhatikan punggung Ryuusei. Dari belakang, punggungnya tidak terlalu bidang dan lengannya tidak begitu berotot.

Sesampainya keduanya di pantai, tidak terdapat siapa pun selain mereka berdua. Amano sempat mengira jika pria misterius yang ditemuinya di pantai di hari pertama akan berada di sini. Melihat dia tidak di sini, Amano merasa lega karena tidak ingin menemuinya saat ini.

"Langit biru dengan awan putih. Ombak berirama menghantam pasir pantai yang halus hingga berdebur. Tempat ini memang sangat bagus untuk dijadikan tempat wisata ..." Ryuusei berkata sambil memperhatikan pemandangan di hadapannya, lalu berpindah pada Amano. "Kau menyukai pantai, bukan?"

"..." Secara refleks Amano mengangguk. Ya, dia menyukai pantai. Semenjak dia pindah ke Kota Platina, kerinduaannya akan kota kelahirannya sangat kuat. Setiap kali melihat pantai, maka dia akan teringat akan Kota Laguna. Tidak perduli itu pantai dari kota lain ataukah dari sebuah gambar.

Menurut Amano, tampaknya dia dan Ryuusei memiliki hubungan yang dalam ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top