Chapter 10 : Odagiri Suzaku (2)




Amano menoleh pada orang yang berbicara dengannya. Seketika wajahnya menggelap setelah melihat orang tersebut. Dalam hati dia sedikit mengumpat. Mengapa dia harus bertemu dengannya di saat dirinya tengah bad mood?

Odagiri Suzaku. Dengan tubuh tegap, dia tersenyum sambil memberikan ice cream scoop pada Amano.

Mata Amano melirik ice cream scoop di tangan Suzaku, lalu berpindah ke wajahnya. Mata biru laut Amano bertemu dengan mata red scarlet Suzaku. Dia sungguh tidak menyadari kedatangan Suzaku. Dari mana dia datang? Amano merasa dia seperti hantu saja yang muncul mendadak.

Melihat Amano menatapinya tanpa mengambil ice cream scoop dari tangannya, alis Suzaku terangkat sebelah. Dia menduga bahwa Amano masih marah pada dirinya, sehingga enggan untuk menerima niat baiknya. Suzaku tersenyum pasrah sambil mendesah kecil.

Suzaku mendekati pantri untuk mengambil mangkuk ice cream. Dia pun mengisi mangkuk tersebut dengan beberapa bola-bola ice cream yang berwarna-warni. Setelah mengisi hingga cukup penuh, dia menyodorkan mangkuk itu pada Amano.

Amano mengernyit saat disodorkan mangkuk tersebut. Dia merasa tidak paham atas tindakan Suzaku. Kemarin Susaku memaksa Amano untuk menemaninya jalan-jalan. Kini, semangkuk ice cream? Apa niatnya? Amano bertanya-tanya dalam hati.

"Kau menyukainya?" Suzaku menatapi wajah Amano untuk memperhatikan ekspresinya. "Bukankah semua rasa yang kupilih adalah kesukaanmu?"

Amano masih mengernyit karena perkataan Suzaku benar. Semua ice cream di dalam mangkuk adalah kesukaannya. "Bagaimana kau bisa tahu?" Amano menatap matanya.

Suzaku tersenyum sinis. "Tentu saja aku tahu segala hal yang kau sukai."

Dia tahu? Amano termenung dalam hati. Dalam hati, dia merasakan kasus yang sama terulang kembali, yaitu tidak bisa mengingat orang yang dikenalnya. Amano merasakan hal ini seperti pada Kanata dan kini, Suzaku juga.

"Kau .... Siapa kau ini?" Amano menggenggam erat mangkuk ice cream di tangannya. Hatinya bergetar. Dia tidak paham apa yang terjadi dengan dirinya.

"Aku? Hei, aku sudah mengatakan namaku kemarin. Odagiri Suzaku. You better memorized it!" Suzaku menyeringai sambil menunjuk pelipisnya menggunakan jemari telunjuk dan tengah.

Entah mengapa Amano merasa seperti familiar akan gerakan yang Suzaku lakukan. Amano merasa itu merupakan ciri khas Suzaku dan tidak selalu ditampilkan setiap saat.

"Now, now, Ice cream di mangkuk itu mulai meleleh. Sebaiknya kau segera memakannya sebelum menjadi cair." Suzaku mendorong Amano menuju ke sebuah meja, lalu dia meminta Amano untuk duduk manis di depan meja. Mangkok ice cream Amano diletakan di hadapannya.

Suzaku kembali ke ice cream selection untuk mengambil ice cream. Dia kembali beserta dua sendok kecil untuk dirinya dan Amano.

Amano—masih dengan perasaan bingung—menerima sendok tersebut. Dia menatapi wajah Suzaku sambil berusaha mengingat sekuat tenaga. Apa hubungannya dengan Suzaku? Apakah teman semasa kecil seperti halnya Kanata? Tampaknya bukan. Jika Suzaku teman semasa kecil seperti Kanata, maka dia tidak akan kebingungan saat membawa Amano ke danau. Jika dia familiar dengan kota ini, maka tidak membutuhkan banyak waktu untuk kedua menuju danau. Ada begitu banyak jalan pintas yang bisa membawa mereka tiba lebih cepat menuju danau, tapi Suzaku justru memilih jalan terjauh.

Menyadari tatapan Amano, Suzaku tersenyum. "Kenapa? Kau terpesona padaku?"

Jika saat ini Amano tengah memakan ice cream, ingin sekali dia menyemburkan ice cream itu ke wajah Suzaku! Terlalu narsistik! Amano merasa meski Suzaku tergolong tampan dan menawan, tapi dirinya tidak akan mudah jatuh hati padanya! Dibandingkan Suzaku, masih ada yang lebih tampan dan devilish seperti pria waktu itu ...

Memikirkan pria misterius di pantai waktu itu dan hal yang terjadi, wajah Amano sedikit memerah.

Melihat Amano tersipu, Suzaku menyeringai senang. Kelihatannya Amano mulai membuka hati padanya, begitu pemikirannya. "Ah? Sebegitu tampannyakah diriku hingga kau sampai tersipu?" Senyum sinis ditunjukan oleh Suzaku.

Amano ingin sekali menampar pria dihadapannya ini, tapi dia menahan keinginnya. Wajah Amano tidak lagi memerah, tapi datar bagaikan tembok ketika menatap Suzaku. "Tidak."

Suzaku menyeringai sinis. "Kau tidak perlu malu. Tidak hanya kau saja yang dipastikan terpesona padaku."

"..." Amano sungguh kehilangan kata-kata! Dia mengacuhkan Suzaku dan memakan ice cream-nya.

Melihat acuhan Amano, Suzaku hanya mendesah dan menggeleng pelan. "Apa yang ingin kau lakukan setelah ini?"

Amano terhenti sejenak mendengar pertanyaan Suzaku. Apa yang ingin dilakukannya? Sejujurnya, hari ini dia tidak memiliki rencana apa pun selain menenangkan pikirannya, tapi berhubung Suzaku ada di sini untuk mengganggunya seperti kemarin, maka hal ini menjadi mustahil. Mungkin dia harus mencoba mengusir Suzaku?

"Aku ingin sendiri."

Pipi Suzaku berkedut mendengar Amano berusaha mengusir dirinya. "Ayolah, sendirian saja pasti akan membosankan."

"Itu menurutmu saja, tapi tidak untukku."

Sebuah pukulan telak dari Amano membuat Suzaku diam. Meski begitu, dia tidak ada niat untuk meninggalkan Amano dan bersikeras tetap di sana.

"..."

"..."

Kedua pasang mata saling bertatapan lekat bagai lem. Seperti perang tatapan, keduanya tidak sedikit pun mengalihkan lirikannya. Terkesan kekanak-kanakan, tapi itulah yang terjadi saat ini pada dua orang dewasa ini.

Keduanya pun lupa bahwa ice cream mereka terus meleleh hingga akhirnya menjadi cair. Semua rasa ice cream yang berbeda-beda menjadi campur aduk.

Amano yang pertama kali menyadari bahwa ice cream-nya telah mencair, sehingga dia langsung menggerutu dalam hati. Seharusnya dia tidak meladeni Suzaku dan menganggapnya tidak ada di hadapannya. Tampaknya Suzaku memang tipe orang yang pushy. Jika dia sudah berkata sesuatu, maka dia akan bersikeras melakukan apa yang telah dikatakannya.

Menyadari tatapan Amano berpindah, Suzaku melihat ice cream milik Amano telah meleleh. Begitu pula miliknya.

"Tunggu, kuambilkan yang baru." Sadar akan kesalahannya, Suzaku segera berdiri dan menuju ice cream section.

Melihat mangkok miliknya dibawa pergi oleh Suzaku, Amano mendesah. Dia sudah tidak lagi mood untuk makan ice cream, sehingga dia berdiri dan memutuskan untuk keluar.

Suzaku melihat Amano berjalan keluar, sehingga dia segera mengambil ice cream cone dan meletakan tiga bola-bola ice cream di dua buah cone. Dia segera berlari keluar sebelum Amano terlalu jauh.

Suara derap lari terdengar dari arah belakang. Tanpa perlu menoleh ke belakang, Amano tahu bahwa yang tengah berlari mendekatinya adalah Suzaku. Tidak lama kemudian, kini Suzaku sudah berada di sampingnya dengan kecepatan langkah kaki yang disesuaikan dengan Amano. Di hadapan wajah Amano, Suzaku menunjukan ice cream yang dibawakannya.

"Untukmu."

Amano ingin menolaknya. Sebelum dia mengatakan penolakannya, Suzaku meraih tangannya dan menyerahkan salah satu cone yang dipegang oleh tangannya.

Amano mendesah pelan. Karena sudah menerimanya, maka dia tidak ada pilihan lain selain memakannya.

Keduanya berjalan di jalan pedestrian tanpa arah tujuan. Kiri dan kanan mereka terdapat rumah-rumah. Pohon-pohon tumbuh subur di pekarangan perumahan. Selain pohon, bunga-bunga di pekarangan seluruhnya bermekaran.

Sayangnya, selain Amano dan Suzaku, tidak ada tanda-tanda kehidupan lain. Untunglah tempat ini tidak terasa angker. Jika iya, sudah dipastikan bahwa Amano akan merasa gelisah dan waspada menanti kedatangan mahkluk aneh atau asing.

Hening sepanjang perjalanan tidak membuat Amano merasa bosan. Ice cream di tangannya perlahan mulai habis dimakan olehnya sehingga mood-nya kembali membaik. Suzaku tidak berbicara sedikit pun sedari tadi membuat Amano meliriknya sesekali.

Jika Suzaku diam seperti ini, harus Amano akui dia terlihat seperti orang berwibawa dari penampilan luar. Sayangnya, ketika dia mulai berbicara ataupun bertingkah laku, image tersebut hancur seketika. Sangat disayangkan.

"...Kau ..."

Mendengar Amano mencoba memulai sebuah pembicaraan dengannya, Suzaku segera berpaling padanya dengan senyum. "Ya?"

"Bagaimana kita bertemu pertama kali? Aku yakin kita bertemu pertama kali bukan di sini." Amano menatapi Suzaku dengan serius. Informasi, dia sangat ingin mengetahui segala hal tentang Suzaku. Sepertinya Amano serasa sudah mengenalnya lebih dari setahun.

Senyum sinis Suzaku tunjukan. "Well, aku bertemu denganmu setelah Ruka memperkenalkanku padamu, asistennya favoritnya."

Ruka? Entah mengapa, Amano juga tidak bisa mengingat orang bernama Ruka, yang baru saja Suzaku sebut. Siapa dia? Dari penjelasan Suzaku tadi, Amano merasa orang bernama Ruka ini adalah atasannya. Selain itu, Amano merasa hal janggal lain. Mengapa Suzaku tidak bertanya balik tentang pertanyaan Amano? Apakah dia tahu bahwa Amano tidak mengingat apa pun yang berhubungan dengan Suzaku? Jika iya, Amano merasa Suzaku tahu sesuatu, sama seperti Kanata, tapi ada sebuah alasan mengapa dia tidak mengatakannya.

Amano merasa harus mencoba memancing Suzaku untuk mengatakan hal yang tengah disembunyikan olehnya. "Apa pekerjaanmu?"

"Aku memimpin sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi."

Bidang teknologi ...

Amano juga bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi. Jika perkiraannya benar, maka orang yang bernama Ruka ini adalah pemimpin perusahaan tempatnya bekerja. Perusahaan Suzaku dan Ruka tengah bekerja sama untuk mengembangkan sebuah teknologi penting, sehingga Amano dan Suzaku sering berinteraksi satu sama lain untuk membahas mengenai projek kerja sama. Amano membuat kesimpulan ini karena dia ingat, bahwa meeting penting yang harus dihadirinya nanti adalah projek kerja sama dengan perusahaan Suzaku.

Kini Amano yakin. Sangat dan sangat yakin bahwa memang ada yang tidak beres dengan memorinya. Kanata, Suzaku, dan Ruka. Ketiga orang ini dipastikan pernah lebih dari dua kali berinteraksi dengannya, tapi ini sungguh janggal jika Amano tidak bisa mengingatnya.

Amano mendesah. Jika dia berhasil keluar dari kota ini, hal yang pertama kali yang akan dilakukannya adalah segera ke rumah sakit untuk mengecek apa yang bermasalah dengan kondisi otaknya. Tidak mungkin dia mengalami amnesia. Dia hanya tidak mengingat orang-orang tertentu saja. Sedangkan hal-hal lain masih bisa diingatnya begitu jelas tanpa ada masalah.

"Suzaku-san ..."

Mendengar Amano pertama kali memanggil namanya, Suzaku langsung senang hingga tersenyum lebar. "Yes?"

"Perusahaanmu dan perusahaanku mengadakan projek kerja sama, bukan?" Amano ingin memastikan bahwa dugaanya benar.

"Yap. Itu sebabnya setiap beberapa hari dalam seminggu kau harus datang melihat dan mengontrol progres pekerja. Sesekali kau membantu mereka untuk mengatasi masalah-masalah yang berkembang."

Amano menduga bahwa dari keterangan Suzaku, dalam aktivitasnya selama seminggu, seharusnya lebih dari dua kali keduanya saat bekerja. Entah hanya semenit atau dua menit, tapi Amano yakin setiap kali dia datang ke perusahaan Suzaku, maka mereka dipasti bertemu.

"Mengontrol?" Amano baru menyadari bahwa projek yang Suzaku bicarakan adalah projek yang berada dalam kontrolnya.

Suzaku mengangguk dengan senyum. "Ya. Sebagian besar projek ini dikontrol olehmu, asisten Ruka. Well, lebih tepatnya, kau bukan asisten Ruka, tapi pemimpin pengganti sementara jika seandainya Ruka tidak ada di tempat." Suzaku mendesah pelan.

Amano mengernyit. Pemimpin pengganti? Apakah dirinya memiliki kemampuan yang memadai hingga sanggup menjadi pemimpin pengganti? Selain itu, apa maksudnya? Mungkinkah orang bernama Ruka ini tidak begitu bertanggung jawab, sehingga sering membebankan pekerjaannya pada Amano? Jika begitu, kini Amano bertanya-tanya pada dirinya sendiri bagaimana bisa dirinya bekerja dengan orang seperti itu?

Setelah mendesah panjang, Amano menggeleng kepalanya dengan pelan. Apa pun hal yang terjadi, selama dia mendapatkan ingatannya kembali, maka semua hal janggal ini bisa diselesaikan. Kini, hal yang harus difokuskan adalah mencari jalan keluar dari kota ini dan segera menuju rumah sakit!

Jika berlama-lama, Amano khawatir akan ada hal janggal lain yang membuat dirinya melupakan sesuatu lagi ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top