BAGIAN 3 (END)
Bagus termenung menatap langit-langit kamarnya. Kata-kata Ayu tadi sore masih terngiang di telinganya. Kata-kata Ayu yang memancing emosi Bagus dan membuat mereka akhirnya saling menyakiti. Emosi Bagus tak terkontrol dan melepaskan kalimat-kalimat yang juga menyakitkan bagi Ayu. Membatalkan pernikahan adalah keputusan yang terburu-buru. Apalagi mereka berdua dalam kondisi marah ketika memutuskannya. Memutuskan sesuatu dalam kondisi marah jelas bukan hal yang bijak.
Bagus teringat pada kakak sepupunya, Mas Haris anak dari supupu Bapaknya, Pakde Rahmat. Mas Haris sering memberikan solusi yang cerdas ketika dia sedang dalam masalah yang pelik.
Segera Bagus mengambil gawainya. "Mas Haris, besok ada waktu? Bagus ada perlu." Bagus menuliskan pesan melalui aplikasi chat whatsapp kepada sepupunya.
Tak lama gawainya berbunyi kembali. Sebuah pesan masuk ke gawainya. Pesan dari Haris kakak sepupunya. "Aku longgar longgar setelah dhuhur, kamu dolan saja ke rumah biar nanti Mbak Sari masak rawon kesukaanmu." Isi balasan pesan dari kakak sepupunya.
"Baik Mas, besok aku izin pulang cepat kalau begitu." Bagus tersenyum setelah menutup kembali gawainya. Sepertinya masih ada titik cerah pada hubungannya dengan Ayu. Mas Haris juga yang dulu mendorongnya menikahi Ayu lebih cepat, menyarankan mendobrak tradisi-tradisi yang terlalu mengikat.
"Ah, andai Bapak dan Ibu seperti Pakde dan Bude Rahmat yang tidak terlalu saklek menjaga tradisi. Atau seperti calon Bapak dan Ibu mertuanya yang kukuh tidak bisa menerima tradisi orang lain. Seandainya mereka bisa bertindak lebih fleksibel pasti semua tak sesulit ini." Bagus merenung sambil kembali menatap langit-langit kamarnya.
*****
"Sabar Gus, setiap pasangan yang mau menikah pasti ada ujiannya. Jangan dikira aku sama Mbakmu dulu lempeng-lempeng saja." Mas Haris mencoba menenangkan Bagus setelah mendengarkan keluhannya.
"Tapi kami sudah lelah, Mas. Ayu ditekan ibunya, sementara Bapak dan Ibu juga menekan Bagus. Mereka berdiri di sisi yang berseberangan, kami bingung harus milih siapa." Bagus kembali mengeluhkan kondisinya.
"Ga perlu memilih. Dengan kondisimu, Mas rasa sebaiknya kamu kembali ajak mereka berempat dengan Ayu juga untuk membicarakan kembali tentang rencana pernikahan kalian," saran Mas Haris.
"Tapi apa tidak malah ribut nanti, Mas?" tanya Bagus ragu.
"Kan kamu belum mencoba to, Gus?" Tiba-tiba Mbak Sari datang menimpali sambil membawa nampan berisi dua cangkir kopi hitam dan pisang goreng hangat.
"Ya... Kan sekarang semua sedang emosi, Mbak. Nanti kalau kami ketemu lagi bicara lagi, saling adu argumen lagi yang ada malah makin runyam. Itu yang Bagus kuatirkan." Bagus memaparkan kekhawatirannya.
"Cari penengah, Gus. Untuk masalahmu, kamu harus cari penengah yang disegani Paklik Ramli dan disegani calon mertuamu. Penengah yang sama-sama bisa berpikir jernih," usul Mas Haris lagi.
Bagus mulai mendapatkan pencerahan atas masalah yang dialaminya. Memang bener jika Mas Haris ini benar-benar kreatif. Tak heran jika di usianya yang masih muda dia sukses membangun usahanya sendiri. Kemampuannya menyelesaikan masalah begitu baik. Bagus tersenyum bahagia, dalam otaknya beragam angan jalan keluar akan masalahnya.
Di tempat lain, Ayu juga berusaha mencari jalan keluar akan masalahnya. Pesan chat dari Bagus yang baru saja diterimanya membuatnya kembali mendapatkan harapan untuk melabuhkan cintanya kepada Bagus.
Ayu segera menghubungi Pakde Margono, kakak tertua ibunya. Hanya Pakde Mar panggilan akrab Pakdenya, yang bisa membelokkan watak ibunya yang keras. Dan Pakde Mar menyetujui untuk menjadi penengah. Yang membahagiakan bagi Ayu, Pakde Mar menyetujui apa yang diutarakan Ayu.
"Menikah itu ibadah, Nduk. Yang penting adalah sah dan jalan panjang yang akan kalian jalani nantinya. Resepsi itu hanya bentuk rasa syukur atas ketemunya jodoh, jadi jangan sampai mengalahkan esensi dari pernikahan itu sendiri." Begitulah wejangan yang dikatakan Pakde Mar sore itu. Mata Ayu berbinar bahagia.
*****
Pagi itu, kembali keluarga mereka berkumpul untuk membicarakan rencana pernikahan Bagus dan Ayu. Bedanya saat ini ada dua orang penengah yaitu Pakde Rahmat kakak sepupu Pak Ramli dan Pakde Margono kakak kandung Bu Harso. Ayu dan Bagus memiliki harapan besar dalam pertemuan ini akan ada jalan keluar karena hanya pertemuan ini adalah jalan terakhir yang bisa dilakukannya. Nampak Pakde Rahmat dan Pakde Mar saling berbicara serius.
"Ibu pokoknya ndak mau lo ya kalau sampai disuruh ngalah lagi," bisik ibu kepadaku.
"Sst, kita kumpul disini untuk menyelesaikan masalah, ibu ndak usah ngeyel terus." Pak Ramli menghardik istrinya dengan setengah berbisik.
"Dik Ramli, Pak Mar, Pak dan Bu Harso, saya kemarin itu disambati sama Bagus. Katanya Ayu mau membatalkan pernikahan, Bagus juga sudah lelah memikirkan rencana pernikahan mereka." Pak Rahmat membuka pembicaraan.
Semua yang ada disitu terhenyak. "Bener Nduk kamu berniat batal nikah?" Bu Harso bertanya kepada Ayu.
"Nggih Pak Bu, saya dan Mas Bagus sudah sangat lelah dengan masalah kehadiran Bapak dan Ibunya Mas Bagus di acara resepsi nanti. Kalau tidak ada yang mengalah, sampai kapanpun tak akan ada titik temunya," jelas Ayu.
"Tapi kami sudah banyak ngalah lo, Nduk," sergah Bu Ramli.
"Sudah-sudah, menikah itu ibadah yang terpenting adalah sah. Bagus dan Ayu sudah cukup dewasa, sudah waktunya mereka menikah. Mereka juga sudah sanggup untuk mengemban tanggung jawab sebagai suami istri. Dalam kondisi ini hukumnya wajib untuk segera menikah." Pak Mar memberikan penjelasan.
"Nggih leres Pak Mar. Adat itu penting tetapi jangan sampai menghalangi niat suci anak-anak untuk menikah." Pak Rahmat ikut menimpali.
"Nggih Pak Rahmat, adat penting, pesta resepsi juga bisa dibilang penting ga penting. Anggaplah pesta sebagai wujud rasa syukur dan mengabarkan kalau anak-anak kita sudah sah menikah. Tetapi acara pesta juga jangan sampai menghalangi bagian terpenting dari pernikahan itu sendiri." Pak Mar memberikan wejangan panjang lebar.
"Intinya, sudahlah buang ego masing-masing. Kasihan anak-anak ini jika sampai batal menikah hanya karena mengikuti keinginan orangtua masing-masing." Pak Ramli kembali menambahkan.
Semua kembali terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hingga terdengar helaan nafas dari Bu Harso.
"Kami legowo jika Pak Ramli dan Bu Ramli tidak ikut datang ke acara resepsi anak-anak kita," ungkap Bu Harso.
Ayu terbelalak kaget. "Ibu." Ayu berseru tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.
"Alhamdulillah, kami sebenarnya juga sudah legowi untuk datang ke resepsi Bagus di rumah panjenengan," sahut Pak Ramli.
"Demi kebahagiaan anak-anak kita, sebaiknya kita sudahi saja konflik ini." Pak Ramli berucap bahagia.
"Kami bersedia jika panjenengan berdua tidak menghadiri acara resepsi nanti. Tetapi kami juga akan menerima dengan tangan terbuka jika nanti panjenengan berdua berkenan hadir." Pak Harso menimpali.
"Begini saja, bagaimana jika dek Ramli sekeluarga datang ke akad nikah anak-anak. Nanti resepsi biar saya dan ibunya Haris yang mewakili. Solusi yang bisa mengakomodasi keinginan semua kan?" usul Pakde Rahmat.
Ayu tak sanggup menahan air mata kebahagiaan. Akhirnya pernikahannya dengan Bagus bisa terlaksana. Ayu memeluk erat ibunya, sudah belasan kali kata terima kasih ia ucapkan. Sementara Bagus mencium tangan Pakdenya takzim.
"Terima kasih banyak Pakde, Pakde Mar," ucap Bagus.
-END-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top