Teh, Minuman Tradisional Cina


Karakter utama dalam cerita sewaktu usia kanak-kanak adalah bocah yang tidak punya banyak hal kesukaan dalam hidupnya. Bisa jadi karena harus selalu menurut pada ibunya yang tegas, bisa juga karena dia tidak punya banyak kesempatan untuk bereksplorasi. Ketika kali pertama dia mencicipi secangkir teh kualitas bagus yang diseduh dengan baik, bocah itu langsung jatuh cinta pada rasanya.

Teh yang diminumnya saat itu adalah teh hitam ala Eropa, tetapi dia tidak berhenti sampai di situ. Dirinya yang masih bocah mencari tahu minuman nikmat macam apa yang sudah dia teguk. Dia jadi ingin tahu segala hal tentang minuman serupa. Mencari jenis-jenis lainnya dan—bila memungkinkan, dia akan mencicipi juga.

Petualangan karakter utama membawanya hingga ke benua tetangga, Asia. Dia sudah cukup banyak membaca dan mendengar mengenai teh tradisional setempat. Dia juga sudah sempat mencicipi berbagai teh impor di negara asalnya. Namun tentu saja, tidak ada yang mengalahkan minuman tradisional di tempat asalnya.


TEH SEBAGAI MINUMAN TRADISIONAL CINA

A. Legenda dan Sejarah

Legenda Yan Di
Konon teh kali pertama dikonsumsi oleh seorang cendikiawan ahli pengobatan herbal, bernama Yan Di—dikenal juga dengan nama: Shen Nung. Beliau terkenal karena keberaniannya meneliti dan mencoba aneka tanaman asing untuk mengetahui khasiat tanaman tersebut.

Ketika menemukan tanaman teh, Yan Di merebus daunnya menggunakan sebuah bejana keramik. Setelah menghirup air rebusan daun-daun itu, diceritakan sang cendikiawan merasa tubuhnya seketika termurnikan dan merasa segar. Seolah racun-racun yang menumpuk dalam tubuh dibersihkan oleh air rebusan daun tersebut.

Dalam tulisan lain, Shen Nung disebutkan sebagai seorang kaisar, sedangkan yang merebus daunnya (secara tidak sengaja) adalah salah seorang pelayan atas titahnya ketika beliau dan pasukannya sedang beristirahat sejenak dalam sebuah ekspedisi.

Berdasarkan kisah legenda tersebut, rebusan daun yang kemudian disebut sebagai daun teh dianggap obat yang berkhasiat membersihkan racun dalam tubuh oleh masyarakat Cina.

Sejarah dan makna keberadaan teh dalam kebudayaan Cina

Teh sudah dikonsumsi dalam kebudayaan Cina kuno sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu bukti fisik tertuanya ditemukan kali pertama pada tahun 2016 di mouselum Kaisar Jing Di dari Dinasti Han. Situs yang berada di Xi'an, ibukota provinsi Shaanxi, tersebut sudah mulai digali untuk keperluan arkeologi sejak 1990, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium untuk penelitian sampel dari penggalian baru dikeluarkan pada khalayak umum 4 tahun yang lalu.

Sampel teh ditemukan bersama berbagai bahan makanan yang menjadi persembahan yang disertakan dalam makam Kaisar Jing Di. Sang Kaisar penyuka teh tersebut wafat pada tahun 141 SM, walau demikian, cukup banyak bukti tertulis berdasarkan berbagai catatan yang menyatakan bahwa masyarakat Cina sudah menikmati teh sejak jauh sebelumnya.

Berawal dari fungsinya sebagai obat, perkembangan agrikultur dan perekonomian masyarakat pada membuat menikmati teh menjadi hal yang lebih bersifat rekreasi. Orang menyukai rasanya. Entah mana yang lebih dahulu dibuat, kudapan dan makanan yang cocok dimakan bersama teh atau seduhan teh yang cocok diminum bersama makanan dan kudapannya. Bisa jadi kedua hal itu saling mempengaruhi.

Bukan hanya masyarakat kebanyakan, kaum bangsawan mulai menganggap teh sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka. hingga sekotak teh termasuk dalam daftar harta yang disertakan saat mereka dikuburkan.

Sementara itu kaum cendikiawan mengembangkan tata cara minum teh, seperti yang tercatat dalam essai yang ditulis oleh Wang Bao. Dalam essai yang menceritakan tentang kontrak seorang pelayan dengan majikannya tersebut, ditulis lengkap bagaimana cara menyeduh teh, menghidangkannya, hingga membersihkan peralatan yang sudah digunakan untuk menyeduh dan menghidangkan.

Essai tersebut tercatat sebagai bukti tertulis pertama dalam sejarah mengenai keberadaan teh dalam kebudayaan Cina kuno.

Bagi penyuka drama dan roman bernuansa sejarah, essai mengenai pelayan dan majikan ini menarik untuk dibaca. Versi singkatnya bisa ditemui di google book berjudul: Tea and Chinese Culture, oleh Ling Wang. Tautan untuk ke sana bisa dicek di bagian terakhir tulisan ini.

Sedangkan tulisan pertama yang mengkhususkan mengenai serba-serbi teh ditulis pada masa Dinasti Tang, oleh Lu Yu dalam tulisannya berjudul: Cha Jing (The Classic of Tea). Menurut Cha Jing, pada 760 Masehi, kebiasaan meminum teh sudah menyebar luar. Buku itu juga menjelaskan: bagaimana tanaman teh tumbuh, cara memroses daun teh, cara mengolahnya menjadi minuman, cara menilai teh, bahkan di mana daun teh terbaik dibuat.


Pada periode Dinasti Tang, balok-balok teh sering digunakan sebagai pengganti mata uang—akibat menurunnya nilai mata uang koin pada masa itu.

Begitu berharganya teh hingga dimasukkan dalam 7 kebutuhan pokok, yakni: Kayu bakar, beras, minyak, garam, saus, cuka, dan tentu saja teh. Frase mengenai itu dituangkan dalam pepatah kuno, kāimén qī jiàn shì—harfiah: open door seven items, yang lebih-kurang berarti: Tidak bisa memulai hari tanpa ketujuh bahan pokok tersebut di atas. 


B. Ciri khas Teh Tradisional Cina

Teh dalam wujud yang sama seperti dikenal pada masa kini dalam kebudayaan Cina, pertama diolah sebagai teh hijau. Yang membedakan dibandingkan dengan jenis teh lain, misalnya dengan teh ala Inggris yang lebih dikenal di Eropa dan negara-negara jajahannya, adalah proses pembuatannya yang tidak menggunakan metode fermentasi dan hanya sedikit teroksidasi. Jenis pemrosesan itu untuk memastikan daun teh dapat lebih mempertahankan rasa dan aroma aslinya.

Di samping teh hijau, teh putih, dan teh kuning lebih kurang menggunakan proses pembuatan yang sama (bagannya bisa dilihat di bab sebelumnya, mengenai hobi meminum teh). Bahkan teh Oolong hanya mengalami setengah teroksidasi.


C. Tata cara meminum teh

Apabila seorang tamu mendatangi sebuah rumah, maka tuan rumah wajib menghidangkan teh terlebih dahulu, adalah kebudayaan tradisional di Cina. Hal itu bahkan tercantum dalam sebuah puisi yang digubah oleh Du Luei, dari zaman Dinasti Tang.

Dalam tata cara tradisional Cina, upacara minum teh mengandung kebijaksanaan filosofi yang khas. Di situ tercermin Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme yang dikombinasikan dengan gaya hidup. Melalui berbagai ritual yang dilakukan saat melakukan upacara minum teh, diharapkan pikiran menjadi segar dan jernih kembali.

Dapat dikatakan, mempelajari upacara minum teh berarti juga mempelajari dan memahami kebudayaan tradisional Cina. Dengan menyiapkan dan meminum teh, seorang Tea Master—Guru/Ahli Teh, menunjukkan pemikiran pribadi dan spiritualnya.

Karakteristik

Ada tiga hal yang patut diperhatikan dalam upacara minum teh tradisional Cina.

1. Cara mempraktekkan upacara minum teh.
Dari bagaimana cara mempraktekannya dapat terlihat bagaimana sikap, sopan-santun, kepribadian, dan selera keindahan seseorang.
2. Kedamaian dan kemurnian
3. Keaslian.
Teh yang baik berasal dari mata air, lingkungan natural, peralatan dari bambu/kayu, dan satu set poci dan cangkir dari porselen.


Berbagai Jenis Upacara Minum Teh

Di antara berbagai jenis upacara minum teh di Cina, yang populer adalah:

- Tōchatea contrast
Merupakan jenis upacara yang populer di era Dinasti Song. Dianggap sebagai bentuk tertinggi dari seni menikmati teh, di mana para peserta diharuskan untuk menebak 4 jenis teh dan asal mata airnya setelah mencoba 10 cangkir yang disediakan. Intisari dari upacara ini kemudian diadaptasi oleh upacara minum teh di Jepang.

- Gong Fu tea ceremony
Masih dari era Dinasti yang sama. Merupakan jenis upacara minum teh yang paling populer di wilayah Chaosan, propinsi Guangdong. Yang terpenting dari jenis upacara ini adalah perlengkapannya, setidaknya ada 10 macam yang dibutuhkan. Sedangkan langkah-langkahnya dibagi menjadi 5, antara lain:
1. Merebus sebotol air
2. Memasukkan daun teh ke dalam secawan air panas, rendam selama 30 detik, lalu buang airnya.
3. Letakkan daun teh pada corong untuk menyaring kotoran yang tersisa
4. Tuangkan air panas lagi dan gunakan tutup cawan untuk sedikit mengaduk daun teh
5. Tuangkan teh melalui corong lagi kemudian siap untuk diminum.

- Sichuan tea ceremony
Ahli teh menuangkan air mendidih ke dalam mangkuk melalui ceret dengan mulut sepanjang 1,2 meter, tanpa membuat air terpercik sama sekali. Untuk melakukannya dibutuhkan keahlian dasar bermain akrobat dan kemampuan beladiri.

- Zen tea ceremony
Pada masa lampau, pendeta-pendeta Budha mengembangkan kebiasaan meminum teh yang mereka tanam dan olah sendiri. Mereka juga yang ikut andil dalam perkembangan teh Cina. Upacara minum teh jenis ini meleburkan kebudayaan minum teh dan praktek agama Budha. Saat ini Chado di Jepang adalah yang lebih mempraktekkan prinsip Zen tea ceremony.

Tempat menikmati teh

Popularitas teh di Cina sangat tinggi. Tak heran berbagai macam kedai teh dapat mudah ditemui. Di antara kedai-kedai tersebut, disamping kedai bergaya kasual tempat masyarakat kebanyakan bisa menikmati teh dan kudapan dengan santai, juga terdapat kedai yang lebih formal.

Pada kedai teh yang bersifat formal disediakan berbagai jenis daun teh, tentu saja jenis kudapan yang disediakan memiliki kualitas yang lebih tinggi. Namun yang paling lengkap adalah toko khusus teh di mana, selain tersedia lebih banyak jenis teh, juga poci-poci dan berbagai perlengkapan lain pendukung untuk menikmati teh.

Apabila hendak menikmati teh dengan cara tradisional yang sungguh-sungguh mencerminkan filosofi asli yang terkandung di dalamnya, sebaiknya mencari toko khusus teh dengan reputasi yang baik.


D. Perangkat minum teh

Berikut ini adalah perangkat yang digunakan dalam upacara minum teh tradisional di Cina.

Untuk menyimpan teh: Chaze (茶则), sendok teh, corong teh, holder, penumbuk
Untuk menguraikan balok-balok teh: penjepit teh, sendok teh, jarum teh, pengaduk teh, pisau teh
Untuk meminum: cawan/cangkir minum, cangkir pengendus/penghirup aroma, piring mungil untuk tutup/alas cangkir
Untuk mencuci perlengkapan: baki pembuangan air, tea plate, wadah air, wadah daun teh, baskom, Chakin (handuk/serbet teh), wadah perlengkapan poci dan cangkir the
Lain-lain: ceret, kuas teh, censer (untuk menyalakan dupa/aromatherapy)

Namun setiap zaman memiliki trennya sendiri akan jenis perangkat yang digunakan.

Pada Dinasti Tang, kaum bangsawan dan anggota kerajaan biasa disuguhi teh dengan menggunakan poci dan cawan dari logam, sedangkan masyarakat kebanyakan menggunakan bahan porselen dan gerabah. Cendikiawan pada masa yang sama lebih memilih untuk menggunakan porselen hijau dengan ornamen cantik yang membuat perlengkapan minum terlihat seperti terbuat dari batu giok.

Pada Dinasti Song, daripada perlengkapan minum dari porselen hijau, glasir warna hitam lebih disukai. Bentuk cawan pada masa ini mulai terlihat seperti bentuk lonceng terbalik. Selain glasir hitam, warna-warna yang digunakan pada masa ini adalah: abu-abu, putih-abu-abu, cokelat gelap, dan putih.

Desain perlengkapan teh berwarna putih-abu-abu menjadi populer pada zaman Dinasti Yuan, sedangkan glasir putih populer pada zaman Dinasti Ming. Pada zaman Dinasti Qing, porselen dengan sepuhan emas aneka warna yang diproduksi di Guangzhou, propinsi Guangdong dan peralatan yang terbuat dari kayu yang dipernis di propinsi Fujian, dikembangkan.

Karena kebiasaan minum teh masih terus populer, berbagai macam peralatan minum masih terus dikembangkan, misalnya yang terbuat dari gerabah, porselen, keramik, tembaga, kaca, dll. Di antara semua bahan itu yang paling populer hingga ke mancanegara adalah bahan porselen abu-abu dan aneka warna. Berkat itu juga Cina jadi negara pengekspor porselen terbanyak (pada masa itu). Kepopulerannya membuat beberapa negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar menggunakan istilah China atau fine china, untuk benda-benda yang terbuat dari porselen.


E. Jenis-jenis teh

Teh di Cina secara tradisional dibagi berdasarkan warna dan cara pemrosesan, yakni:
Teh Hijau,


Teh kuning,

Teh putih, 

Teh merah (kita mengenalnya sebagai teh hitam), 

Teh oolong,

dan dark tea.

Disamping jenis-jenis di atas, ada juga Scented Tea (teh bunga), Leicha, dan Oil Tea (teh minyak). Teh bunga ini terbuat dari kuntum-kuntum bunga yang dikeringkan segera setelah dipanen. Leicha, adalah kebiasaan minum teh kaum Hakka, di mana berbagai obat herbal, kacang-kacangan, dan bahan-bahan lain ditumbuk dan diseduh dengan air mendidih untuk kesehatan. Sedangkan Oil Tea, adalah jenis teh yang populer di kalangan kaum minoritas di Guangxi, Miao dan Dong. Prosedur pembuatannya mirip dengan Leicha.


Ada begitu banyak jenis dan berbagai metode tradisional untuk mengonsumsi teh. Bahkan penulis hanya mendapat kesempatan untuk mencicipi segelintir di antaranya. Entah berapa banyak dari yang tertulis di sini akan disebutkan di dalam cerita. Namun tidak ada salahnya sekarang mengumpulkan informasi terlebih dahulu untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Sumber-sumber:
coffeeteawarehouse.com/tea-history.html
en.wikipedia.org/wiki/History_of_tea
en.wikipedia.org/wiki/History_of_tea_in_China
en.wikipedia.org/wiki/Chinese_tea_culture
www.independent.co.uk/news/science/archaeology/archaeologists-discover-worlds-oldest-tea-buried-with-ancient-chinese-emperor-a6805171.html
www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0963996913000240
www.topchinatravel.com/china-guide/chinese-tea-culture/

Tea and Chinese Culture, By Ling Wang  books.google.co.id/books

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top