Part 13 - Berita dari William

Kedatangan Williamdan Hitoshi melahirkan sensasi. Informasi yang datang bersama mereka mengguncang seisi ruangan. Setelah William menyebut-nyebut mengenai perencanaan bom yang dijatuhkan di kawah Krakatau, kini seisi markas tak bisa tenang.

Aku dan Andrew berjalan menyusuri lorong, mencari Marthin atau siapa saja atau apa saja yang bisa kami kerjakan. Kami berdua telah terlantarkan selama beberapa jam, tanpa ada yang peduli- bahkan ayah dan ibu. Mereka lebih tertarik pada William dan Hitoshi, meninggalkan ruang utama tadi dan mendiskusikan sesuatu di ruang tertutup- tentu saja, tanpa mengundang kami.

Samar-samar suara ayah, William dan beberapa orang lain yang tengah berbicara terdengar. Semakin kami berjalan, semakin nyata suara itu menggapai telinga kami.

Tanpa ragu, kami mengikuti kemana suara itu menuntun kami, hingga berhenti di sebuah pintu putih besar.

Andrew yang pertama menempelkan telinganya di pintu.

"....melepaskan bom yang mereka rakit di kawah Krakatau." Suara William terdengar.

"Darimana kalian tahu tentang ini?" terdengar suara Paman San.

"Sebenarnya saat kalian ada di Siwa, aku dan Hito juga pas sedang disana," terdengar suara William menjelaskan, "Sayangnya, kita tak sempat bertemu."

"Tapi sebenarnya gadis kecilmu itu sangat membantu." Terdengar suara William yang terus bicara.

Lalu ruangan mendadak sunyi, terlalu hening. Saking anehnya, baik Andrew atau diriku tak mendengar suara gumaman apapun dari dalam. Aku menempelkan telinga lebih erat, sebelum pintu tersebut membuka dan tubuhku nyaris jatuh ke atas sepasang sepatu buts besar nan kotor.

William tengah memegang kenop pintu, menangkap basah diriku dan Andrew.

Kini pandangan seisi ruangan jatuh pada kami berdua. Andrew menggosok kepalanya sambil terkekeh malu, memperlihatkan senyum polos tak bersalah. Dibanding dengannya yang tak tahu malu, wajahku sudah memerah sepenuhnya.

"Halo Rebecca," sapa William datar, "dan Andrew."

Kini aku menundukkan kepala sedalam-dalamnya, setelah sempat melihat ekspresi ibu yang melotot menatapi kami.

"Aku sempat menemukannya terpisah saat kalian kejar-kejaran dalam desa," William meneruskan penjelasannya, seolah tidak menyalahkan kami yang tengah menguping pembicaraan sama sekali, "Mereka hampir menangkapnya, tapi entah mengapa mereka saat itu pula mereka mendadak terburu-buru kembali ke markas."

Kini tatapan semua orang kembali terpusat pada William, tak menghakimi kedua bocah nakal yang ingin mengetahui rahasia mereka.

"Aku dan Will selalu melacak keberadaan pasukan itu, tapi mereka tak kunjung muncul, hanya ada jejak-jejak tak jelas, sampai mereka muncul dan mengejar kalian." Kini Hitoshi menambahkan.

"Akhirnya setelah menemukan anak ini, aku memutuskan untuk mengikuti mereka dan tak sempat menyisihkan waktu untuk menemui kalian. Tapi hasilnya setimpal, tahu siapa pemimpin mereka? Barabab. Ia mengumpulkan mereka untuk menyampaikan misi mereka yang baru, meledakkan Krakatau." Kata-kata William jatuh bergema di udara.

Untuk sesaat semua orang menyimak kata-katanya, dan beberapa dari tim kami mengenang kembali peristiwa di gurun sebelumnya. Kini, setidaknya Marthin dan yang lainnya tahu bahwa William sempat menyelamatkanku di Siwa. Andrew yang berdiri di samping bahkan berbisik, "Kenapa kau tak bilang-bilang sebelumnya?"

Aku tak meladeninya.

"Tunggu, siapa katamu? Barabab? " Marthin melotot menatapi William, seolah dirinya salah dengar.

Namun William hanya diam, pertanda ia yakin dengan kata-katanya.

"Kalian yakin orangnya Barabab?" ulang Paman San dengan serak.

Lagi-lagi William tak menjawab, hanya menampilkan wajah serius yang menunjukkan kalau ia tak main-main. Hingga akhirnya, Paman San menghela nafas panjang.

"Siapa itu Barabab?" sela Andrew, seolah telah menjadi salah satu bagian dari anggota diskusi- tanpa perasaan bersalah sama sekali.

Kukira pertanyaannya bakal tak dijawab, namun pria tinggi yang jauh lebih muda bernama Hitoshi itu menjawab: "Orang gila."

"Selama ini kami terus menebak darimana biaya yang mereka kumpulkan untuk melakukan hal-hal ini, apakah mereka merampok atau bagaimana. Lalu ternyata kalian menemukan The Hill's. Untungnya kami datang ke markas, dan ternyata kalian semua benar-benar ada disini." Hitoshi menambahkan.

"Well, kerja bagus!" komentar Marthin sambil menepuk bahu William dan Hitoshi, dan sesaat kemudian orang-orang bertepuk tangan untuk mereka.

Kedua orang ini tak terlalu banyak berekspresi saat orang-orang memuji mereka, tapi garis-garis wajah keras mereka jadi melembut, meski hanya sedikit. Namun sedikit perubahan ekspresi itu sudah cukup untuk menunjukkan isi hati mereka. Meski William botak dengan kulit kepala licin, tapi kulit wajahnya menunjukkan sebaliknya. Ia punya garis-garis halus di wajah yang menunjukkan kuasa usia padanya, dan beberapa garis yang dalam berupa bekas luka yang tampaknya tak bisa hilang di dagu dan alis sebelah kiri.

Sementara Hitoshi, rambut hitam lebatnya diikat kuncir kuda. Ia juga punya alis tebal, mata hitam sipit, hidung besar mancung, dan bibir tipis nan kecil. Ia terlihat jauh lebih muda dari William. Mungkin sekitar 20-an? Hanya saja ia juga memiliki wajah keras yang menggambarkan seberapa kasar hidupnya.

Orang semacam mereka tidak murah senyum.

"Jadi sekarang kita butuh bergerak cepat, karena kelompok Barabab sudah mulai bertindak."

Kata-kata William mendiamkan seisi ruangan.

*

Seisi ruangan lagi-lagi dibuat terkejut oleh mereka berdua. Setelah membawa kabar kalau Barabab dan Hill akan meledakkan Krakatau, sekarang mereka bilang kalau waktu kami sudah tak banyak lagi.

Seisi markas kini kebingungan setelah William dan Hitoshi memperkirakan tim Barabab akan bergerak dalam waktu kurang dari sebulan.

"Becky, Andrew," Paman San membisikkan nama kami berdua ketika orang-orang mulai bubar.

Kami berdua menoleh ke arahnya, dan mendapati ia tengah melambai.Ia membawa kami salah satu ruangan yang penuh dengan dokumen tebal-tebal.

Diantara tumpukan file tebal, ia mengambil salah satu folder hitam yang isinya berupa daftar para kriminal. Setiap lembar berisi foto dan biodata para kriminal, serta daftar kejahatan yang pernah mereka lakukan.

Barabab ada di beberapa halaman terdepan, begitu juga foto lengkap beserta biodatanya. Barabab berupa orang raksasa yang badannya gemuk besar, mata hitam yang bulat, hidung besar, alis tebal yang tegak, serta kumis dan janggut yang lebat di sekitar dagunya. Kulitnya yang kecoklatan kelihatan mengerikan dengan tato di lengannya. Secara keseluruhan, orang ini buruk rupa.

Barabab, kriminal tingkat tinggi yang sejak dulu selalu jadi incaran UNS. Ia pernah berusaha menciptakan gelombang tsunami dengan bom yang mampu menggoncang pulau. Orang semacam ini hampir tak mungkin ditangkap.

"Kenapa disini ditulis Barabab tewas?" tanyaku sambil menunjuk cap merah yang bertuliskan "TEWAS".

"Itu data resmi UN. Barabab dulu dianggap tewas saat ia berusaha mengalirkan lava gunung berapi di Hawai atas kecelakaannya sendiri. Itu anggapan UN, tak ada yang tahu apakah ia benar-benar tewas. Tapi beberapa orang seperti Ayah kalian tak percaya kalau ia telah tewas." Jelas Paman San.

"Sekarang sudah terbukti." Komentar Andrew.

"Mm, benar." Paman San mengiyakan.

"Lalu bagaimana soal Hill? Apa ada dia juga dalam sini?" tanya Andrew setelah kami bertiga terdiam sesaat.

"Aa...Hill, tidak ada. Orang satu itu tak pernah ada sebelumnya. Ia orang baru." Jelas Paman San.

Aku dan Andrew mengangguk-angguk. Paman San mengembalikan dokumen itu ke tempat semula, lalu membawa kami keluar dari ruangan.

"Sekarang kalian berdua sudah mengetahui apa yang diketahui orang-orang. Tapi apa yang bisa kita lakukan?"

Kalimatnya jatuh menggantung, karena baik aku dan Andrew sama-sama tak punya jawabannya.

Sekarang setelah kebenaran terkuak, apa yang bisa kami lakukan?

*

Michael tak bisa banyak berkata-kata. Bulir-bulir keringat dingin terus bermunculan di balik punggung di bawah pakaiannya. Dirinya masih tergoncang begitu melihat sosok di Gedung Hill's, kepingan masa lalu tentang James Hill berputar-putar dalam pikirannya.

Banyak yang tak tahu siapa James Hill. Tapi dirinya tahu dengan jelas.

Setelah dua hampir dua puluh tahun, ternyata masih dalang yang sama.

Wajah itu, masih wajah yang sama.

Dua puluh tahun lalu ketika ia masih memimpin tempat ini- saat separuh isi markas berangkat menangani kasus di belahan bumi lain, beberapa pesawat asing muncul dan melesat menuju markas UNS. Saat itu dirinya berada dalam pesawat yang baru berangkat menangani kasus bersama rekan-rekannya, sebelum mereka melihat beberapa pesawat asing terbang ke arah markas. Mereka kembali mengejar pesawat-pesawat asing itu, tapi terlambat. Pesawat-pesawat itu memberi tembakan beruntun ke arah markas, meluluh-lantakkan semuanya. Saat Michael kembali, markas telah habis. Michael berusaha mengejar pesawat di barisan terdepan itu, dalang dari tragedi itu. Tapi pesawat-pesawat di belakang yang lain terus menembak, menghabisi satu per satu rekan di pesawat lain, membuatnya tak punya pilihan selain berbalik menyelamatkan mereka. Hanya dalam beberapa detik sebelum akhirnya ia berbalik itulah, ia melihat sebuah wajah dibalik kaca pengendara pesawat yang melakukan semuanya: James Hill.

Setan licik sialan.

Habis. Orang-orang itu telah menghabisi UNS. Entah berapa banyak korban atas kejadian itu, Michael tak lagi ingat persisnya. Tapi ia terus mengingat wajahnya, meski saat itu ia tak tahu siapa orang itu. Tak ada yang tahu soal orang itu, selain dirinya. Ia memeriksa wajah itu diam-diam selama bertahun-tahun, bahkan Sandra sekalipun tak tahu. Namun apa daya, yang diketahuinya hanyalah sebuah nama, tanpa identitas asli. Segala data yang ditemukannya kemungkinan telah dipalsukan.

Tapi wajah itu tak salah, wajah yang terus membakar di hatinya. Orang yang telah menghabisi UNS di masa-masa kejayaan.

Hari ini, tak disangka-sangka, orang yang harus mereka hadapi lagi adalah monster itu. Separuh diri Michael merasa dirinya dibakar amarah, separuhnya lagi bergetar ketakutan.

Bagaimana jika misi kali ini akan kembali membawa mereka pada kejadian bertahun-tahun lalu? Belum lagi, kali ini ada Barabab sementara UNS saat ini hanyalah berupa sekumpulan orang lama dengan markas bobrok.

Ia takut dirinya hanya sedang melancarkan misi bunuh diri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top