𖠵៸៸ ❛ ¹⁶ ' wind જ venti ⸝⸝

𓏲࣪ ،، Wind ˊˎ-

"You are free now, like the wind."

🦋ꪶ Venti x You ˒༢

⌨ ⋮ Genshin Impact © MiHoYo (Hoyoverse)

✎ ⋮ Story © BadassMochi

────────────

Sarayu berhembus dari arah utara kota Mondstadt. Membawa suasana sejuk bersama dengannya. Detik selanjutnya, sang bayu meniup surai yang dikepang dengan apik itu. Si pemiliknya tampak terkekeh pelan. Sebelum menatap ke arah angkasa di mana cakrawala membentang begitu luas.

Kini tatapannya beralih ke arah seorang gadis. Dari kejauhan, gadis itu sedang berbicara dengan sang Honorary Knight, Aether. Si gadis mengatakan sesuatu yang direspon dengan tawa dari lelaki bersurai pirang itu. Keduanya tampak berbincang banyak. Mungkin tentang diri mereka satu sama lain, begitu pikirnya.

Meskipun sang gadis tidak berbicara dengan dirinya, ia tetap menarik senyuman. Melihat wajahnya dari kejauhan saja sudah cukup. Memberikannya rasa nyaman dan lega karena nyatanya hari ini pun dirinya—sang Anemo Archon, Venti—masih bisa melihat gadis itu. Dengan mata kepalanya sendiri.

Namun, rupanya hari ini juga masih serupa. Venti sang dewa yang diagung-agungkan oleh masyarakat Mondstadt hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Dalam jarak belasan meter dari ketinggian tebing yang ia pijak.

***

Hari berikutnya pun datang.

Kali ini, ada sedikit kemajuan dalam proses pendekatan Venti, si Barbatos. Lelaki berwajah ceria itu sudah bisa membuat komunikasi dengan sang gadis. Menanyakan namanya, hobinya, apa makanan dan kesukaannya, juga hal yang disukai olehnya. Dari situlah Venti tahu bahwa gadis itu merupakan orang yang menyenangkan.

Kemajuan itu bahkan telah berkembang pesat. Venti mengajaknya berkeliling kota Mondstadt. Melihat hal-hal apa saja yang ada di sana. Yang pastinya, semuanya tampak menarik di mata gadis itu.

"Kudengar, semua makanan di Mondstadt itu enak dan memanjakan lidah! Oleh karena itu, aku datang ke kota ini untuk mencicipi semua makanannya!" serunya dengan wajah yang begitu ceria dan antusias.

Mendengar jawabannya mengenai apa alasan sang gadis berkunjung ke Mondstadt. Kota yang dikenal akan kebebasannya. Angin merupakan simbolnya. Dengan demikian, Mondstadt dapat dikatakan sebagai kota yang makmur dan tentram. Mengingat para penduduknya diberikan kebebasan dalam bertindak. Namun, tidak berarti tak ada peraturan di sana. Tentu saja ada.

"Apakah kau sudah mencicipi semuanya, (Y/n)?" tanya Venti lagi. Ia menatap gadis di sisinya itu dengan tatapan geli, juga miris. Melihat (Y/n) yang begitu senang karena bisa menikmati semua makanan tanpa mempedulikan seberapa besar Mora yang dipakainya.

Ia menggeleng. (Y/n) pikir, ia akan menetap cukup lama di Mondstadt. Tentunya, dengan tujuan agar dirinya bisa menikmati semua makanan di sana. Mengingat Mondstadt tidak melarang pengunjung untuk masuk dan menetap. Lihat saja sang Pengembara. Aether, namanya. Lelaki itu bahkan sudah dinobatkan sebagai Honorary Knight. Hanya karena membasmi para hilichurl dan juga treasure hoarders, Aether pun mendapatkan julukan itu.

Well, sejujurnya (Y/n) merasa sedikit iri. Aether tampak seperti main character di sebuah film ataupun novel. Sementara, di sini, (Y/n) hanya bisa memasak makanan untuk dirinya sendiri saja. Sungguh ironis.

"Venti, bagaimana jika kapan-kapan aku mentraktirmu? Hitung-hitung sebagai imbalan karena kau sudah mengajakku berkeliling hari ini," ujar (Y/n) tiba-tiba. Membuat Venti menoleh sepersekian detik.

Tanpa berpikir panjang, Venti langsung menyetujuinya. Si Archon yang Miskin itu tentunya akan merasa senang jika ada seseorang yang akan mentraktirnya. Terlebih jika orang itu adalah (Y/n). Benar-benar di luar dugaannya.

"Baiklah! Akan lebih baik jika kau mentraktirku minum juga!" sahut Venti dengan semangat yang menggebu-gebu. Ia tersenyum lebar ke arah (Y/n).

Sementara, reaksi yang (Y/n) berikan ialah mengerjap sesaat, menatap Venti, lalu berkedip. "Ah, minum ya. Baiklah, tidak masalah. Tetapi, aku tidak akan minum meskipun umurku sudah legal. Aku tidak menyukai rasanya," ujarnya demikian.

"Sayang sekali, (Y/n). Kau belum mencicipi minuman yang ada di Angel's Share, maka dari itu kau berkata demikian. Kau harus mencobanya terlebih dahulu!" bujuk Venti. Lelaki itu terkekeh pelan di akhir ucapannya. Dilihat-lihat, Venti tidak terlihat seperti seorang Archon yang agung. Melainkan lebih ke arah lelaki biasa yang tidak memiliki Mora (miskin) dan hanya bisa memainkan lyre-nya itu. Oh, ditambah dengan tukang mabuk.

"Jika kau yang berkata demikian, apa boleh buat. Aku akan mencicipinya, tetapi tidak sampai mabuk. Akan merepotkan nantinya," balas (Y/n) pasrah.

Toh ia juga merasa penasaran tentang bagaimana rasa dari minuman di bar yang Venti sebut-sebut tadi. Selain itu, (Y/n) pun ingin mencoba semua hidangan yang ada di Mondstadt, demikian termasuk dengan minumannya. Alibi yang masuk akal.

***

Venti sama sekali tidak menyangka jika dirinya dan (Y/n) akan menikmati minuman alkohol bersama saat ini. Setelah makan siang tadi, kala sore tiba Venti mengajaknya ke Angel's Share. Tempat itu cukup ramai, namun keduanya tampak menikmati suasana tersebut.

Lihatlah sekarang. (Y/n) yang berkata bahwa dirinya tak akan mabuk, justru telah mabuk hanya karena meminum dua gelas pertamanya. Tidak seperti Venti yang bahkan telah menghabiskan berkali-kali lipat dari porsi (Y/n), namun matanya masih segar bugar.

"Venti..."

Sudah tak ada lagi cairan beralkohol di meja mereka. Yang ada hanyalah (Y/n) yang menelungkup di atas meja dan Venti yang sibuk menatap si gadis. Wajahnya yang memerah seperti buah ceri itu tampak menarik di mata Venti. Imut, pikirnya.

"Ya? Ada apa, (Y/n)?"

(Y/n) mengangkat kepalanya dari atas meja. Ia pun menatap Venti dengan mata sayunya itu. "Maaf, aku berbohong padamu," katanya.

Merasa terkejut, Venti pun memajukan sedikit tubuhnya. Merasa waspada apabila (Y/n) tiba-tiba akan terjatuh ke atas meja dan memberikan benturan yang cukup keras pada kepalanya.

"Tentang apa? Katakan saja padaku." Venti masih membubuhkan senyumannya.

"Tentang alasan mengapa aku datang ke Mondstadt." (Y/n) diam sejenak. Kini ia terlihat seperti mabuk dan juga tidak mabuk. "Sebenarnya, alasanku datang ke sini adalah karena aku benci tinggal di rumahku sendiri. Tidak ada yang menyayangiku. Terlebih kedua orang tuaku itu. Mereka hanya menginginkan aku menjadi apa yang mereka inginkan. Aku sama sekali tidak memiliki suara. Benar-benar neraka," lanjutnya.

Mendengar apa yang dikatakan oleh (Y/n), Venti sama sekali tidak menyangkanya. Ia pikir, sifat ceria milik (Y/n) itu memang sama sepertinya. Bukan dibuat-buat untuk menutupi sesuatu di baliknya.

"Menurutku, kau pergi ke Mondstadt seorang diri ialah keputusan yang tepat. Kau membutuhkan kebebasan, dan Mondstadt merupakan kota yang melambangkan 'kebebasan' yang kau butuhkan itu. Jadi, jangan ragu lagi untuk melakukan apa keinginanmu, (Y/n)!" seru Venti. Apa yang dikatakan oleh lelaki super ceria itu, benar-benar tipikal dirinya.

(Y/n) hampir saja ambruk jika tidak segera ditahan oleh Venti. Lelaki itu pun memutuskan untuk berpindah tempat ke sisi (Y/n). Sebelumnya ia memang duduk di hadapan gadis itu. Namun, kejadian tadi telah menjadi alasan yang cukup mengapa ia pindah ke sana.

"Kau memang benar, Venti," ujar (Y/n). Ia menatap Venti masih dengan ekspresi yang sama. Wajah yang memerah, mata yang sayu, juga tatapannya yang memancarkan kehangatan itu. "Terima kasih," ucapnya.

"Sama-sama, (Y/n). Hehe."

Keduanya pun saling diam. (Y/n) masih menatap Venti. Namun, yang ditatap tidak bisa diam saja. Ingin rasanya Venti mendekap gadis itu, merengkuhnya, memberinya kehangatan meski untuk sesaat. Tetapi, ia bukan tipe pria yang berani seperti demikian. Ah, payah.

"Aku ingin selalu bersama denganmu, Venti..."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, tubuh (Y/n) pun ambruk ke atas meja. Menciptakan suara yang begitu keras. Membuat orang bertanya-tanya dan kebingungan. Namun, tidak ada yang lebih bingung dari Venti. Lelaki itu bahkan tidak sempat menangkap tubuh (Y/n) akibat dirinya yang terlampau terkejut.

Tak lupa, salahkan juga detak jantungnya yang mulai menggila serta wajahnya yang terasa memanas.

***

"Kau... benar-benar akan pergi?"

Apa yang dikatakan oleh (Y/n) kemarin sore benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang terjadi saat ini. Gadis itu sudah siap dengan ransel di punggungnya. Berserta dengan berbagai macam kebutuhan miliknya itu.

"Ya!" sahutnya antusias. Membuat jantung Venti terasa mencelos setelah melihat semangat yang menggebu-gebu itu.

"Mengapa, (Y/n)?" tanyanya pelan, juga ragu. Ragu jika pertanyaannya itu dapat menyinggung perasaan sang gadis.

Namun, alih-alih merasa tersinggung, (Y/n) justru tertawa. Melihat Venti yang tampak murung tidak seperti biasanya terlihat unik dan juga lucu di matanya. Well, memang sedikit tidak sopan. Tetapi itulah kenyataannya.

"Aku memang berkata ingin bersama denganmu. Namun, aku akan menuruti perkataanmu terlebih dahulu, yaitu melakukan semua hal yang kuinginkan selama ini! Kau tahu, aku sudah memendamnya begitu lama! Karena kesempatan ini tak akan datang untuk yang kedua kalinya, maka aku tidak akan menyia-nyiakannya begitu saja!" seru (Y/n) dengan senyum lebar di wajahnya.

Masih diingat dengan jelas oleh gadis itu tentang perkataan Venti kemarin sore. Apa yang dikatakan olehnya telah menggerakkan hati dan pikiran (Y/n). Meskipun Mondstadt merupakan kota yang cocok dengan dirinya, namun (Y/n) ingin menikmati hal-hal lain terlebih dahulu. Setelahnya, barulah akan ia pikirkan kembali.

"Jangan bersedih, Venti. Aku juga bebas 'kan? Seperti lambang kota ini, seperti angin!"

Ya, Venti pun tahu. Namun, ia tetap saja merasa sedih. Ia merasa sedikit menyesal atas apa yang dikatakannya kemarin. Venti tidak ingin kehilangan (Y/n) saat ini. Tidak sekarang, juga tidak nanti. Pun tidak untuk yang kedua kalinya.

Belum sempat tersadar dari lamunannya sendiri, Venti sudah merasakan kehangatan yang menjalar dari punggungnya. Rupanya, gadis itu sudah mendekap Venti lebih dahulu. Memberikan rasa hangat yang Venti suka.

"Tenang saja, Venti. Aku pasti akan kembali. Pasti."

Venti ingin percaya. Namun, di satu sisi ia khawatir dirinya akan merasa kecewa. Kecewa jika perkataan (Y/n) tak sesuai dengan tindakannya nanti.

"Kau tak perlu khawatir. Aku bukan pengingkar janji!" katanya lagi, seolah-olah bisa membaca isi pikiran Venti.

Pelukan itu pun dilerai. (Y/n) melemparkan senyum ke arah Venti. Lelaki itu pun membalasnya, meskipun cukup sulit. Karena sejujurnya ia tak ingin tersenyum saat ini. Namun, Venti harus memberikan senyum terbaiknya. Agar senyum itulah yang akan selalu diingat oleh (Y/n).

"Saat kita bertemu lagi nanti, kau tidak boleh bertambah tinggi, ya! Karena aku menyukai laki-laki yang tingginya tidak jauh berbeda denganku!" (Y/n) terkekeh.

Venti sontak tertawa pelan. Ia pun menganggukinya. Toh masa pertumbuhannya itu telah usai, entah sejak kapan. Ia tersenyum pada (Y/n). Gadis itu pun demikian.

Keduanya bertemu dengan alasan yang konyol, namun berpisah dalam makna yang begitu dalam. Mereka bertemu bukan untuk berpisah. Melainkan untuk membuat pertemuan-pertemuan selanjutnya yang akan datang nanti.

━━━━━━━━━━━━━━━━

⸙;; klee_milk

Thank you for your request, sweetie!! ♡

I luv ya!
Wina🌻

07.15.22

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top