𖠵៸៸ ❛ ³ ' saviour જ louis james moriarty ⸝⸝
𓏲࣪ ،، Saviour ˊˎ-
"Louis said, we can't no longer together."
🦋ꪶ Louis James Moriarty x You ˒༢
⌨ ⋮ Yuukoku no Moriarty © Ryōsuke Takeuchi & Hikaru Miyoshi
✎ ⋮ Story © BadassMochi
────────────
"Kata Louis, kita gak boleh jadi anak nakal. Tapi, kalian itu nakal. Jadi kalian udah melanggar perkataan Louis."
Gadis kecil itu menatap tiga orang temannya. Ralat, lebih tepatnya tiga orang musuhnya. Mereka berdiri di hadapan gadis kecil itu. Namun, tatapan sang gadis sama sekali tak menyiratkan rasa takut.
"Kamu selalu ngomong 'kata Louis ini, kata Louis itu'. Siapa sih Louis itu?!" sentak salah satu dari tiga orang di depannya. Ia tampak kesal karena setiap kali ia berbuat onar dengan dua temannya yang lain dan secara tak sengaja bertemu dengan gadis kecil ini, anak perempuan itu selalu menyebut nama 'Louis'.
"Kalian gak perlu tahu siapa itu Louis. Lagi pula, Louis juga gak mau kenal sama kalian," sahut gadis itu datar. Ia tak peduli jika ketiga anak laki-laki di depannya itu akan mengamuk. Toh memang itulah faktanya dan ia hanya menyatakan kebenarannya.
"Hah?!"
Ketiga anak itu mulai tampak kesal akan perkataan si anak perempuan. Melihat sinyal berbahaya di sana, ia segera memasang ancang-ancang untuk lari.
"Kata Louis, kalau kita gak sengaja buat anjing ngamuk, kita harus lari!"
Dengan tawanya, gadis itu pun berlari kencang. Menciptakan jarak di antara dirinya dan ketiga anak nakal yang berada di belakangnya itu. Tawanya terus terdengar. Sementara kedua kaki mungilnya berlari kencang. Melupakan fakta bahwa dirinya tengah dikejar saat ini.
***
Lamunan (Y/n) pun buyar ketika ia mendengar bel yang berbunyi nyaring. Hampir saja gadis itu mengumpat jika dirinya tak ingat bahwa saat ini ia sedang berusaha untuk tobat. Setidaknya ia harus mencoba terlebih dahulu, bukan?
Gerakannya memasukkan peralatan tulis ke dalam tempat pensil seketika terhenti. Tak sengaja manik (e/c) itu menangkap sesosok lelaki tengah berjalan cepat melalui kelasnya. Sontak ia bangkit berdiri dan segera menyusul.
"Louis!"
Yang dipanggil tak kunjung menoleh. Lelaki itu hanya terus berjalan sambil menatap ke arah buku di tangannya. Langkah kakinya yang terlampau cepat membuat sang gadis tak mampu mengikutinya. Ia harus berlari agar bisa menyamai langkah lelaki itu.
"Louis James Moriarty!"
Tersentak akan panggilan (Y/n), Louis pun akhirnya menghentikan langkahnya. Suasana koridor yang memang ramai kini menjadikan kedua insan itu sebagai pusat perhatian. Mendapati dirinya sendiri sebagai objek pandang utama mereka, Louis sontak menarik tangan (Y/n). Mereka menuruni tangga secepat kilat seraya mengabaikan celotehan gadis itu di sepanjang jalan.
"Kita ngapain ke sini? Bukannya kita mau makan di atap sekolah?" tanya (Y/n) heran. Pasalnya, kini Louis membawa dirinya jauh dari tujuan utama mereka. Melainkan ke halaman belakang sekolah yang tampak sunyi dan sepi pengunjung. Alasannya ialah karena pernah ada seorang murid di sana yang melakukan bunuh diri. Well, (Y/n) tak mempercayainya. Bisa saja alasan itu digunakan sebagai alibi untuk hal lain.
"Aku gak bisa makan sekarang. Ada rapat OSIS yang harus segera aku hadiri," jelas Louis singkat. Namun, menciptakan perempatan imajiner pada kening (Y/n).
"Kamu 'kan bukan Ketua OSIS. Yang jadi Ketua OSIS itu 'kan kakak kamu, Lou. Kenapa kamu harus ikut rapat juga?" Ia tidak mengerti. Menurut (Y/n)-yang tak pernah ikut serta dalam organisasi apapun, termasuk OSIS-Louis yang tak memiliki jabatan apapun seharusnya tak perlu mengikuti rapat. Benar, bukan?
Tatapan yang menyiratkan keterkejutan ditujukan pada (Y/n). Kemudian, tak disangka Louis justru tertawa. Kepolosan gadis itu masih ada bahkan ketika usianya sudah menginjak angka enam belas tahun di tahun ini.
"Gak seperti itu, (Y/n). Rapat OSIS itu harus dihadiri oleh semua pengurus OSIS, termasuk aku. Apa kamu lupa dengan jabatanku di OSIS?" Louis bertanya dengan geli. Ditambah dengan tatapan (Y/n) yang masih menatapnya bingung. Tampak lucu di mata Louis. Membuatnya ingin mencubit pipi gadis itu. Sebentar, apa yang baru saja ia pikirkan?
"Apa jabatan kamu? Tukang benerin kabel?" tebaknya asal. Namun, disambut oleh gelak tawa Louis.
"Bukan, jabatanku itu bendahara. Kamu pasti tahu apa itu bendahara 'kan?" jawab Louis kemudian.
"Yang suka tagihin uang kas, ya? Terus, kalau gak mau bayar, malah kena pukul buku kasnya," (Y/n) menjelaskan seraya menatap Louis serius. Tetapi, ekspresinya itu justru membuat Louis ingin tertawa. Lucu, pikirnya.
Namun, seketika (Y/n) tersadar akan suatu hal. Ia pun kembali mencerocos, "Berarti kamu sering pukulin orang lain pakai buku kas dong? Tapi, kata Louis, kita gak boleh pukul orang lain yang gak salah apa-apa."
Mati-matian Louis menahan tawanya. Pada akhirnya, tawanya itu pun pecah. Hingga memunculkan rasa sakit di perutnya. Sepertinya bersahabat dengan (Y/n) membuat dirinya bisa tampak lebih awet muda.
"Bukan, (Y/n). Bukan seperti itu yang aku maksud. Emang ada kas juga di OSIS. Tapi, gak pernah pukul orang lain seperti yang kamu bayangkan itu kok," tutur Louis pelan. Seperti sedang menjelaskan kepada seorang anak kecil berusia lima tahun.
(Y/n) pun sibuk ber'oh' ria. Ia mengangguk-angguk tampak paham. "Berarti sekarang kamu harus ikut rapat, 'kan?" tanyanya memastikan.
Mendengar perkataan (Y/n), Louis tersentak. Ia baru saja teringat dengan rapat OSIS yang akan dihadirinya ketika jam istirahat. Berbicara dengan (Y/n) membuat lelaki itu lupa dengan rapat tersebut. Karena meskipun kakaknya, William, merupakan Ketua OSIS, tidak berarti Louis boleh datang terlambat. Tetap saja akan ada sanksi bagi yang terlambat.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Kamu harus makan, oke?" Louis mengusap-usap kepala (Y/n) dengan lembut. Tak dipungkiri, sebuah senyum ikut terpatri pada wajah tampannya itu. "Ingat, apa kata Louis?"
"Kalau lagi istirahat, harus makan sampai makanannya habis. Kalau gak habis, nanti nasinya nangis, terus dia ngadu ke mamanya," jawab (Y/n) lugas. Terlampau lancar. Dirinya memang sudah mengingat semua perkataan Louis. Anggap saja perkataan lelaki itu sebagai ideologi di hidupnya sendiri.
"Gadis pintar." Sekali lagi, Louis mengacak-acak surai (Y/n). Membuat sang gadis cemberut. Waktu yang ia habiskan selama dua puluh menit di depan cermin seketika tak terbayarkan sama sekali karena tindakan Louis.
Melihat reaksi itu, Louis sontak menarik tangannya. "Ah, maaf. Aku lupa kalau kamu gak suka rambutmu jadi berantakan."
"Gak apa-apa. Kata Louis, kita gak boleh marah karena hal kecil. Jadi aku gak akan marah," sahut (Y/n) dengan senyuman di wajahnya. Meskipun jawaban (Y/n) demikian, nyatanya Louis tak mampu menyingkirkan rasa bersalah di dalam benaknya.
Lelaki itu pun menghela napas. Mungkin ia tak seharusnya mengajarkan banyak hal pada (Y/n) ketika mereka masih kecil dulu. Mungkin itulah penyebab mengapa terkadang (Y/n) bertingkah seperti anak kecil. Karena perkataannya, yang menjadi panutan dari gadis itu. Meskipun bagi Louis, justru sebaliknya.
***
Sejak kapan dirinya mulai menyukainya?
Pertanyaan yang sama terus-menerus ditanyakan dan berputar-putar di dalam kepalanya. Itulah yang Louis lakukan selama rapat OSIS siang tadi. Alhasil, William selalu menyadarkan Louis dari dunia lamunannya sendiri. Kakaknya itu pun tak tahu apa penyebab Louis sering melamun hari ini.
Mungkin kalimat yang mengatakan bahwa 'tidak ada pertemanan di antara laki-laki dan perempuan' itu benar. Awalnya Louis tak terlalu percaya akan hal itu. Pikirannya yang selalu logis dan rasional tak pernah percaya akan suatu hal yang tak berdasar dan tak memiliki bukti. Namun, kini ia mempercayainya. Karena dirinya sendirilah yang menjadi bukti tersebut.
Jika ditanya sejak kapan perasaan itu tumbuh, Louis tidak tahu. Namun, sejak awal pertemuan mereka terjadi, ia tahu suatu hal; gadis itulah penyelamatnya. Secara alami, kenangan di hari itu terputar ulang di dalam kepalanya.
"Kalian gak boleh kayak gitu!"
Seruan itu mengalihkan perhatian tiga anak di hadapannya. Salah satu dari mereka mendatangi gadis kecil yang berdiri dengan tegap di sana. Mengganggu aktivitas mereka sebelumnya.
"Kamu ngapain ke sini, hah?! Kamu mau melawan kita?!" Salah satu anak laki-laki itu menjawab perkataan (Y/n). Tampak bahwa dirinya tak senang jika gadis itu mengganggu dirinya saat ini.
Pertanyaan anak itu tak digubris barang sedetik pun oleh (Y/n). Ia justru sibuk memperhatikan seorang anak laki-laki yang duduk terkulai lemas sambil bersandar pada dinding. Di tangannya terdapat sehelai kertas. Mungkin nilai ulangannya yang tak ingin ia beritahu pada ibunya sendiri.
"Oi, jawab!"
"Kalau aku gak mau jawab gimana?" tantang (Y/n). Ia mengembalikan tatapannya ke arah anak laki-laki tadi, yang bermulut besar. Mengatakan hal-hal yang ia pikir dapat membuat (Y/n) merasa takut.
Anak itu berdecak kesal. Ia hendak melayangkan pukulannya ke arah (Y/n). Tentu saja gadis itu bisa menghindar. Sudah berkali-kali ia merasakan pukulan yang sama. Pukulan yang bersarang pada tubuhnya. Berterima kasihlah kepada ayahnya yang telah melakukan kekerasan pada dirinya.
Di saat (Y/n) berniat untuk membalas pukulan anak itu, ia justru berlari terlebih dahulu. Kedua temannya yang lain pun mengikutinya. Meninggalkan anak laki-laki yang terkulai lemas bersandar pada dinding.
"Ayahku tentara! Kamu jangan macem-macem, ya!" seru anak nakal itu.
(Y/n) menolehkan kepalanya dan membalas perkataan anak itu, "Ayahku tukang pukul! Kalau kamu macem-macem, nanti kamu sering dipukul kayak aku lho!"
Mendengar perkataan (Y/n), anak tersebut berlari menjauh. Ah, apa salahnya? Gadis itu hanya mengatakan kebenaran tentang ayahnya. Ia tidak membual sama sekali. Justru ia berniat mengingatkan anak itu agar tidak dekat-dekat dengan ayahnya.
"Hei, kamu gak apa-apa?"
(Y/n) pun mendekat ke arah anak laki-laki tadi. Ia tampak terluka di pipi dan lebam di beberapa bagian tubuhnya.
"Aku... gak apa-apa," jawabnya lemah.
Seraya menatapnya khawatir, (Y/n) pun membantu anak itu untuk duduk. "Tapi, kamu luka-luka kayak gini. Yakin gak apa-apa?" tanyanya lagi.
"Kamu juga luka-luka."
Mendengar sahutan anak itu, (Y/n) sontak melirik luka di tubuhnya sendiri. Well, memang banyak luka di sana. Namun, lebih tepatnya semua itu hanyalah bekas luka saja. Berkat ulah ayahnya.
"Aku sih udah gak apa-apa. Kamu yang seharusnya nggak gak apa-apa," balas (Y/n). Tak sengaja, netra (e/c)nya itu melirik ke arah kertas yang ia lihat tadi. "Itu kertas apa? Nilai ulanganmu yang jelek, ya?" tebaknya asal.
Tak diduga, anak laki-laki itu justru tertawa. Namun, tawanya segera hilang karena rasa nyeri di sekitar bibirnya. Membuat kekhawatiran kembali muncul pada benak (Y/n).
"Bukan. Kertas ini disebut uang."
"Uang?" (Y/n) memiringkan kepalanya. "Oh, uang! Setiap kali ayahku lagi pukulin aku, dia selalu ngomong tentang uang. Apakah itu uang yang sama dengan yang kamu pegang?"
Tersentak akan ucapan (Y/n), seketika Louis terdiam. Ia tak mengatakan apa-apa dan justru membuat (Y/n) kembali khawatir.
"Kamu... beneran sering dipukul oleh ayahmu?" tanyanya pelan. Khawatir menyinggung perasaan gadis itu.
"Iya!" sahutnya.
Bukan jawaban (Y/n) yang menyayat hati anak laki-laki itu, melainkan sebuah senyuman secerah mentari pagi yang terpatri pada wajahnya kala ia menjawab.
"Lou! Louis!"
Tersadar dari lamunannya sendiri, Louis pun menoleh. Dirinya mendapati (Y/n) yang sedang berdiri di depan mejanya. Ia berkacak pinggang.
"Kok kamu gak jawab saat aku panggil kamu, Lou? Aku panggil kamu dari tadi lho," tanyanya heran. Louis tidak mungkin tuli karena terus mendengar teriakannya, 'kan?
Lelaki itu terkekeh. "Maaf, aku sedang memikirkan seseorang."
"Siapa?" tanyanya.
"Seorang pahlawan."
"Avengers, maksud kamu?" tebak (Y/n). Ia tak tahu siapa yang Louis maksud. Mungkin pahlawan dari film yang pernah mereka tonton bersama.
Ia terkekeh. "Bukan apa-apa. Tapi, dia sangat berarti bagiku," jelasnya singkat.
"Siapa ya? Siapa sih karakter favoritmu di Avengers? Aku lupa," tanya (Y/n) masih sambil berpikir.
Louis tak menjawab. Hanya tawa yang ia berikan. Karena sudah pasti, ia tak akan mengatakannya. Termasuk dengan perasaannya sendiri terhadap gadis itu.
━━━━━━━━━━━━━━━━
Lord (Y/n) di sini sangat menggemaskan, hingga membuat sy ingin melemparnya ke sungai Amazon-.g
Shan, kamu gak jungkir balik 'kan?🚶♀️
Btw, request-mu sama ribetnya kek pesen minuman di starbaks :> /jk
⸙;; Shaniasukamto ⊱
Thank you for your request, sweetie!! ♡
I luv ya!
Wina🌻
03.21.22
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top