𖠵៸៸ ❛ ⁷ ' found you જ gojo satoru ⸝⸝

𓏲࣪ ،، Found You ˊˎ-

"I found you, but you didn't find me."

🦋ꪶ Gojo Satoru x You ˒༢

⌨ ⋮ Jujutsu Kaisen © Akutami Gege

✎ ⋮ Story © BadassMochi

────────────

Ia menghilang. Bak angin kencang di musim dingin ketika memasuki musim semi. Lenyap, tak bersisa. Tanpa asa yang pasti, ia tak dapat kembali.

Hanya dalam sekedip mata, semuanya mendadak berubah menjadi seperti saat ini. Seolah-olah hari kemarin tidak ada dan langsung digantikan oleh hari ini. Yang lelaki itu ingat hanyalah wajahnya ketika sedang tersenyum. Juga suaranya yang meninggi ketika sedang marah.

Merindu. Dirinya rindu akan semua hal itu. Namun, apa yang ia rindukan tersebut tidak akan muncul lagi di hadapannya. Entah di mana keberadaannya saat ini. Lelaki itu sudah lelah mencari.

Apakah ia boleh menyerah? Setidaknya untuk sekarang. Karena apa yang ia rasakan sudah tak bisa lagi ditahan olehnya. Rasa yakin yang sebelumnya begitu besar kini kian mengecil. Hingga mungkin suatu saat nanti akan menghilang. Tak bersisa.

Hari ini, di musim gugur yang sama, lima tahun yang lalu, seorang Gojo Satoru bertemu dengan wanita itu. Seorang wanita yang dikenalkan sebagai calon istri dari temannya, Geto Suguru. Satoru berkenalan dengannya. Menyapanya dengan senyum hangat, sekaligus berandai-andai jika wanita berasma (F/n) (Y/n) itu merupakan calon istrinya sendiri, bukan temannya.

Awalnya Satoru berpikir bahwa perandaian itu benar-benar hanya angan-angannya belaka. Namun, takdir berkata lain. Membuktikan bahwa pemikiran Satoru salah, salah besar.

Pada hari pernikahan mereka, sang pengantin wanita tidak ada di sana. Semua orang panik, termasuk Satoru sekalipun. Ia ingin temannya bahagia. Sekaligus sebagai satu-satunya cara yang, mungkin, paling ampuh untuk mengubur perasaannya dalam-dalam.

Tidak ada yang tahu ke mana (Y/n) pergi. Juga apa alasannya bertindak demikian. Bahkan hingga detik ini. Yang Satoru ingat, ketika (Y/n) menghilang di hari itu, ia benar-benar menghajar Suguru secara habis-habisin. Tidak, tidak di hadapan semua orang. Satoru tidak ingin ada orang lain yang akan menghentikan tindakannya. Anggap saja sebagai pelampiasannya atas kekecewaannya itu.

Seandainya saat itu Satoru-lah yang menjadi calon suami (Y/n), apakah semuanya masih akan sama? Apakah (Y/n) tetap akan menghilang seperti asap di dalam kabut? Tidak ada yang tahu. Bahkan Satoru pun demikian.

Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Rupanya benar apa yang dikatakan oleh Albert Einstein. Meskipun masih ada kemungkinan jika hasil yang akan mengkhianati usaha, setidaknya ucapan beliau itu masih bisa dipercaya. Karena apa? Karena Satoru merasakannya sendiri. Tepat saat ini.

Di bawah guyuran daun berwarna jingga kemerahan, wanita itu berdiri di sana. Wajahnya masih sama. Hanya saja terlihat lebih dewasa. Belum ada kerutan apapun di parasnya yang ayu itu. Ia masih terlihat sama. Sama seperti lima tahun yang lalu.

"Ah, rupanya itu kau, Satoru-san."

Begitu Satoru sudah berada di dalam jarak yang cukup dekat untuk saling menyapa, (Y/n) sontak menyebut namanya. Kemudian, wanita itu pun tertawa pelan. Membuat Satoru seketika tergugu. Terpana akan kecantikannya itu yang belum pudar.

"Kaa-san, siapa Oji-san ini?"

Suara yang terdengar seperti anak kecil itu membuat Satoru tersadar. Ia baru menyadari keberadaan seorang anak laki-laki yang sedang menggenggam tangan (Y/n) dengan begitu erat. Namun, tatapannya itu tertuju pada Satoru dengan kening yang mengernyit.

Melihat hal itu, Satoru pun berjongkok. Menyetarakan tingginya dengan anak laki-laki itu. "Namaku Gojo Satoru. Siapa namamu?" ujarnya dibubuhi dengan senyuman.

"Kata Kaa-san, aku tidak boleh memperkenalkan diriku pada orang asing. Karena Oji-san adalah orang asing, jadi aku tidak bisa menjawabnya," katanya, yang seketika membuat mata Satoru membulat. Anak laki-laki itu kemudian menatap ibunya. "Benar 'kan, Kaa-san?"

Mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya sendiri, (Y/n) pun tersenyum. Hal itu telah menandakan bahwa anaknya mendengarkan ucapannya. "Ya, itu benar, Sayang. Tetapi, Oji-san yang ada di depanmu ini bukanlah orang asing. Kaa-san mengenalnya." Ia tersenyum.

"Kalau begitu, berarti boleh?"

(Y/n) pun mengangguk. Membuat anak laki-laki itu sontak kembali menatap Satoru yang masih berjongkok di hadapannya. Sesaat ia terdiam.

"Namaku (F/n) Rai. Salam kenal, Oji-san," katanya sopan seraya membungkuk.

Secara spontan Satoru mengusap kepala Rai dengan lembut. Ia memberikan senyuman pada anak itu. Setelah Satoru mengangkat tangannya, Rai sontak menyentuh kepalanya sendiri. Tepat di mana Satoru mengusapnya tadi.

Kini perhatian Satoru kembali pada (Y/n). Wanita itu pun tengah menatapnya. Membuat keduanya, baik (Y/n) maupun Satoru, lekas memutuskan kontak mata secepat mungkin. Saling tertangkap basah oleh satu sama lain.

Satoru pun berdeham untuk menghilangkan rasa canggung di antara mereka. Kemudian, ia berkata, "Bagaimana kabarmu, (Y/n)?"

Merupakan pertanyaan yang seharusnya pertama kali ditanyakan. Namun, wajar saja, sang jejaka telah terpana lebih dahulu dalam jelita si puan.

***

Seusai pertemuan pertama, datanglah pertemuan yang kedua dan ketiga. Begitu selanjutnya hingga jumlah jari di tangan dan kaki sudah tak mampu menghitungnya lagi.

Dari setiap pertemuan itu, dihasilkan sebuah cerita. Cerita yang pada akhirnya menjawab kebingungan dan tanda tanya besar di dalam benak Satoru selama ini. Yang selalu membuatnya bertanya-tanya kini telah terjawab secara keseluruhan.

"Suguru berselingkuh dengan wanita lain, bahkan telah menikahinya diam-diam. Aku mengetahui hal itu tepat di hari yang seharusnya menjadi hari pernikahan kami."

Tidak ada ungkapan yang dapat dengan tepat menjelaskan keterkejutan pada diri Satoru. Ia pikir, Suguru memang benar-benar mencintai (Y/n) dan ingin menikahinya. Namun, sepertinya lelaki itu kembali salah. Karena pada dasarnya pernikahan mereka terjadi sebab seorang makhluk hidup lain yang ada di dalam rahim (Y/n).

Sungguh, Satoru tidak menduga jika kejadian yang sesungguhnya adalah demikian. Jika ia tahu, mungkin dirinya akan mencegah (Y/n) menjadi pasangan hidup temannya itu. Sepertinya hidup mereka akan jauh lebih baik jika (Y/n) bersama dengannya, bukan dengan Suguru.

Namun, sejak awal hidupnya memang selalu berada di dalam genggaman takdir. Bermain-main di atas telapak tangannya. Jika sudah bosan, ia hanya perlu dilenyapkan. Semudah itu.

"Apakah Rai tahu tentang hal ini?" tanya Satoru tiba-tiba. Sesaat sempat mengejutkan (Y/n). Namun, kemudian wajahnya kembali normal.

Wanita itu menggeleng. Menjawab pertanyaan Satoru. "Tidak, aku tidak memberitahunya. Rai belum cukup dewasa untuk mengerti masalah ini. Bahkan ibunya sekalipun sempat terpuruk untuk beberapa waktu. Rai hanyalah seorang anak berusia empat tahun. Aku begitu menyayanginya hingga menurutku, lebih baik aku menyimpan hal ini seorang diri."

"Cepat atau lambat, Rai pasti akan mengetahuinya, (Y/n). Ia pasti akan menanyakan sosok seorang ayah. Begitu ia melihat teman-temannya, kemungkinan besar ia pun akan bertanya tentang ayahnya sendiri." Satoru menatap (Y/n) dengan serius. Sementara, wanita itu menghela napas panjang.

Tangannya memainkan sedotan kertas di dalam gelas minumannya. Sedang pikirannya tak ada di sana. "Ya, aku tahu tentang hal tersebut. Jika saat itu terjadi, aku masih tidak tahu harus menjawab apa, Satoru-san."

Keduanya terdiam. Membiarkan alunan melodi yang tak begitu keras mengalir di tengah-tengah mereka. Menciptakan suasana yang menenangkan pikiran sesaat.

"Kalau begitu, biarkan aku yang menjadi ayahnya."

Secara spontan, (Y/n) menegakkan tubuhnya. Ia terlampau terkejut akibat ucapan Satoru. Tidak menyangka jika lelaki itu akan berkata demikian.

"Tetapi... kau yakin? Aku bukan seorang wanita yang bisa diandalkan, tidak seperti yang kau pikirkan," balas (Y/n). Ia mengepalkan tangannya yang ada di atas pangkuannya dengan erat.

Satoru tersenyum miring. "Lihatlah siapa yang berkata demikian," cibirnya tanpa bermaksud menyinggung.

Ia melanjutkan, "Selama ini kau menjadi seorang single parent demi Rai. Kau membesarkannya seorang diri. Tanpa sosok suami, keluarga, ataupun teman." Satoru terdiam sejenak. Membiarkan (Y/n) mencerna perkataannya. "Kini, sudah saatnya kau membagi masalahmu pada orang lain, (Y/n). Dan orang itu adalah aku. Seorang pria yang bisa menjadi seorang suami bagimu sekaligus ayah untuk Rai."

Saat ini, (Y/n) terlampau gugu untuk berkata. Ia masih belum percaya atas perkataan Satoru. Katakanlah dirinya yang terlalu payah. Bukan berarti ia bodoh, namun apa yang dikatakan oleh Satoru terasa seperti mimpi yang begitu indah. Sekalipun saat ini merupakan mimpi, setidaknya (Y/n) tidak ingin terbangun.

Diamnya (Y/n) membuat Satoru merasa sedikit tidak percaya diri. Padahal selama ini kadar kepercayaan dirinya selalu di atas rata-rata. Namun, kala ia mengatakan yang sejujurnya pada (Y/n), seketika rasa percaya dirinya itu pun menyusut.

"Menikahlah denganku, (Y/n). Maka, aku akan membuat dirimu dan Rai menjadi dua orang yang paling bahagia di dunia ini."

***

Pintu terbuka dengan lebar. Menampilkan sosok seorang wanita yang tampak paling cantik di hari ini. Di hari yang begitu spesial dan tak akan dilupakan selamanya.

Dengan hati-hati, ia berjalan seorang diri di tengah-tengah ruangan. Membuat semua perhatian berpusat pada wanita itu. Seketika mereka terpana. Sama seperti Satoru kala melihat dirinya untuk yang pertama kali setelah lima tahun lamanya.

"Aku pikir kau akan meninggalkanku seperti kejadian di hari itu," celetuk Satoru ketika (Y/n) berdiri di sisinya.

Wanita itu tertawa pelan. "Tidak mungkin aku akan meninggalkan orang yang kucintai, Satoru-san."

"Berarti saat itu kau sudah tidak mencintai Suguru, maka kau meninggalkannya?" tebak lelaki itu.

"Benar."

Diam-diam, Satoru mengulum senyumnya. Bahkan ketika sang pastur membacakan tulisan panjang itu, Satoru mengabaikannya. Perkataan (Y/n) itu sudah membuatnya begitu bahagia.

"Ya, saya bersedia."

Keduanya mengucapkan hal yang sama ketika ditanya secara bergantian. Untuk sesaat, mereka terdiam. Membiarkan waktu mengalir sesaat dengan sendirinya.

Kini tatapan mereka saling menyapa. Keduanya menatap lekat, dengan penuh arti. Dengan perlahan, kain di depan wajah (Y/n) itu pun diangkat. Membuat Satoru dapat dengan leluasa memandang paras wanita itu.

Ia mendekat. Mengikis jarak di antaranya sebelum kedua bibir itu pun bertemu. Menciptakan kondisi di mana seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua.

Riuhnya tepuk tangan tidak membuat keduanya lekas memisahkan diri. Justru Satoru memperdalam ciuman itu. Ayolah, selama ini dirinya sudah menahan hal itu. Selama bertahun-tahun lamanya. Jadi, wajar saja apabila dirinya ingin mencicipinya sedikit, bukan?

"Tou-san!"

Seruan itulah yang membuat Satoru menjauhkan dirinya dari (Y/n). Kemudian, tatapannya tertuju pada Rai. Anak laki-laki itu terlihat tampan dalam balutan jas di tubuh mungilnya.

Satoru sama sekali tidak marah. Apa lagi ketika ia mendengar apa yang Rai gunakan untuk memanggil dirinya. Yang justru membuat Satoru merasa terharu sekaligus bahagia. Ia sudah menjadi seorang ayah saat ini.

Dengan cekatan, Rai pun diangkat oleh Satoru ke dalam pelukannya. Tentu saja Rai merasa senang. Keadaan di sekelilingnya terlihat begitu tinggi. Hingga ia pun bisa melihat semua orang dengan mudah.

(Y/n) pun mendekat. Ia mengusap kepala Rai dengan lembut meskipun cukup sulit karena Satoru yang terlalu tinggi. Namun, tak dapat dipungkiri ia merasa bahagia. Baik dirinya maupun Satoru dan Rai, kebahagiaan itu menyelinap di antara mereka.

━━━━━━━━━━━━━━━━

⸙;; y-yeralia

Thank you for your request, sweetie!! ♡

I luv ya!
Wina🌻

05.16.22

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top