𖠵៸៸ ❛ ⁸ ' a hat જ saionji ukyo ⸝⸝

𓏲࣪ ،، A Hat ˊˎ-

"It's just because of that damn hat."

🦋ꪶ Saionji Ukyo x You ˒༢

⌨ ⋮ Dr. Stone © Inagaki Riichirō & Boichi

✎ ⋮ Story © BadassMochi

────────────

Lelaki itu pasti selalu mengenakan topinya ke manapun ia pergi. Seolah-olah topi tersebut tak pernah dilepas dari kepalanya. Yang mungkin akan mengundang banyak pertanyaan di benak orang lain.

Termasuk dengan (Y/n).

Merupakan teman sekelas Saionji Ukyo-lelaki dengan topi itu-nyatanya (Y/n) belum pernah melihat lelaki itu tanpa topinya. Benda itu selalu melekat di kepalanya. Bak terdapat lapisan lem korea di antara kepala dan topi tersebut.

Akibat lamunan (Y/n) tentang Ukyo dan topinya itu, membuat waktu berlalu dengan cepat. Hingga ia baru saja tersadar ketika sang ketua kelas menyuruh mereka untuk mengucapkan salam sebelum mengakhir kegiatan belajar-mengajar hari ini. Tepat ketika sensei mengakhiri pelajarannya.

Rasa kantuk dan lamunan (Y/n) pun sontak menghilang. Ia melirik arloji di tangannya. Yang membuatnya tahu jika hari telah petang. Gadis itu pun membereskan buku-buku dan alat tulisnya dengan tergesa-gesa. Namun, kegiatannya itu tertunda akibat ponsel di atas mejanya menyala sesaat. Menampilkan pesan baru di layar.

Dengan segera (Y/n) mengecek ponselnya. Melihat siapa dan apa yang dikirimkan di sana. Kala ia mengetahui bahwa pesan itu berasal dari ibunya yang menitahkan dirinya untuk membeli daging di minimarket, seketika membuat (Y/n) tersentak. Pasalnya, ibunya itu menambahkan jika (Y/n) tidak tiba di rumah sebelum pukul lima sore, maka ia tidak akan dibukakan pintu.

Kembali (Y/n) melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas. Akibat begitu terburu-buru, gadis itu bahkan lupa untuk menutup ritsleting tasnya. Sungguh ceroboh.

Sepertinya nasib buruk sedang menimpa (Y/n) hari ini. Tepat ketika ia hendak keluar dari kelas, dirinya tak sengaja menabrak seseorang. Membuat keduanya terjatuh. Bukan hal itu yang menjadikan momen itu lebih parah. Melainkan isi tas (Y/n) pun ikut berceceran ke mana-mana.

"Maaf, aku tidak sengaja!" seru gadis itu.

Kepanikan melanda diri (Y/n) ketika ia memasukkan barangnya satu per satu. Rupanya, orang yang ia tabrak pun ikut membantu dirinya. Karena isi tas (Y/n) tidak melibatkan benda-benda berbahaya yang tak ia ingin dilihat oleh orang lain, gadis itu pun bisa menghela napas lega.

Setelah selesai, (Y/n) membungkuk sekali lagi seraya mengucapkan terima kasih. Sedetik selanjutnya ia langsung berlari secepat mungkin ke luar area sekolah. Berharap bahwa waktu yang tersisa sebelum pukul lima sore masih cukup baginya.

Ah, rupanya gadis itu pun mengabaikan panggilan lelaki di belakangnya. Sungguh malang.

***

Dua bungkus daging sapi dimasukkan olehnya ke dalam keranjang. Sesaat (Y/n) melirik ke barisan rak yang diisi oleh kumpulan makanan manis. Tatapannya tertuju pada bungkus-bungkus permen kesukaannya. Dengan segera ia mengambil beberapa dari sana.

Setibanya di kasir, (Y/n) mengaduk-aduk isi tasnya dengan cepat. Berusaha mencari keberadaan dompet yang ia butuhkan untuk membayar. Sekaligus tetap menetralkan detak jantungnya sendiri. Khawatir jika dompetnya terjatuh ketika ia menabrak orang tadi. Bahkan saking terburu-burunya dirinya, (Y/n) tak sempat menatap wajah orang yang ia tabrak.

Keberuntungan pun kembali memihak pada (Y/n). Ia menemukan dompetnya. Namun, ada benda lain yang menarik perhatiannya lebih jauh. Adalah sebuah topi. Topi yang begitu ia kenal.

"Maaf, apakah Anda akan membayarnya?"

Ucapan si penjaga kasir menyadarkan lamunan (Y/n). Oh, astaga. Di manapun dirinya berada, ia selalu melamun seperti itu.

Seusai transaksi itu berakhir, kini (Y/n) berjalan menuju halte bus terdekat. Kala dirinya sudah duduk di salah satu barisan kursi di sana, (Y/n) kembali mengecek isi tasnya. Memastikan keberadaan topi tadi sekali lagi. Barangkali dirinya melamun sehingga berandai topi itu berada di dalam tasnya sendiri.

Namun, rupanya (Y/n) memang tidak salah lihat. Topi itu betul-betul ada di dalam tasnya. Jahitannya yang rapi membuat atensi (Y/n) sempat tertuju pada barisan benang itu. Sesaat sebelum ia kembali tersadar siapa pemilik topi tersebut.

Saionji Ukyo.

Itulah nama pemiliknya. Memang tidak tertera di manapun. Namun, (Y/n) dapat langsung mengenalinya ketika ia pertama kali bersua dengan topi itu. Sekaligus merasa pernah melihat topi tersebut sebelumnya. Bukan, bukan di sekolahnya. Tetapi, di suatu tempat dan waktu yang begitu jauh.

Gadis itu menghela napas panjang. Sudah cukup dengan pikiran asalnya itu. Selain memikirkan apakah ia bisa tiba di rumah sebelum pukul lima sore hari ini, kini (Y/n) pun harus memikirkan bagaimana cara mengembalikan topi di tangannya kepada pemiliknya.

***

Tepat di keesokan harinya, (Y/n) masuk ke kelasnya seperti biasa. Kemudian duduk di kursinya sendiri. Hari ini ia tidak langsung menelungkupkan kepalanya di atas meja. Melainkan secara gelisah gadis itu menunggu kedatangan seseorang.

Namun, bahkan hingga ketika bel masuk telah berbunyi dan sensei-nya sudah tiba di kelas, Ukyo tidak menampakkan batang hidungnya. Membuat (Y/n) digandrungi oleh perasaan kecewa. Tetapi, pikiran positif kembali menyelimutinya.

Mungkin ia terlambat, begitu pikirnya.

Kini nasib sial kembali menemani (Y/n). Karena nyatanya Ukyo pun tidak muncul bahkan ketika jam istirahat. Terus berlanjut sampai tiba saatnya ia pulang sekolah.

Yang pada akhirnya membuat (Y/n) menyimpulkan satu hal: Ukyo memang tidak masuk sekolah hari ini.

***

Lantas, ke mana dirinya pergi?

Itulah yang (Y/n) pikirkan sejak tadi. Selama di perjalanannya menuju rumahnya. Kali ini ia tidak menaiki bus seperti biasa. Melainkan (Y/n) memilih untuk jalan kaki. Ada suatu alasan mengapa ia semenyedihkan itu. Yakni ibunya belum mengganti uang yang (Y/n) pakai untuk membeli daging di kemarin sore.

Menabung bukanlah hal yang (Y/n) sukai. Ia selalu berpikir untuk hari ini saja. Bukan untuk masa depan. Biarlah kesusahan di esok hari diatasi oleh dirinya di esok hari juga. Begitulah pikirnya.

Akibat lelah berjalan, (Y/n) memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah taman. Taman itu merupakan taman yang sering ia kunjungi ketika dirinya masih kecil. Kini dirinya kembali ke taman tersebut dengan rasa lelah yang sungguh luar biasa.

Niatnya untuk duduk pun urung dilakukannya ketika (Y/n) melihat seseorang tengah berjalan di taman yang sama. Orang yang sudah ia cari sejak tadi pagi. Secara spontan sekaligus untuk mencegahnya pergi, (Y/n) pun memanggilnya.

"Saionji-kun!"

Tentunya yang dipanggil menoleh. Ukyo pun sama terkejutnya dengan (Y/n) ketika ia melihat gadis itu tengah berlari mendekat ke arahnya.

"Aku mencarimu ke mana-mana. Mengapa kau tidak pergi ke sekolah?" tanya (Y/n) heran. Oh, bahkan Ukyo mengenakan seragamnya saat ini. Lantas, mengapa lelaki itu tidak pergi ke sekolah?

"Aku terlalu sibuk mencari topiku hingga lupa jika aku harus sekolah hari ini." Ia terkekeh. Wajahnya bahkan tidak menunjukkan rasa bersalah.

"Baiklah, itu bukan masalah."

Perkataan (Y/n) itu membuat Ukyo sedikit terkejut. Ia pikir gadis itu akan memarahinya seperti dahulu. Ya, jika (Y/n) mengingatnya. Apakah ia sudah berubah?

"Aku mencarimu untuk mengembalikan benda ini. Sepertinya topi ini sangat berharga untukmu, 'kan?" Diulurkanlah topu itu ke hadapan Ukyo. Dengan perlahan, Ukyo menerimanya. Ia pikir, ia menghilangkan topi itu. Rupanya topi tersebut terbawa oleh (Y/n) ketika ia tak sengaja menabraknya kemarin.

"Terima kasih, (F/n)."

"Kalau topi itu begitu berarti untukmu, jangan sampai kau hilangkan lagi, oke?" Ia menatap Ukyo dengan serius.

Namun, lelaki itu justru ingin tertawa. Hei, salah siapa topi itu menghilang dari tangannya? Sungguh lucu. Sepertinya (Y/n) memang belum berubah.

"Omong-omong, Saionji-kun. Nama depanmu mengingatkanku dengan seseorang. Jika aku tidak salah, aku pernah memiliki seorang teman yang namanya serupa dengan namamu; Kyo-chan." (Y/n) memasang gestur berpikir. "Atau Yo-chan, ya? Entahlah, aku tidak ingat," gumamnya. Ia menggaruk pipinya yang tak gatal.

Mendengar hal itu, Ukyo mengulum senyumnya. "Benarkah? Apa kau mengingat siapa temanmu itu?" tanyanya. Tampak tertarik.

(Y/n) menggeleng pelan. "Aku hanya mengingat namanya saja. Wajahnya pun aku lupa. Terlebih suaranya. Mungkin juga ia sudah mati sekarang," ujar (Y/n) begitu lugas.

Sontak netra Ukyo membulat. Tak dapat dipungkiri dirinya diselimuti oleh rasa terkejut. Namun, sesaat kemudian wajahnya kembali normal.

"Mungkin," sahutnya.

"Namun, Kyo-chan sangat baik denganku. Jika aku bertemu dengannya lagi, mungkin aku akan langsung bersedia menjadi kekasihnya," lanjut (Y/n). "Argh! Mengapa aku bisa lupa begitu saja?!" serunya frustasi.

Seketika Ukyo dibuat kembali terkejut akibat perkataan (Y/n). Ia hanya mengulum senyumnya. Seraya membiarkan pikirannya mengalir.

Keduanya pun terdiam. Baik (Y/n) maupun Ukyo pun demikian. Seharusnya (Y/n) ingin pulang saat ini juga. Namun, apa yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. (Y/n) merasa tidak berkeinginan untuk pulang sekarang.

"Topi ini adalah pemberian dari seseorang yang begitu berharga. Mungkin ia sudah lupa denganku. Atau mungkin yang sebaliknya."

(Y/n) kembali menatap Ukyo. Ia menunggu penjelasan darinya. Tatapan lelaki itu tertuju pada topi di genggamannya.

"Apakah kau sudah bertemu dengan orang itu lagi?" tanya (Y/n) penasaran.

"Sudah."

"Siapa?"

"Gadis yang ada di depanku saat ini. Akulah Kyo-chan yang kau sebut-sebut itu."

Seketika (Y/n) melongo. Tidak ada orang lain di hadapan Ukyo. Hanya dirinya seorang. Apakah itu artinya yang Ukyo maksud adalah dirinya sendiri? Lalu, apa yang ia maksud bahwa Ukyo sama dengan Kyo-chan? Gadis itu tidak memiliki bukti jika Ukyo adalah orang yang sama.

"Tetapi, aku tidak ingat pernah memberi topi itu padamu. Aku hanya merasa pernah melihat topi tersebut sebelumnya. Namun, tetap saja aku lupa," tutur (Y/n). Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi sekarang.

"Wajar jika kau tidak mengingatnya. Kejadiannya sudah begitu lama," ujar Ukyo. Tatapannya menerawang jauh. Sambil membayangkan momen itu di sana.

Seketika (Y/n) tersadar akan suatu hal. Ia menatap Ukyo. Rupanya lelaki itu sudah kembali mengenakan topinya.

"Jika aku merupakan orang yang berharga bagimu, lalu mengapa kau tidak langsung menyapaku saat kau melihat aku?"

Ukyo tersenyum. "Pertanyaan yang bagus," pujinya. "Aku memiliki alasan mengapa aku bertindak demikian. Ketika aku melihatmu yang sudah merasa bahagia, aku pun urung mendekatimu. Kupikir kau sudah bisa merasa bahagia bahkan tanpa aku sekalipun. Jika aku kembali dekat denganmu, apakah bahagia yang kau rasakan akan tetap sama? Itulah yang kupikirkan."

"Bodoh. Kyo-chan bodoh."

Ukyo hanya terkekeh. Ia mengusap tengkuknya seraya menatap ke arah lain. "Sepertinya aku memang menyukai panggilan itu."

Ketika Ukyo melirik (Y/n) untuk melihat bagaimana reaksi gadis itu, sesaat Ukyo-lah yang terkejut. Pasalnya ialah cairan bening itu yang mengalir dari pelupuk matanya hingga turun ke dagu.

"Jangan menangis, (Y/n)."

"Aku tidak menangis karenamu! Aku menangis karena aku menyesal! Mengapa aku mengembalikan topi itu padamu?" Ia bergumam di kalimat terakhir. Kali ini Ukyo pun kembali terkejut akibat ulah (Y/n) yang tidak dapat ditebak.

"Mengapa kau menyesal, hm?" tanya Ukyo dengan lembut. Ia mengusap-usap pucuk kepala (Y/n).

"Aku menyesal karena sebenarnya aku tidak perlu bersusah payah mencarimu ke mana-mana. Padahal kau sudah mengenaliku. Kau hanya perlu datang padaku dan ambil topi itu sendiri!" serunya kesal.

Mendengar alasan (Y/n) yang unik itu, Ukyo hanya tertawa. Ia memang tidak pernah bisa mengerti isi pikiran (Y/n). Memang seperti itu, sejak dulu.

"Tunggu. Jika kau memang Kyo-chan, aku sudah mengatakan hal yang tidak pantas tadi. Maaf!" (Y/n) membungkuk. Astaga, mengapa dirinya sebodoh ini?

"Tidak apa-apa. Kau bisa mengganti permintaan maaf itu dengan merealisasikan perkataanmu tadi," ujar Ukyo membuat (Y/n) kembali menegakkan tubuhnya.

"Perkataanku... yang mana?"

"Yang 'jika aku bertemu dengannya lagi, mungkin aku akan langsung bersedia menjadi kekasihnya'."

Untuk sesaat (Y/n) tersentak. Mengapa dirinya bisa-bisanya mengatakan hal yang tidak berdasar seperti itu? Lagi pula, hal itu ia katakan di luar logikanya! Secara spontan!

"Ah, yang itu..." Gadis itu diam sejenak. "Memangnya kau ingin menjadi kekasihku? Aku ini bodoh, payah dalam semua mata pelajaran khususnya pelajaran olahraga, dan yang paling parah: aku sempat melupakanmu. Kau masih yakin?"

Ukyo justru melemparkan senyumnya. "Kekuranganmu adalah kelebihanmu, (Y/n). Karena kau bodoh, aku bisa menjadi gurumu dan waktu kita bersama akan semakin banyak. Jika kau lupa tentangku, aku akan memberitahumu banyak hal tentangku sehingga kau akan terus mengingat aku," tuturnya.

Untuk sesaat (Y/n) menatap Ukyo dengan takjub. "Wah, Kyo-chan memang pintar!" Ia mengacungkan jempolnya.

Keduanya tertawa bersama. Untuk sesaat mereka saling bersitatap. Kemudian, langkah kaki keduanya bergerak perlahan. Tidak perlu untaian kata untuk menjelaskan isi hati mereka saat ini. Kedua tangan yang saling berkaitan itu sudah cukup untuk menjelaskannya.

━━━━━━━━━━━━━━━━

⸙;; Saionji_Alma

Thank you for your request, sweetie!! ♡

I luv ya!
Wina🌻

06.04.22

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top