[ 5. ]
Malming ketiga
bersama Asha & Mas Esa~
hehe sorry telat
Pas edit tiba-tiba log out dan sempat lupa password jadi ubrek dokumen dulu. Pas udah log-in revisian enggak kesimpan :(
.
wattpad please sehat-sehat aja ya :")
.
pas 2.300 kata untuk Bab ini
selamat membaca~
🍯
[ 5. ]
"Ciyeee, yang mau dijodohin ..."
Seruan penuh semangat itu membuat Tsabitah segera menjauhkan kepala. Ia mengatur napas sebelum menggeleng pada Noella yang cekikikan di layar ponselnya.
"Minimal salam dulu, Noel," gerutu Tsabitah lantas menyandarkan ponsel ke phone holder di samping laptopnya.
"Hehehe, so happy for you, Bit ... Tante Inge udah telepon Mami dan Mami bilang approved!" Noella terlihat begitu gembira sekaligus antusias. "Aku juga udah stalking akun medsosnya Pradana, ganteng manis gitu, kulitnya bagus, terkesan putih-bersih alami juga. Cocok buat kamu dan RUBY."
"Maksud?" tanya Tsabitah dengan sepasang mata yang memilih kembali fokus pada penelusuran di layar laptopnya.
"Ya, dia jadi kandidat perjodohan ini pasti ada hubungannya sama RUBY, iya 'kan?"
Tsabitah segera menyadari, sudah jelas ibunya bicara panjang lebar juga dengan Mami Noella. "Iya, tapi hanya karena dia dokter estetika yang keren dan bisa diandalkan untuk RUBY, bukan berarti cocok sama aku ... aku cocoknya sama cardiologist."
Sebelah alis Noella terangkat, meragukan hal itu setelah sekian kali mendampingi adik sepupunya berobat. "Come on, Bit, kamu suka kesal dan sering menggerutu ke semua dokter yang selama ini—"
"Enggak semuanya, ada dokter yang beneran aku sukai." Tsabitah mengingatkan, membuat kakak sepupunya menghela napas panjang.
Noella terdiam, memperhatikan lawan bicaranya kembali fokus mengetik dan memperhatikan layar laptop. Ia bukannya tidak tahu tentang bagaimana perasaan Tsabitah terhadap sosok lelaki yang dulu begitu dekat dengan keluarga Ruslantama itu. Lelaki yang kemudian berperan dalam menghadirkan kehilangan sekaligus duka mendalam.
Noella memutuskan untuk perlahan memberi nasihat, "It's just a platonic love, Bit and you should move on ... menemukan cinta baru yang benar-benar cinta."
"My love for him, it's real."
"Ingat kata awalnya, platonic dan cinta kayak gitu enggak benar, terutama karena dia pembunuhnya Tommy."
"Noel!" sebut Tsabitah dan menatap lekat ke arah kakak sepupunya di layar ponsel. "Aku selalu mencoba menghargai ketika Oma, Om Indra, Mas Irhan sampai kamu sendiri memilih untuk enggan berdamai dengan keluarga Kanantya. Aku mengerti kalau kalian sayang Mamas dan masih kehilangan, tetapi itu beneran bukan salahnya Mas Esa."
Noella geleng kepala, mengingatkan serius, "Petugas ambulance yakin bahwa dia sudah memberikan tag gelang merah pada Tommy. Dia udah kritis sejak masuk IGD dan—"
"Dan karena aku enggak sadar, Mamas memutuskan agar aku yang lebih dulu dapat perhatian Mas Esa ... I told you that in so many times."
"Ya, itulah kesalahannya, dia enggak melakukan screening awal dengan baik, sehingga sudah terlambat ketika Tommy dibawa ke ruang operasi dan benar saja terjadi kegagalan penghentian pendarahan ketika pembedahan. It's definitely his fault, dia juga seharusnya enggak memimpin operasi yang—"
"Noella Razi," sebut Tsabitah kemudian memejamkan mata, perdebatan inilah akan selalu menghadirkan ketegangan tersendiri di antara mereka.
Noella juga nyaris frustasi mencoba menyadarkan adik sepupunya ini. "Aku rasa Om Theo dan Tante Inge enggak akan memaafkan mereka, kalau bukan karena kamu terus merengek, membuat pengakuan yang terlalu memihak ... at that time, kamu bahkan dalam pengaruh obat, realitasmu diragukan dan kurang va—"
"Stop it, please." Tsabitah memperingatkan.
Noella menipiskan bibir dan memberi tatapan yang tidak kalah lekat. "Om dan Tante sudah kehilangan calon penerus RUBY yang hebat, enggak seharusnya mereka kehilangan calon penerus lain yang enggak kalah hebatnya ... please, choose Pradana Arghadinata for your better future, Bit."
Tsabitah menoleh ke foto sang kakak di nakas tempat tidurnya, berpelukan bersama orang tua mereka ketika merayakan ulang tahunnya yang kesembilan. Esa yang mengambilkan foto itu, mencetak dan memberikan pada Tsabitah ketika akan berangkat ke Singapura.
"Every beat that your heart makes, it matters for these trio plus me ... We love you, Little Bi."
Kenangan pada hari itu masih menghadirkan rasa hangat dalam benak Tsabitah. Ia ingat setelahnya memeluk Esa begitu lama, karena merasa terharu sekaligus sedih akan mulai menjalani hidup terpisah.
"Bita," panggil Noella.
Tsabitah kembali memandang kakak sepupunya. "I love him, Noel ... and it's not a platonic love, it's a real love. I want him to be mine."
Noella seketika kesal, semakin muram dan sorot matanya menajam. "Kamu tahu egois? Ya, yang barusan kamu lakukan! Seriously, everyone will get hurt. I warning you."
"Noel, listen—" panggil Tsabitah namun sambungan video call sudah berakhir secara sepihak.
NOELLA RAZI
Enggak usah hubungi aku
at least, sampai pikiranmu
waras lagi.
NOELLA RAZI blocked your contact.
Tsabitah membaca pesan itu dan berusaha menerima pilihan sikap kakak sepupunya. Sejak awal, ketika menghadapi duka akan kehilangan Thomas, dua keluarga—Ruslantama dan Razi— memang memilih jalan yang berbeda. Sulit untuk Tsabitah membuat pihak keluarga dari sisi sang ibu agar lebih melembutkan hati dan sepenuhnya menerima takdir kehilangan ini.
GROUP OF R1
Tante Rika
Mas Theo, Inge, Bita
Lusa sibuk enggak, ya?
Oom Sultan mau traktir
& Chef Kamil available nih
buat family dinner
Chat baru yang muncul di salah satu grup keluarga itu membuat Tsabitah beralih perhatian. Ia membuka dan menyimak percakapan.
BUNDA
Boleh, boleh.
Kangen juga sama si kembar.
Tante Rika
Si kembar enggak ikut, Nge
Aku, MasSultan sama Sharga aja
kalau Wyna mau paling nyusul weekend
BUNDA
Oh iya, sekolah ya, Rik?
Sharga malah tumben bisa ikut.
Tante Rika
Ada keperluan katanya
Meeting soal PLTA-Krasak
AYAH
Nginep rumah, Rik.
Tante Rika
Kangen Bapak, nginep Kasongan dulu.
AYAH
👍🏻
BUNDA
Rik, katering Bapak kayaknya kudu ganti, udah tiga kali ini aku dilaporin Mbak Nur menunya enggak sesuai, yang tadi pagi malah asin banget.
Tante Rika
Besok aku cek, Nge
Tante Rika
Bita, Sayang?
Lagi apa?
Liburan enggak boleh kerja lho ya.
Bita Ruslantama
Hehehe enggak kok, Tante
I miss you so much 💖
Tante Rika
Chocolate Royale mau?
Bita Ruslantama
Mau 😚
Tante Rika
🥰
Tsabitah menggulirkan jari, menelusur ulang ke rentetan chat antara orang tuanya dengan Theorika Ruslantama. Sang Tante baru tiga tahun lalu mengakhiri masa lajang, menambatkan hati pada Sultan Daharyadika, mantan politikus berpengaruh yang kini menikmati masa pensiun.
Pernikahan itu sempat membuat keluarga mereka kebingungan. Theorika Ruslantama sudah sejak awal memutuskan hidup lajang, mempertahankannya hingga usia 39 tahun sebelum tiba-tiba memutuskan menikah dengan Sultan Daharyadika.
Pernikahan itu berarti banyak untuk keluarganya, bukan sekadar membuat Eyang Kakung Tsabitah semakin lega di hari tuanya. Namun, adanya tambahan keluarga yang sejauh ini cukup baik beradaptasi.
Wyna.
Tsabitah menatap satu nama itu cukup lama, teringat beberapa hal yang diam-diam membuatnya merasa sakit hati, meski selama setahun terakhir mereka sudah lebih akur dan tidak saling mengabaikan ketika kumpul keluarga.
"Mbak Wyna, kenapa dulu enggak kejar Mas Esa? Kenapa enggak berusaha agar Mas Esa tetap ting—"
"Aku berhak melanjutkan hidupku. Aku rasa kamu juga harus begitu dan karena kini kita terhubung sebagai satu keluarga, tolong berhenti mengungkit seseorang yang sudah jadi masa lalu."
"Aku pikir Mbak Wyna dulu benar-benar mencintainya."
"Hanya orang bodoh yang mengorbankan masa depan demi cinta."
Tsabitah meletakkan ponselnya di meja, bersandar penuh ke kursinya dan kembali memejamkan mata. Ingatan tentang pertengkaran pertama dengan Wyna Hagne itu selalu membuatnya merasa perlu dua kali lipat mengusahakan ketenangan.
"Well, yeah ..." sebut Tsabitah kemudian membuka mata, tersenyum ke arah layar laptop, rencana yang disusunnya semakin matang. "Mari kita lihat siapa yang paling bodoh tentang hal ini."
"You got my back, Bit."
Tsabitah yakin kakaknya akan menanggapi begitu. Ia menoleh ke foto di nakasnya dan mengedipkan sebelah mata. "All in, Esa Kanantya."
***
"Halo, Tom?" Esa mengangkat telepon yang masuk dan setengah berdecak. "Di mana sih? Aku chat dari jam tiga sore lho."
"Iya, sorry, aku enggak jadi ke rumah. Bita drop terus ini—"
Esa terkesiap kaget, langsung berhenti merapikan rambut. "Drop gimana? Mbak Anas bilang tadi pagi baru sampai."
"Iya, jam delapan sampai terus dia ngide ke RUBY, naik motor pulang jam sebelas kehujanan, habis mandi langsung tiduran, dibangunin Mama buat ashar udah gigil, bibirnya agak biru."
Esa bergegas keluar dari kamar. "Masih di rumah apa udah ke rumah sakit?"
"Jangan ke sini!"
Suara larangan itu menghentikan langkah Esa di ujung tangga rumah. Ia mengenali latar suara kesibukan yang terdengar. "Udah di rumah sakit, tunggu—"
"Enggak, aku serius, jangan ke sini ... kalau dari rundown acara, harusnya setengah jam lagi udah mulai persiapan di rumahmu dan langsung berangkat ke rumahnya Wyna."
"Aku bisa nyusul naik motor, Tommy. Lebih cepat, enggak akan telat juga ... bilangin Bita kalau—"
"Listen! Aku bisa jamin, begitu kamu datang ke sini, Bita pasti enggak ngasih pergi ... dia, uhm, maybe she's plan on this."
Kening Esa berkerut dalam, meneruskan langkahnya menuruni tangga. "Maksudnya?"
"Answer me, first ... seriously."
"What?"
"Wyna or Bita?"
"Hah?"
"Pilih siapa, Wyna atau Bita?"
Esa geleng kepala. "Why should I choose between them?"
"Karena begitu—"
"Pilih Bita, jadi bilangin aku udah jalan ke rumah sakit." Esa menyela dan menemukan sang ibu mulai mengkoordinir persiapan barang bawaan untuk acara pertunangannya. "Mama, ini Tommy ngabarin, Bita drop."
"Oh, astaga! Mama akan minta Pak Samadi—"
"Aku naik motor aja, Mama jangan lupa bawain kemeja batikku di atas."
"Oke, kamu hati-hati ... kabari Mama kalau udah ketemu Bita."
"Iya ..." Esa kembali mengangkat ponsel ke telinganya. "Tom, langsung VIP 1 berarti, ya?"
"Don't come, seriously."
"What's wrong with you? Udah lama banget aku enggak ketemu Bita dan enggak sabar juga kenalin dia ke Wyna."
"Aku serius saat nanya pilih Bita atau Wyna dan—"
"Tom, seriously ... kenapa juga aku harus pilih antara calon tunanganku atau adikku?"
"Bita is only my sister, not yours."
Esa berhenti di depan lemari kaca tempat helm dan kunci motornya disimpan. Ia menebak-nebak dalam hati apa yang membuat sahabatnya ini bertingkah aneh. "Fine, sebutkan apa salahku."
"Nothing."
"Then why you—"
"Bita udah lama banget suka sama kamu." Thomas memberi tahu cepat. "Suka bukan sekadar suka, sayang bukan sekadar sayang sebagai kakak atau sahabat kakaknya."
"What ..."
"Karena itu, jangan datang, karena dia pasti akan semakin berharap ... dia mungkin akan mencoba menahanmu juga."
Kalimat itu membuat Esa terdiam, hening selama beberapa detik yang cukup membingungkan.
"Bita harus bisa menerima situasimu sekarang ... karena itu jangan datang, Esh."
"Aku serius saat bilang pilih Bita—"
"Yang kamu pilih bukan Bita, tapi kebiasaan untuk memeriksanya ketika dia sakit ... it's okay, she will get better. Just enjoy your big day, Esh!"
"Tommy."
"Sorry, if I might not complete your day, but I sincerely wish you be the happiest man tonight." Suara Thomas terdengar dibuat-buat lebih ceria. "Dan jangan khawatir soal Bita, di masa depan kamu enggak lebih dari cinta monyet yang bakal diketawain dia dan anak-anaknya ... hahahaha."
"Tom, soal perasaan Bita—"
"Esh, ini memang sesuatu yang sejak awal enggak ada harapan buat Bita dan biarkan dia menyadarinya. This is a final chapter for her first silly love story." Suara Tommy kembali terdengar ceria. "It's okay, teman-temannya banyak bule yang ganteng ... yang sesama labil dan enggak kolot kayak kita. Hahaha, tahun depan paling kita juga udah ospek tuh calon pacar pertamanya. Easy."
Esa tidak yakin dan memutuskan mengubah topik obrolan. "Make sure she's okay for me," pintanya dengan serius.
"Sure, of course."
"Jangan luluh dan kasih es krim sampai demamnya benar-benar udah ilang." Esa memastikan.
"Hmm ... I know," jawab Thomas dengan tenang.
Esa menambahkan peringatannya. "Mocca-milk jelly juga enggak boleh, Tom."
Thomas berdecak, agak melas karena jelas ketahuan. "Dia harus disuntik, I have to make a deal."
"No ... nanti aku ke rumahmu dulu untuk ambil susunya dari kulkas. Mama bilang siapin tiga."
"Esh!" panggil Thomas dengan tergesa, setengah panik memohon pengertian sahabatnya. "I promise to you, it's just a single sip, satu sedotan doang."
"Enggak." Esa hafal akal-akalan itu. "Bita minimal setengah gelasnya baru mau."
"She's gonna cry," keluh Thomas, semakin melas menyadari hal yang harus dihadapinya. "Enggak ada kamu, enggak ada es susu moka jelly dan harus disuntik."
"Katamu dia hanya adikmu," ucap Esa, setengah kesal saat mengungkitnya. "Be nice to your sister then."
"Sialan, Esh!"
"Esh?"
Panggilan itu, disertai guncangan pelan pada bahu, membuat Esa terkesiap membuka mata, agak terengah karena tiba-tiba dibawa ke kenyataan. Sudah cukup lama sejak dirinya terakhir kali memimpikan Thomas.
Kagendra menjauhkan kedua tangannya dan bertanya, "Hei, you alright?"
Esa mengerjapkan mata, memastikan kesadaran sekaligus situasinya sekarang. Kemarin, Kagendra sudah mengakui segala kesalahan, meminta maaf secara pantas dan dua keluarga sepakat berdamai. Untuk sementara, Lyre juga akan kembali ke Yogyakarta, tinggal di rumah keluarga Kanantya.
Pagi ini mereka akan pulang, Esa mengingat itu dan bertanya, "What time is it?"
"Empat lebih dikit," jawab Kagendra lalu menoleh balita yang pulas telentang di kasurnya. "Titip Ravel ya, aku harus cek Papi di kamarnya."
"Oke." Esa menyugar rambut dengan tangan kiri.
"You alright?" tanya Kagendra saat akan beranjak. Tatapan matanya agak tidak yakin. "Aku kebangun karena kamu ... ng, mengigau."
"I am fine," ungkap Esa dan menoleh ke sisi kanan. Waffa terlelap dengan posisi meringkuk dan mendekap sebuah guling. "Guling dari mana?"
"Dede, katanya gulingnya sebagai ganti dia dan si babi itu langsung peluk segitunya. Ck! So childish," gerutu Kagendra.
Esa geleng kepala. "You just envy."
"I am envy." Kagendra mengaku dengan jujur. "So ... mengingat dua keluarga sudah berdamai, sebagai suami yang bertanggung jawab juga, setelah cek Papi, aku akan cek Lyre seben—"
"Hanya karena baru bangun dari tidur, bukan berarti aku enggak punya tenaga untuk memukuli wajahmu," sela Esa, menambahkan tatapan tajam yang seketika membuat adik iparnya angkat tangan.
"Fine, sorry," sebut Kagendra dan bergegas beranjak, ketika akan melewati Waffa menyempatkan satu tendangan yang membuat sahabatnya itu terkesiap hingga terbangun.
"Fuck!" maki Waffa, tambah gelagapan karena Esa langsung melempar bantal ke arah wajahnya.
"Setelah dua keluarga akur, gue nih yang dibully?" protes Waffa, berusaha sesadar mungkin menghadapi suasana pagi yang tidak biasa bersama Esa dan Kagendra.
"Ravel is here, watch your words ... Mr. Pig number two." Esa memberi tahu dan bergeser untuk memastikan tidur pulas keponakannya tidak terganggu.
Waffa geleng kepala, mendekap bantal lemparan dari Esa. "Seharusnya Mas Esa injak batang leher Kagendra lebih keras."
"It will make you cry," sebut Esa.
"It will give me a reason to kill you too ..." balas Waffa kemudian balas melempar bantal di dekapannya ke wajah Esa, yang dengan mudah ditangkis dengan tangan kiri.
Waffa tertawa, meraih ponselnya dan menunjukkan sesuatu. "Aku bikin grup chat buat kita bertiga."
"You did what?" tanya Esa.
"Bikin grup chat buat kita bertiga, soon or later we will be part of this family dan tentu saja untuk memudahkan urusan persiapan pernikahanku." Waffa kemudian menyengir. "Well, urusan persiapan pernikahanmu juga bisa dibicarakan di sini sekalian."
Esa menanggapi dengan bergerak miring, mendekap balita yang otomatis mendusel ke pelukannya.
[]
❤️🩹
pokoknya kalau duo babi sama Mas Esa sok-sokan saling ancam gitu, bukan berarti mereka masih benci yha, justru itu love languagenya, eaaa ~
.
By the way, sabar yayy
Masih dua-tiga bab lagi sampai Mas Esa ketemu Bita, wakakakaka emang ini pertama kalinya aku bikin cerita romance yang dua tokoh utamanya belum meet-up setelah 5 Bab.
soalnya penting ngasih dasar situasi dulu, mengingat bab krusial di Repeated juga udah aku unpublish.
hehehe sabar ya, Bestie
.
.
⬇️
.
.
Babi satu dan Babi dua tiada bedanya.
Mas Bionic jangan berlagak duit segepok buat apaan, biaya hidupku itu Massss~
.
Thank you 💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top