[ 49. ]
Hallo,
akhirnya update lagi~
.
anyway ... di KK juga ada update lho, yang berminat bisa unlock yha 💋
.
Bab ini memuat 3.300 kata
hasil semedi semingguan lebih dan karena belum sempat baca ulang, kalau ada typo atau salah translate tolong dimaklumi yaa, thank you.
.
Selamat membaca
🍾
[ 49. ]
"JANGAN SEMBARANGAN YA, KAMU!!!"
Suara tegas dengan nada bentakan itu membuat Rika Ruslantama menahan langkah kakinya. Ia perlahan bergeser merapatkan telinga ke celah pintu ruang kerja sang suami.
"Aku enggak sembarangan, Pa. Wyna sendiri yang bilang, katanya Keluarga Pradipandya terganggu dengan issue kasus suap itu dan enggak mau kita terlibat di acara keluarga Kanantya dan Ruslantama," ungkap Sharga Daharyadika dengan nada suara gelisah.
"Brengsek! Padahal Papa kira, dengan adanya hubungan keluarga mereka akan membantu kita menutupi kasus itu!" Sultan Daharyadika setengah menggeram. "Lagipula bagaimana kamu bisa bodoh sekali, Sharga?"
"Aku butuh dukungan Pak Bagoes juga untuk meloloskan tender PLTA di Kal-Tim ... kajian risikonya sudah selesai dan nilai tukar untuk—Plak!"
Suara tamparan itu membuat Rika menahan napas. Ia memejamkan mata sejenak sebelum perlahan menggeser wajah, melihat ke celah pintu saat suaminya menampar Sharga untuk kedua kali.
"Papa sudah bilang Bagoes itu ada dalam pengawasan khusus! MinErBa juga dalam proses audit besar-besaran ... udah gila kamu, bisa-bisanya justru terlibat sama bedebah macam dia!" seru Sultan dengan ekspresi kemarahan yang begitu ketara.
Sharga terdiam dengan wajah tertunduk. "M... maaf, Pa."
"Sialan, kamu! Sampai kapan Papa harus terus-terusan back up kekonyolan semacam ini!" geram Sultan lalu beranjak menjauh, kembali ke meja kerja untuk mengambil cerutu. "Bagaimana pun caranya, kamu harus maju sebagai cawagub. Papa sudah terlalu banyak berinvestasi, iuran dana kampanye juga mulai dicairkan ... jadi pastikan kamu membersihkan semua jejak kotor ini."
"I-iya, Pa."
"Persetan dengan acara keluarga! Kamu fokus persiapan kampanye," ucap Sultan lalu mengisap cerutunya, mengembuskan perlahan. "Wyna ..."
"Ya, Papa?"
Suara sahutan itu membuat Rika Ruslantama tidak menyangka, ditambah menantunya tampak santai melenggang ke sisi Sharga yang tertunduk.
"Kamu bisa mengatur alasan agar kita enggak perlu terlibat acara di Yogyakarta," ucap Sultan lalu bersedekap.
"Medical check-up adalah alasan yang masuk akal, lagipula aku dan Mas Sharga butuh detox," ujar Wyna.
Sultan menurunkan cerutunya dan mendelik. "Kalian berdua sudah gila!"
"Mengurus Bunda dan kerewelannya sungguh merepotkan, kami terpaksa mengisap beberapa lintingan ... enggak banyak kok, sekali detox udah cukup," kata Wyna lalu mendekap lengan suaminya. "Papa jangan khawatir, setelah ini Mas Sharga pasti berfungsi dengan sebagaimana mestinya lagi."
Rika Ruslantama menutup mulutnya dan perlahan melangkah mundur, bergegas kembali ke kamar untuk menenangkan diri. Ia berulang kali menarik dan mengembuskan napas, juga memejamkan mata agar setiap hal yang baru diketahuinya tidak menggoyahkan tekad tersembunyi dalam hatinya.
Usai mendapatkan ketenangan, Rika mengeluarkan ponselnya, membuka riwayat chat dengan keponakan tersayangnya yang sudah tiada.
#1 THOMAS
Tante, tunggu yaa ... aku bawain nih senjata ampuh buat menolak
rencana perjodohan Oma 😆
#1 THOMAS
Senjata ampuhnya ngantuk jadi mau tidur dulu, hahahaha ...
we'll be coming!
THEORIKA R.
Ya ampun kalian tuh ya
Seolah-olah Tante enggak
bisa mengatasi ini sendiri
#1 THOMAS
Tante emang enggak sendiri
Tante punya aku dan Bita, always!
Sayang Tante Rika
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Rika mengusap foto yang menjadi penutup chat tersebut. Thomas tersenyum lebar dan di kursi belakang mobil ada Tsabitah yang meski tampak mengantuk namun tetap membuat simbol hati.
"Just wait for a moment, Tom ... sampai hari bahagia Esa dan Bita, lalu Tante akan berhenti menahan diri," ucap Rika selirih bisikan lalu memeluk ponsel di tangannya.
***
Edwyna Hagne menipiskan bibir saat memeriksa update media sosial dan mendapati prosesi pernikahan Tsabitah termuat dalam story khusus di akun Noella Razi.
"Saudara Sangatta Lukesh Abbiyu Kanantya bin Syahreza Lukito Kanantya, saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan anak perempuan saya, Tsabitah Paradina Aubree Ruslantama dengan mas kawin logam mulia 24 karat berbentuk emas batangan seberat seribu satu gram dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Tsabitah Paradina Aubree Ruslantama binti Theorama Ardi Ruslantama dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Sah?"
"SAAHHH!!!!"
"Mama kirim kamu video?" tanya Sharga yang duduk di samping Wyna.
"Lihat di story Noella," jawab Wyna lalu menutup layar dan menghela napas panjang. "Sepertinya mereka juga enggak kehilangan kita."
"To be honest, aku agak bingung karena tiba-tiba kamu diancam soal kasusku sama Keluarga Pradipandya," kata Sharga dan menoleh istrinya. "Wyn, tell me the truth."
"Aku udah bilang gara-gara kirim proposal ke mereka untuk program yayasanku, terus mereka nyumbang dan sebagai ganti—"
"Kamu bukan tipe yang mudah diancam dan luluh hanya karena sumbangan," sela Sharga.
Wyna balas menatap tajam suaminya. "Kamu pikir gara-gara siapa, aku sampai diancam begitu? Kamu yang bikin kacau duluan dan aku cuma enggak mau hidupku semakin kacau lagi!"
"Aku bisa beresin kasus itu diam-diam."
"Kamu butuh Papa!"
Sharga menghela napas panjang. "Kayaknya kamu beneran enggak bakal menikahiku kalau aku bukan anak Sultan Daharyadika dan—"
"Yes, right! Aku enggak bakal menikahimu kalau kamu bukan siapa-siapa. Aku juga enggak bakal bersamamu kalau kamu terus-terusan membuat kekacauan!" Wyna menegaskan dengan serius dan mendelik tajam. "Kamu punya satu kesempatan terakhir, pastikan mengikuti setiap langkah politik yang udah didiktekan Papa! Jangan sekali-kali mengacaukannya."
Sharga sempat terdiam mendengar luapan kemarahan itu, namun usai beberapa detik hening dirinya menanggapi singkat, "I always love you for who you are, but this evil side of you ... sometimes really unbearable."
Wyna ganti terdiam karena setelah sang suami mengatakan itu, dirinya ditinggalkan pergi begitu saja.
***
The Serenity Hall
— Garden Restaurant
Esa & Tsabitah Wedding Reception
"Aku rasa, aku butuh obatku," ucap Esa saat memperhatikan layar cctv dalam ruangan dan terlihat antrean tamu undangan yang siap memasuki area resepsi.
Kagendra menggeleng. "You're gonna be fine ... ini udah dipangkas seratus lima puluh per jam."
"Itu berarti tiga ratus orang kurang lebih," kata Esa lantas memejamkan mata.
"Tenang, semua ponsel disegel kayak akad tadi ... aman," ujar Waffa sambil merapikan kelepak jasnya sendiri.
Esa membuka mata lalu mengangguk. Ia sudah melalui acara akad nikah dengan baik dan lancar, tinggal resepsi ini yang selanjutnya harus dilalui.
"Desire bilang kita harus keluar soalnya Bita mau ke sini," kata Waffa saat membuka chat masuk.
"Aku juga harus gantiin sepatunya Ravel," ujar Kagendra namun langkahnya tertahan karena dihalangi Esa. "Esh?"
"Ng, masa aku berdua doang sama Bita?" tanya Esa, kegugupannya kembali.
Waffa menoleh dan tertawa kecil. "Udah menikah woy, bebas berduaan!"
"Ya, tapi, maksudku—"
"No excuse," sela Kagendra lalu menepuk-nepuk bahu sang kakak ipar. "Jangan khawatir, kita udah amankan semuanya, Esh ... tinggal selesaikan acara ini, terus pulang and enjoy your married life."
"Katamu tadi butuh obat juga 'kan? Nah, obatmu on the way ke sini, hahaha," kelakar Waffa lalu merangkul Kagendra yang menyengir dan keduanya beralih keluar.
"Okay, I am okay." Esa mengafirmasi diri dan perlahan menoleh saat mendengar suara langkah tenang yang dikenalinya.
Pintu diketuk pelan sebanyak dua kali, lalu saat terbuka, Tsabitah dengan gaun resepsinya tersenyum simpul dan agak malu-malu memutar tubuh.
"How do I look?" tanya Tsabitah.
Esa tersenyum, menyadari bahwa apa yang Waffa ucapkan adalah benar. Tsabitah memang semacam obat, penawar untuk segala gelisah dan ketakutan tidak nyata yang ada dalam kepalanya.
"Mas?" panggil Tsabitah seraya mendekat dan mengulurkan tangan. "Mas Esa gugup, ya?"
Esa meraih tangan kanan istrinya, menahannya di udara sebelum dirinya menunduk dan mengecup jari manis yang tersemat cincin kawin, penanda ikatan dengannya. "Tadinya gugup, tapi sekarang enggak ... cuma silau aja, karena istriku cantik banget."
Pipi Tsabitah bersemu dan menghangat. Ia ganti menggenggam tangan suaminya saat mereka saling menatap kembali, "Dede bilang tinggal tunggu anak-anak selesai ganti, terus foto dulu di depan."
"Iya," kata Esa lalu memastikan. "Bee, sepatunya udah ganti, 'kan?"
"Udah dong!" Tsabitah kemudian mengangkat sedikit bagian ujung gaunnya, menunjukkan sepatu keds yang senada dengan milik Esa.
Esa mengangguk. "Oke."
Tsabitah kembali menutupi sepatunya di balik gaun dan perlahan mengelus lengan Esa untuk menenangkan. "It's okay ... kalau nanti beneran terlalu sesak, aku bisa pura-pura pingsan, biar kita pulang duluan."
"Pura-pura pingsan?" ulang Esa lalu tertawa pelan. "Kalau kamu sampai pingsan, kita enggak bakal pulang, pasti dibawa ke rumah sakit."
"Ya, aku bisa kongkalikong sama Mas Levin atau Mbak Lady buat aturin biar kita diantar pulang aja."
Esa menggeleng dan meyakinkan diri. "Enggak apa-apa, Mas yakin kita bisa selesaikan acara resepsi ... kamu berhak dapat momen ini, tahapan acara pernikahan yang sempurna."
Tsabitah tersenyum, memeluk lengan Esa dan sejenak menyandarkan sisi kepalanya. "Momen pernikahanku udah sempurna sejak Mas Esa jabat tangan Ayah dan melafalkan ijab-qabul."
Esa tersenyum. "Satu tarikan napas yang paling bermakna seumur hidupku."
Tsabitah mendongakkan kepalanya untuk menunjukkan senyum yang lebih lebar dan bahagia. "We're ready for next."
"Let's do this," kata Esa lalu menggandeng Tsabitah keluar dari ruang ganti, menuju sekelompok keluarga yang menunggu.
***
"Sambil makan, biar enggak lemes," kata Lyre saat mendekatkan piring berisi potongan dessert dan buah.
"Thank you," ucap Esa, menerimanya lalu duduk di samping Tsabitah.
Aliran tamu yang hadir sudah mereda dan terlihat pemandu acara memang mengarahkan tamu baru datang untuk makan lebih dulu.
Tsabitah membuka tumbler air mineral di pojok kursinya, membuka tutup dan menegakkan sedotan untuk minum. Usai melepas dahaga gantian menyodorkannya untuk Esa. "Mas, minum dulu."
Esa menunduk dan menyedot beberapa tegukan air putih. "Kalau tamu-tamunya Papa pasti pakai basa-basi dulu."
"Tapi semuanya kelihatan senang banget lihat Mas Esa, Prof. Heru aja sampai nangis ... ya ampun, istrinya tadi juga lama peluk Bunda lho," ungkap Tsabitah lalu menutup tumbler minumnya.
Esa juga sebenarnya senang dapat bertemu lagi dengan senior dokter juga para profesor yang merupakan mentornya dulu. Mereka semua bersikap baik padanya, sebagian besarnya juga memberi sambutan yang melegakan.
"Makan dulu," kata Esa lalu menyuapkan sepotong buah strawberry.
Tsabitah membuka mulut, mengunyah sambil memperhatikan barisan para kakak sepupu yang selama acara ini membantu mengatur tempat duduk tamu. "Lovi udah ngantuk tuh ..."
"Ravel juga," kata Esa mengendik pada keponakannya yang sudah berakhir dalam gendongan Kagendra.
"Eyang mana ya, Mas?" tanya Tsabitah karena sepanjang matanya menjelajah tidak menemukan keberadaan sang kakek.
"Itu, Bee, sebelah Tante Rika di mejanya Om Tio, Tante Hali, sama Tante Kinar." Esa menunjuk arah yang dimaksud lalu memakan sepotong cheese cake.
Tsabitah mengangguk. "Mejanya para old money," kekehnya lalu menerima suapan melon yang manis. "Mas Esa enggak nanya kenapa keluarga Daharyadika enggak datang?"
"Aku udah dengar dari Mama katanya pada medical check-up ke Singapura," kata Esa lalu tersenyum simpul. "Sejujurnya, keadaan saat ini yang paling baik."
"Awkward ya pasti kalau ada Mbak Wyna?"
"Enggak, bukan soal dia, tapi Tante Rika justru kelihatan enjoy dan bebas interaksi dibanding saat harus mendampingi Om Sultan," kata Esa lalu membagi dua chocolate bite, menyuapkan bagian yang lebih besar untuk sang istri dan sisanya baru dirinya sendiri.
Tsabitah mengangguk-angguk. "Ayah udah langsung telepon Om Sultan paginya, tapi katanya justru Tante Rika yang pulang ke sini enggak pamit dia ... aku jadi takut deh."
Esa menggeleng. "Jangan khawatir, Tante Rika bukan orang yang buat keputusan tanpa berpikir."
"Iya, pas diajak ngobrol Bunda juga, Tante Rika minta semuanya fokus sama acara pernikahan aja," kata Tsabitah lalu mengambil sapu tangan dari celah lengan gaunnya, mengelap sudut bibir sang suami. "Kalau aku sampai pergi enggak pamit, Mas Esa marah eng—"
"Apa pun keadaannya, kalau pergi memang harus pamit ... termasuk kalau butuh waktu sendiri, bilang juga."
Tsabitah tersenyum kecil. "Kalau ngambek?"
"Bilang juga," kata Esa lalu balas tersenyum. "Aturan ngambeknya juga enggak boleh lebih dari sepuluh menit."
"Mana ada aturan ngambek."
"Ya, ada, itu tadi aturannya."
Tsabitah tertawa lalu mengerlingkan mata. "Mas Esa takut ya kalau diambekin lama-lama?"
"Iya," jawab Esa dengan jujur. "Mas takut diambekin lama-lama, takut ditinggal enggak ada kabar, sama takut kalau tanpa sadar bikin sakit ... karena itu penginnya saling jujur dalam hal apa pun."
"Understood," ucap Tsabitah lalu menunduk. "Aku mau strawberry-nya lagi, Mas."
Esa tersenyum, menusuk buah yang tersisa dan menyuapkannya pada sang istri.
"Love birds, tengok sini sebentar," pinta Ayara yang mengangkat kamera dari arah depan.
Tsabitah menoleh dengan pipi yang menggembung lucu karena mengunyah makanan. Esa menahan senyum seraya bergeser menempelkan bibir ke bagian pipi sang istri.
Ayara menyengir dan segera mengabadikan momen tersebut. "Gemes banget sih, ya ampun."
"My adorable wife ..." bisik Esa membuat pipi yang baru diciumnya langsung bersemu.
"Gawat," kata Tsabitah usai menelan kunyahan buahnya. Ia memejamkan mata karena yakin jam tangannya akan mulai berbunyi.
Pip! Pip! Pip!
***
TRAH KANANTYA SOLID
Sangatta Lukesh
Lama banget pada
belum sampai-sampai?
Swarga Laham
Pulang ke rumah Gamping
Mau ngulang malam pertama juga
Hehehe 😌
SHARIF Lee
Gantian staycation dong ✌🏻
Ramananda Levon
Mumpung digratisin room
sama tuan muda.
Regasta Levin
Semangat ya, Esh
You can do it, Bro 👍🏻
Sierra Lee
See you lusa, Mas Esa & Bita
Hehehe enjoy berduaannya
Salam sayang ❤️
Mbak Lady
Om sama Tante ikut aku sama Maka tinggal di rumah Nanggulan, Esh.
Jangan khawatir ya.
See you lusa.
Esa mendapatkan rentetan balasan itu dari para sepupunya, segera memeriksa grup chat yang dimilikinya bersama Kagendra dan Waffa.
Ka.Wa.L group chat
Sangatta Lukesh
Kalian juga enggak
pulang ke rumah?
Kagendra
Selama Lyre sama aku
maka aku udah di rumah
Aw aw aw
Waffa
Najis, Babi!
Sangatta Lukesh
Serius nih?
Rumah kosong?
Waffa
Enggaklah
Ada kalian berdua
biar bebas jerit-jeritnya
Kagendra
Kalau mau langsung uji coba
spooning aja dulu, biar enggak
banyak effort tangannya
Waffa
Doanya udah apal?
Kagendra
Kesepakatan sama yang lain
kita baru balik lusa, jadi diharapkan
kalian memanfaatkan kesempatan
dengan baik dan benar.
Waffa
Jangan ragu-ragu pokoknya, Esh!
Udah saatnya si kecil nambah jobdesk
selain dipakai pipis 🤭
Kagendra
Si kecil? Emang kecil ya, Esh?
Sangatta Lukesh left the group chat
Waffa added Sangatta Lukesh
"Dasar," kata Esa lalu menghela napas panjang memperhatikan halaman rumah yang begitu lengang sekaligus sepi.
Ia menyimpan ponsel lalu menutup pintu gerbang dan saat masuk ke dalam rumah, Tsabitah yang duduk di sofa ruang tengah tampak fokus pada ponsel.
"Bee ..."
"Mas, ini di grup cewek-cewek katanya pada staycation, Papa sama Mama juga ikut Mbak Lady ke Nanggulan. Mas Aga sama Mbak Reyn pindahan rumah Gamping ... kita berdua aja ini," kata Tsabitah lalu menunjukkan layar ponselnya.
Esa mengangguk. "Iya, yang lain juga ngabarin baru pulang sini lusa."
"Lusa?
"Iya, kamu enggak suka? Mau pulang ke Ambarketa—"
"Enggak mau!" sebut Tsabitah lalu tersenyum lebar. "Gerbang udah ditutup?"
"Udah."
"Pintu depan udah dikunci?"
Esa mengerjapkan mata. "Belum."
"Aku aja yang kunci," kata Tsabitah yang kemudian beranjak melewati suaminya untuk menutup pintu utama.
Esa geleng kepala sambil melangkah ke lemari es, menuang air dingin ke gelas tinggi dan duduk untuk menghabiskannya.
Tsabitah kembali dalam beberapa detik, mematikan lampu ruang tamu dan ruang tengah, setelahnya juga mematikan otomatis pendingin udara.
"Bee, kenapa dimatiin semua?" tanya Esa, agak heran karena istrinya juga tidak beranjak ke lantai dua.
"Kita boboknya di kamarku aja," jawab Tsabitah lalu menautkan tangannya pada lengan kiri Esa. "Ke paviliun."
Esa tahu setiap kali Tsabitah menginap pasti tidur di kamar paviliun, namun tidak pernah mengeceknya hingga saat ini. "Ng, ada baju gantinya Mas di sana?"
"Ada, udah disiapin Mama kok, kulkasnya juga diisi," jawab Tsabitah sambil mengetik chat untuk memberi kabar pada sang ibu.
Bita Ruslantama
Bunda
Aku udah di rumah sama Mas Esa.
Kita jadinya berduaan aja,
soalnya pada staycation bareng
dibookingin EastParc sama Mas Kaka.
BUNDA
Oke, selamat berduaan
Ayah masih sama Eyang
Bunda juga temenin Tante Rika
Mbak Aya sama Ageng yang udah bobok, tidurnya di kamar Mamas.
Bita Ruslantama
Oke,
besok pagi aku chat lagi
I love you 💛
BUNDA
I love you too 💛
Esa mendapati sang istri kemudian mengubah mode dering menjadi silent. Ia juga baru sadar bahwa Tsabitah mengubah tampilan foto profilnya dengan salah satu potret pre-wedding di Tokyo.
"Kode ponselku tanggal hari ini ya," kata Tsabitah lalu memberi tahu sekalian. "Pin atmku ulang tahun Ayah, tapi kombinasi bulan, tahun, baru tanggal."
"Kenapa ulang tahun Ayah?"
"Soalnya isinya kebanyakan transferan dari Ayah, hahaha ... kode-kode lain ada di notes ponselku, termasuk rekam medis."
Esa mengangguk. "Mas juga sama, kode ponselnya diubah tanggal hari ini."
"Yeiy," sebut Tsabitah senang lalu menyimpan ponsel dan mendorong pintu paviliun membuka.
Ada rasa familiar saat Esa memperhatikan paviliun tersebut, setiap lukisan, pajangan, foto-foto keluarga, memorabilia sejak sang kakek dan seluruh saudara sepupunya masih sering berkumpul bersama.
"Kamarku sebelah sini," kata Tsabitah lalu menggandeng Esa ke pintu ruangan pertama, menyentuh handelnya dan mendorong membuka.
Kamar itu minimalis dengan tempat tidur ukuran queen yang dilapisi sprei sekaligus bed cover seputih salju. Jejak memorabilia Tsabitah kecil juga terpajang di sana, bersama beberapa boneka lebah dan mainan kayu berbentuk aneka binatang.
"Ini foto favoritnya Mama," kata Tsabitah menunjukkan pajangan di nakas kiri, di belakang dua botol kaca berisi air mineral.
Esa memperhatikan Tsabitah kecil di pangkuan Thomas sementara dirinya memangku Lyre. Foto itu diambil di depan paviliun ini oleh sang Mama.
"Pantesan ya, Mas Kaka tuh panik kalau dibercandain soal anak perempuan, hahaha Mbak Re kecilnya cantik banget," kekeh Tsabitah.
"Iya, semisal tetep mirip dia juga pasti cantik jadinya, kayak Desire itu. Kalau mirip Lyre, makin jadi stressnya, hahaha," kata Esa lalu mengeluarkan ponsel dan meletakkannya di meja.
Tsabitah duduk di pinggiran tempat tidur, bertanya dengan penasaran. "Katanya kalau bayi tabung itu bisa pilih jenis kelamin, Mas Esa lebih suka anak perempuan atau lelaki?"
"Enggak pilih-pilih, sedikasihnya sama Tuhan," jawab Esa lalu berlutut di depan Tsabitah dan meraih tangan istrinya itu. "Bee, hari ini 'kan seharian udah banyak kegiatannya dan—"
"Aku enggak capek sama sekali, pas makan malam juga habis dan minum obatku juga. I am gonna be fine," sela Tsabitah lalu balas menggenggam erat tangan Esa. "Believe me, please."
"You might not understand what you're asking for?"
"Aku ngerti, aku bukan anak-anak." Tsabitah kemudian mengangkat tangan suaminya ke dada. "I am fully adult and I am yours."
Esa memejamkan mata sejenak, setelahnya mengangguk. "Okay, we can try ..."
Sepasang mata Tsabitah mengerjap cepat. "Aku mandi dulu!" katanya lalu melepas tangan Esa dan berkelit cepat menuju kamar mandi.
Esa memperhatikan itu lalu tertawa. "Okay, take your time."
"Aku enggak bakal lama," seru Tsabitah dengan serius.
***
Dua puluh lima menit waktu yang Tsabitah habiskan di kamar mandi. Ia memastikan rambutnya wangi, seluruh kulitnya lembut dan halus, giginya juga bersih, bahkan agak kesat karena dia berkumur sampai dua kali dengan mouthwash rasa semangka.
Tsabitah mengatur napas, memastikan ketenangan dan keyakinannya baru keluar. Namun, kamarnya kosong, hanya tertinggal pakaian Esa dan lengan prostetik yang ditempatkan pada sofa bench di ujung tempat tidur.
"Mas ..." panggil Tsabitah lalu keluar kamar dan mendengar suara kecipak air. Ia baru sadar, kamar mandi luar terbuka lalu saat memeriksa dari jendela, Esa terlihat berenang.
Tsabitah mengambilkan handuk dari lemari lalu menyusul ke pinggiran kolam renang. "Mas Esa, kalau enggak sabar pengin mandi juga, enggak perlu renang segala ... suruh aku cepetan aja gitu."
Esa tertawa. "This is the only way to calm myself," katanya lalu berenang ke pinggiran tempat Tsabitah menunggu.
"Why you should calm— yaaa!"
Teriakan itu terdengar karena tubuh Tsabitah tiba-tiba ditarik lalu didekap memasuki kolam renang.
"Mas, aku udah mandi," protes Tsabitah sambil berpegangan ke bahu suaminya.
"Pengantin baru wajar banyak mandi," kata Esa santai dan seketika membuat sang istri mendongak untuk menatapnya.
"Ya, tapi maksudku—"
"Listen, Bee ..." sela Esa saat menunduk dan hanya bersuara di telinga sang istri. "Water is the element of change, it makes us more relaxed and we can easily adapt to each other here."
Tsabitah terdiam lalu saat lengan sang suami membuat tubuh mereka saling menempel rapat, barulah dia mengerti maksudnya. Jantungnya berdegub antusias namun tubuhnya senantiasa tenang, seirama dengan gerak gelombang air.
Tsabitah menurut saat tubuhnya tertahan di pinggiran kolam dan bibir lembut terasa mulai mengecupi pelipisnya, bergeser ke kening, lalu menurun ke hidungnya dan embusan napas hangat menerpa pipinya lembut.
"I promise ..." ujar Tsabitah lalu kelopak matanya terangkat dan menatap Esa dengan keyakinan. "I promise to choose our love every single day. I promise to honor you, respect and cherish you in sickness and health, in sorrows and success, for all the days of my life."
"Our love ..." sebut Esa, sejenak terpana.
Tsabitah mengangguk. "It's fine, kalau semisal Mas Esa belum cinta aku ... biar aku yang cinta duluan, mati-matian sampai—"
Esa begitu saja memiringkan wajah lalu mencium bibir lembut yang terbuka di hadapannya, menelan sisa kata-kata istrinya dan ganti membuktikan seperti apa cinta yang mulai dirasakan olehnya.
"I love you, Tsabitah ... of course, I love you," ungkap Esa saat sejenak menciptakan jarak, memastikan ritme bernapas mereka tetap terjaga.
Tsabitah tersenyum, serasa dirinya telah memenangkan dunia saat mengeratkan kedua lengan ke leher sang suami lalu balas mencium lembut. "I am forever yours."
[]
🩷
Adegan berikutnya sekip aja ya,
bukan karena lapan belas coret
tapi demi kesehatan jiwaku
nangis banget loch ini 😭
NOW PLAYING:
Me and my broken heart 💔
.
ThankYouSoMuch~
💛
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top