[ 16. ]
Hallo,
anw ... kota kalian terasa panas lagi enggak? Atau cuma Jogja aja :")
.
2.535 kata untuk bab ini
ngetiknya sambil ngantuk jadi kalau ada typo tolong tandai, thank you.
.
Selamat membaca 🥰
🍯
[ 16. ]
Tsabitah menerima email konfirmasi dari Kinar Pradipandya. Hal ini terkait dengan kunjungannya ke Jakarta dan menuntut ganti rugi beberapa hari yang lalu. Pada intinya Ibu Kinar akan memberi ganti rugi dengan mengatur investasi untuk RUBY tanpa menggunakan identitas perusahaan yang terkait Pradipandya Group.
Prosesnya jelas sudah dimulai dan menilik kesibukan orang tuanya berdiskusi sekaligus mematangkan negosiasi membuat Tsabitah tersenyum.
Kini, tersisa satu rencana lagi yang harus disempurnakan sebelum diungkap pada keluarga. Tsabitah lebih dulu memindahkan emailnya ke folder terkunci, setelahnya mengatur panggilan video.
Noella Razi menolak panggilan video tersebut.
BitaRuslantama to NoellaRazi
Subject: VidCall / Enggak bayaran.
Payment dari Cardtoonist udah cair, last project sama Hikaru juga udah. Semenit enggak ada respon, semua jadi bagianku (人 •͈ᴗ•͈)
Tsabitah mengirimkan email tersebut dan menunggu selama beberapa detik sampai Noella yang ganti menghubunginya.
"Serius udah cair semua?" tanya Noella begitu tersambung dan mereka saling tatap di layar.
"Kapan aku pernah mengada-ada soal uang?" tanya balik Tsabitah kemudian menunjukkan bukti transfer masuk yang diterimanya semalam. "See?"
Noella mengangguk. "Kamu tahu harus transfer ke mana."
"Kita harus bicara dan ini penting, aku mau kamu tahu duluan dibanding keluarga Razi yang lain."
"If you wanna talk about the killer doc—"
"I am serious right now." Tsabitah menunjukkan sikapnya dengan tatapan lekat dan ekspresi tegas. "I'm gonna marry him."
"Don't you dare!" sebut Noella lantas mendelik. "Kamu beneran udah enggak memikirkan kami? Masa depan RUBY atau—"
"Kalau aku enggak memikirkan, aku enggak akan membuka komunikasi lebih dulu. Lalu, soal RUBY, kami dapat investasi yang lumayan, enggak butuh perjodohan bisnis segala."
"What? Investasi dari mana?"
Tsabitah angkat bahu. "Ayah sama Bunda yang in charge, tapi intinya dengan investasi ini, RUBY sudah aman. Eyang juga udah ketemu Mas Esa kemarin, dan ketika—"
"Seru reuninya?" tanya Noella sinis.
"Yeah! Fun, heartwarming, just like usual." Tsabitah menanggapi santai.
Noella bersedekap kaku. "What do you want?"
"Bet me."
"Taruhan?"
Tsabitah mengangguk. "Kalau Mas Esa bisa meyakinkan Oma terkait pernikahan ini, kamu dan yang lain harus ikut menerimanya."
"Are you crazy?" seru Noella, mendelik sembari memajukan wajah ke layar.
"Ketika aku berhasil meyakinkan Mas Esa, pergi ke Semarang akan jadi prioritasnya."
Noella ganti menyipitkan mata. "Wait, ketika kamu berhasil? He's not into you right now?"
"Belum aja, tapi aku pasti bisa meyakinkannya."
"Astaga! Bita jangan gila deh, cowok yang seumuran dan lebih keren masih banyak."
"Bagiku, harus Mas Esa atau enggak menikah selamanya."
Noella geleng kepala, tidak habis pikir. "Bita dengar, enggak ada gunanya maksain hal-hal kayak gini ... kalau orang itu masih waras, dia justru akan nolak kamu!"
"I know."
Noella semakin tidak habis pikir. "Kamu tahu, dan tetap nekat, mau berusaha meyakinkannya? Menikah itu bukan perkara foto bersama, Bita."
"Aku tahu itu juga, bahwa pernikahan adalah perkara besar sekaligus serius, baginya juga demikian dan pasti hal pertama yang dipikirkannya adalah menemui Oma di Semarang."
"Oma jelas akan menolaknya."
Tsabitah tersenyum. "Dia enggak akan mundur."
Noella menyipitkan mata, sadar akan satu hal. "Ah, jadi ini taruhan yang kamu rencanakan?"
"Ya, Mas Esa pasti berhasil meyakinkan Oma dan kalian harus bisa menerimanya juga."
"Dan jika dia gagal?"
"Ya, kawin lari," sebut Tsabitah lantas terkekeh melihat sepasang mata Noella langsung memenuhi layar. "Bercanda, Noel ... kalau gagal, kalau setelah tiga kali usahanya dan Oma tetap enggak luluh, aku akan menyerah."
"Are you serious?" tanya Noella sembari memundurkan wajah.
"Yeah, mungkin emang nasibku perawan sampai mati."
"Heh! Amit-amit tahu."
Tsabitah tertawa, agak mengikik, meski setelah beberapa detik lekat menatap kakak sepupunya lagi. Noella masih terlihat gusar, namun ekspresi wajahnya sudah tidak menunjukkan permusuhan.
"Aku tahu, kamu sudah lama menyadarinya, Noel ... perasaan yang kusimpan untuknya sejak dulu. Alasanku bertahan, karena dia juga masih hidup meski entah di bagian Jepang yang mana. And now, he's back to me."
"He definitely back to his family, Bit."
Tsabitah tersenyum kecil. "I'll always be part of them, Noel ... maka dari itu, posisinya harus mulai dibetulkan, masih keluarga tapi posisiku pasangan sah bukan adik pek-pekan lagi."
"What if he never loves you back?"
"I still love him with my—"
"It's not fair! Itu juga akan menyakitimu, jangan bodoh deh."
Tsabitah menggeleng. "Aku enggak bodoh dan aku yakin terhadap apa yang kuinginkan."
"Oma akan menolaknya mentah-mentah, aku yakin!"
"So, are we deal?" tanya Tsabitah.
"Enggak perlu pakai—"
Tsabitah bersikeras, "Are we deal?"
"Ck! Deal!" jawab Noella cepat dan setengah menggeram. "Lihat aja, begitu menginjakkan kaki di halaman rumah langsung diusir."
Tsabitah menganggapi dengan kiriman transfer sejumlah uang ke rekening Noella. "Sekarang, buka blokir no teleponku."
"Males!" sebut Noella, mematikan sambungan video call dan kurang dari setengah menit kemudian mengirimkan chat pada Tsabitah.
Noella Razi
Eat this 💩
Bita Ruslantama
Special for you 🚽
***
"Aku masih enggak percaya ini ..." Inge Razi masih terbengong-bengong di hadapan layar laptopnya yang mati.
Theo Ruslantama juga demikian, keduanya saling tatap, geleng-geleng kepala dan seketika mendekat untuk berpelukan. "We did it, Love."
"Mau nangis aku, Mas," sebut Inge, benar-benar tidak memahami bagaimana proses negosiasi bisa berjalan mulus, nyaris tidak ada klausul hak dan kewajiban yang diperdebatkan. Skema sharing profit dan pelaporan juga tidak rumit. Baginya, ini sungguh keajaiban dunia.
"Just cry, you know I am here," ujar Theo, mengeratkan peluk dan begitu saja terkenang masa awal dirinya memulai bisnis ini bersama sang istri, saat dahulu lolos pemeriksaan untuk akses bantuan modal juga amat membahagiakan.
Investasi kali ini lebih luar biasa lagi, benar-benar tidak terduga. Investor mereka berasal dari Prancis dan concern terhadap dunia skincare, terutama dengan formula bahan alami, no animal testing dan komitmen nyata terhadap penggunaan kemasan produk yang reusable and refillable friendly. RUBY mendapat poin tambahan berkat konsistensi dalam program CSR yang sudah rutin dilakukan selama dua dekade terakhir.
Tsabitah yang menguping dari celah pintu tersenyum, terutama saat ponselnya bergetar dan sebuah chat masuk.
Ibu Peri 🧚♀️
We're ready to sign the contract.
Cheers 🍾
Bita Ruslantama
I'd like orange juice
so,🧃
Ibu Peri 🧚♀️
Hahaha, cute
🍹
Bita Ruslantama
Terima kasih banyak, Ibu
This means a lot for us
❤️❤️❤️❤️❤️
Ibu Peri 🧚♀️
❤️
Ibu Peri 🧚♀️
Set the date soon and
let us join the party
ok?
Bita Ruslantama
I'll make sure
Pradipandya's member
on the first line chair 😉
Ibu Peri 🧚♀️
Good girl
👍🏻
Tsabitah tersenyum, membalas chat tersebut dengan serbuan emoji pelukan dan baru menyimpan ponselnya. Ia kembali ke dapur untuk membantu Mbak Ainur dan Tante Rika menyiapkan makan malam, memastikan pesanan dessert spesial karena ada hal yang harus dirayakan.
***
"Maaf karena baru gabung, bahkan enggak bantu-bantu persiapan makan malam," ungkap Inge dengan senyum terkembang di hadapan anggota keluarga yang berkumpul di meja makan.
Rika Ruslantama terkekeh. "Mengingat kalian hampir seharian di ruang kerja Bapak, kami hanya ingin berita bagus untuk disampaikan."
"Yap, soalnya aku pesan dessertnya Caramel Burnt Cream extra large dan extra topping juga," imbuh Tsabitah membuat Inge tertawa.
"That's really worth it." Inge mengulurkan tangan untuk mencubit lembut pipi sang putri. "Terima kasih, anak baik."
"Theo?" tanya Taher Ruslantama yang menantikan.
Theo menatap adiknya yang urung menyendok sop kembang tahu, saling pandang juga dengan ayahnya di kursi kepala keluarga. "Alhamdulillah, investasi awalnya dua puluh lima em, evaluasi per enam bulan pasca rilis rebranding product dan pembaruan klinik. Beberapa alat juga akan diperbarui, Skin Analyzer terbaru untuk seluruh cabang."
"Wah!" sebut Tsabitah, meski tahu bahwa 'investasi' dari Kinar Pradipandya bernilai besar, namun detail informasi ini tetaplah menakjubkan. Ia tidak menyangka.
Uang sungguh bisa mengubah segalanya.
"Selamat Mbak ... Mas ..." ungkap Rika yang bergegas beralih dari sisi suaminya, memeluk Theo dan Inge dari belakang.
Sultan Daharyadika mengangguk tipis, memberi selamat dengan mengangkat gelas berisi Bir Plethok ke arah kakak iparnya. Theo balas mengangguk dan tersenyum lega sewaktu memandang sang ayah.
Eyang Taher memberi wejangan singkat, "Nalika susah kelingan marang sek gawe urip, seneng uga ngono ... ojo pisan-pisan nglalu seneng, nguluk untung tanpo kelingan kewajiban." [Ketika susah teringat Yang Memberi Kehidupan, senang juga begitu ... jangan sekali-kali kelewat gembira, mengejar keuntungan tanpa ingat kewajiban.]
Theo mengangguk. "Nggih, Pak ... Insyaa Allah sami amanah."
"Pastikan setiap dokumen perjanjian melalui penilaian legal," kata Sultan.
"Tentu," ungkap Inge, sepenuhnya paham. "Kami memulai pembicaraan dengan pemeriksaan profil investor beserta sumber dananya juga, sudah dipastikan aman oleh legal team."
"Crazy rich mana, Mbak?" tanya Rika sambil beralih duduk di kursinya lagi.
"Surabaya, tapi tinggal di Prancis ... anaknya sempat pesan diorama ke Bita, terus ketika ada pemberitaan kemarin sempat notice RUBY dan tanya-tanya," cerita Inge.
Tsabitah mengangguk-angguk, skenario itu sudah disusun rapi sewaktu bertemu Kinar Pradipandya. "Makanya aku ke Jakarta, buat ketemuan sama Mrs. Katrina ... hampir aja lho gagal, saking jadwal beliau padat banget. Presentasi juga sekadarnya aja, untung beliau baik banget."
"Terus lanjut komunikasi sama Mbak Inge dan Mas Theo gitu ya?" tanya Rika.
"Iya, asistennya telepon ke pusat untuk follow-up, terus karena udah balik ke Prancis, bisanya perkenalan dan diskusi online ... cukup intens selama dua hari terakhir. Lucky, pihak Bu Katrina punya legal team di Jakarta yang komunikatif," jawab Theo lantas saling pandang dengan sang istri di sisinya. "Siang tadi kami membicarakan beberapa klausul kerja sama dan tercapai kesepakatan, lusa sign contract di Jakarta."
Sultan menyipitkan mata. "How easy."
"Rejeki enggak akan kemana," ungkap Tsabitah lantas meniupkan cium jauh untuk orang tuanya. "Ayah sama Bunda hebat pokoknya."
"Ini berkat Bita juga," kata Theo, balas meniupkan cium jauh karena posisi duduk sang putri lebih dekat dengan kursi Inge.
"Sekarang, ayo makaaan," ajak Rika dan kembali memegang sendok sop, menuang ke mangkuk pertama untuk diberikan pada sang ayah.
Sepanjang durasi makan malam suasana jelas dipenuhi suka cita dan itu sempat membuat Tsabitah gugup. Ia beberapa kali saling pandang dengan sang kakek yang justru terlihat begitu tenang, aliran pembicaraan dan interaksi juga terasa akrab.
Suara notifikasi chat masuk membuat Tsabitah teralihkan. Ia mengeluarkan ponsel, mendapati pesan baru dari Esa.
Mas Esa ♥
Little Bi.
Mama tanya, besok susu mocca
dikirim ke rumah Eyang / Ambarketawang?
Bita Ruslantama
ng, tergantung dong 😌
Bita Ruslantama
kalau yg antar Mas Esa,
ke tempat Eyang tapi kalau
Pak Samadi, ke rumah aja 😌
Mas Esa ♥
Hahaha
Nginep tempat Eyang
sampai besok ya?
Bita Ruslantama
iya, sebelum balik Jakarta
biasa Tante Rika ajak
ke Mamas bareng
Mas Esa ♥
Jam berapa?
Bita Ruslantama
jam 10
kalau mau ikut ga boleh
baju hitam, harus putih 😉
Mas Esa ♥
Noted.
Bita Ruslantama
Bita tunggu Mas Esa ya
(人 •͈ᴗ•͈)
Mas Esa ♥
Enggak usah nunggu,
I'll be on time.
Balasan itu membuat Tsabitah tersenyum-senyum gembira.
Bita Ruslantama
ʕっ•ᴥ•ʔっ
Mas Esa ♥
Emoji gitu enggak kebaca
di hp-nya Mas.
Bita Ruslantama
huft ... 😮💨
Mas Esa ♥
Sorry, 🙆🏻
Bita Ruslantama
kalau ini kebaca enggak?
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Tsabitah langsung menutup layar ponselnya setelah mengirimkan balasan itu. Ini memang aksi nekat, tapi satu sisi dirinya butuh menambah keyakinan, bahwa peluang pendekatan itu ada.
Semenit kemudian terdengar suara notifikasi. Tsabitah menggeser telapak tangannya perlahan, mengintip sedikit demi sedikit chat balasan dari Esa.
Mas Esa ♥
Iya, yang itu kebaca
syukurlah 😁
Tsabitah menghela napas lega, meski balasan itu tergolong umum dan santai, namun jelas Esa tidak tutup mata. Itu cukup menambah semangatnya dalam menjalankan sisa rencana.
"Bita serius banget," ujar Inge yang selesai menikmati dessert dan meletakkan garpu kuenya.
Tsabitah menyengir. "Iya, balas chatnya Mas Esa ... besok mau ikut ke Mamas."
Sultan dan Rika sama-sama meletakkan garpu kala mendengar itu. Keduanya juga berujar kompak, "Serius?"
"Iya, aku bilang berangkat jam sepuluh," jawab Tsabitah.
"Emang enggak apa-apa ya, Mas?" tanya Rika pada sang kakak.
Theo meletakkan garpu kuenya dan mengangguk. "Esa udah ke sana juga."
"Udah ke sana?" tanya Tsabitah. Ia tidak tahu menahu tentang hal ini.
"Iya, sebelum temui Lyre di rumah sakit ... Yaya yang cerita, dan kami juga sadar, wong ziarahnya bawa kelopak bunga sakura, masih ada pas kami ziarah paginya," ungkap Inge.
Eyang Taher berdeham pelan. "Sewaktu Bita berkata bahwa rejeki enggak akan ke mana ... entah kenapa ada satu hal juga dalam pikiran Bapak."
"Kenapa, Pak?" tanya Rika.
"Jodoh juga enggak kemana," ungkap Eyang Taher dan menatap anak sulungnya. "Ingat kamu, dulu ibumu pengin sekali ngepek Lyre dadi putu mantu." [Mengambil Lyre menjadi cucu menantu.]
Theo tentu mengingatnya. "Iya, tapi—"
"Ya, Thomas enggak mau, kepincut duluan sama anak gadisnya Chaerul Soeryadarma. Lutfan yo ngaboti, sebab iseh cilik." [Lutfan juga keberatan, karena masih kecil.]
Rika berusaha tidak curiga dengan arah pembicaraan ayahnya. "Terus maksud Bapak?"
"Yo, selaras karo kuwi, yen Lyre ora iso ... Bapak pengin Esa dadi putu mantu, bakal calone Bita," ungkap Eyang Taher dan seketika mengheningkan suasana.
Tsabitah sudah memperkirakan reaksi ini. Namun tetap saja, seiring dengan keheningan semakin intens, hawa kegugupan juga cepat meningkat memenuhi ruang makan.
"B ... Bapak yakin?" Rika Ruslantama memecah keheningan.
"Iyo, arep sopo meneh, liane Esa sek jelas paham kahanane Bita? Arep sopo meneh, wong seng paling iso dipercoyo njogo Bita?" [Iya, mau siapa lagi, selain Esa yang jelas paham keadaan Bita? Mau siapa lagi, orang yang paling bisa dipercaya menjaga Bita?]
Eyang Taher masih menatap anak sulungnya lekat. "Sedurunge pethuk ibumu, karepe Bapak gur siji ..." [Sebelum berjumpa dengan ibumu, keinginan Bapak hanya satu ...]
"Tapi, Pak ..." kata Inge dengan kegugupan yang nyaris tidak bisa ditutupi. "Ibu kaliyan keluargo saking Semarang mesthi—" [Ibu dan keluarga dari Semarang pasti—]
"Serahkan ke aku, Bun," sahut Tsabitah, meluluhkan Oma Inggrid adalah tugasnya dan Esa, yang penting sekarang rencana perjodohan ini mendapat persetujuan orang tuanya.
"Bita ..." ucap Rika dan terkesiap saat memperhatikan keponakannya. "Ini, kamu ..."
Tsabitah membenarkan denggan anggukan kepala. "Eyang bener kok, Mas Esa yang paling potensial, terutama kalau sangkut pautnya dengan peyakitku. Mas Esa masih aware dan serius mengurusku."
Theo Ruslatama memijit sudut keningnya perlahan. Situasi ini akan mengubah banyak hal dalam keluarganya juga persahabatannya dengan pihak keluarga Kanantya.
"Punya hubungan relasi resmi dengan keluarga Kanantya juga akan menguntungkan Tsabitah, Lukito direktur utama RS terbaik di Jogja," ungkap Sultan dengan anggukan kepala yakin. "Ditambah mereka juga terhubung dengan Pradipandya, keluarga ini akan punya koneksi yang—"
"Mas, Esa itu mantan tunangannya Wyna lho," sela Rika, mengingatkan suaminya.
"Ya, itu 'kan masa lalu, sama-sama punya integritas ajalah," kata Sultan dengan santai. "Rugi besar kalau mengingat keadaan Bita, terus enggak ngambil peluang berbesan dengan Lukito Kanantya ... apalagi mereka juga enggak akan nolak."
"Enggak akan nolak?" ulang Inge dengan serius.
"Yaiyalah, kondisi Esa udah begitu, kepepet umur sama keadaannya, siapa cewek normal yang mau?"
Tsabitah berusaha tenang menanggapi. "Banyak yang mau, tapi Mas Esa-nya selektif ... Mas Esa tuh selalu serius dan totalitas kalau in relationship. Justru rugi, cewek yang dengan entengnya melepas Mas Esa begitu aja!"
"Bita," tegur Theo pelan.
Tsabitah memilih fokus pada inti pembahasan. "Intinya, aku enggak keberatan dengan keinginan Eyang dan kalau dibandingkan dengan lelaki lain, Mas Esa selalu lebih baik."
"Kenapa menurut Bita begitu?" tanya Inge.
"Bukan menurutku, tapi Mamas yang dulu bilang begitu ..." ujar Tsabitah membuat orang tuanya terdiam. "Enggak ada lelaki yang bisa sayang aku setulus Mamas dan Mas Esa, buat mereka aku enggak pernah jadi beban, sakitku juga bukan kecacatan."
"Bita ..." panggil Theo dan Rika bersamaan.
"Mas Esa bilang I was chosen, terpilih untuk sakit yang istimewa ini. Mamas juga pernah bilang, diantara banyak hal yang membuatku jadi punya banyak keterbatasan, harapanku pada kehidupan jangan sampai berkurang." Tsabitah menjaga suaranya agar tetap tenang. "Aku kehilangan banyak harapan saat Mamas enggak ada, dan kalau enggak sama Mas Esa, rasanya enggak akan punya apa-apa lagi."
Inge paham bagaimana perasaan sang putri, namun dirinya juga perlu menilai situasi dengan sebaik mungkin. "Bita, kita harus tetap memikirkan—"
"Beri mereka kesempatan," sela Eyang Taher lantas bersedekap kaku di kursinya sebagai kepala keluarga Ruslantama. "Cobalah bicarakan dengan Luki dan Yaya, setelah itu biarkan Bita dan Esa yang berusaha."
"Tapi, Pak ..." ujar Theo dengan sedikit keraguan yang menggayuti hati.
Eyang Taher ganti menatap Tsabitah yang tampak erat memegangi ponsel. "Jodoh enggak akan kemana, bukan? Karena itu beri mereka kesempatan dan sama-sama kita perhatikan bagaimana situasi berkembang."
[]
❤️🩹
Eyang bisa aja koalisi sama cucu, ckckckckk mana pinter sepik juga, ampun dah.
Mas Esa siap-siap yha
sebentar lagi jadi calon suami
eciaaaa ~
.
backsound: ♪ aku rapopo, aku rapopo
aku rapopo ... 😭😭😭
.
Q&A Reputation
Q: Additional Part yang di KK itu bakal dipaket trus pasang harganya lebih murah gitu ngga?
A: Enggak dipaket / dibikin harga lebih murah. Selain karena aku enggak tahu caranya, kalau yang beli belakangan dapat harga lebih murah, enggak adil buat yang gercep beli duluan.
Q: SUS BANGET SAMA WYNA-SHARGA 😭
A: Beberapa kecurigaan pembaca militan memang dapat menjadi kenyataan di alur cerita berikutnya, pffftt bae-bae kelen pasang dugaan.
Q: Eh, srius nanya, apakah rating cerita bakal under lapanbelas coret juga seperti KagenBi?
A: Eh, serius jawab, Enggak Tahu.
Semacam situasi sulit juga mengingat Bita gampang engap dan Mas Esa tangannya sisa sebelah, bisa apa coba?
.
scroll lagi
lagi
⬇️
Papanda Boy: semangat ngaji.
Papanda (fak)Boy: semangat ngatain sohibnya Babi.
ckckckckk
GWS Ndra 🙏🏻
.
btw Bita, modusnya tolong
dikendalikan
umumnya cewek, jual mahal dikit
masa mau ikutan KagenBi obral gratisan ke pasangan :(
.
Terima kasih, Bestie~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top