VIRGO 02: Musiclassical Glade
"F-Scherzo terbentuk setelah bongkahan raksasa batu luar angkasa menghantam dimensi ini. Meteorit hitam itu menghancurkan negeri penuh melodi. Energi itu melahirkan monster mengerikan yang berkembang biak dengan cepat dan merusak," jelas lelaki berjubah hitam.
Tak hanya proses kembangbiaknya yang cepat, pergerakannya pun sangat lihai. Menurut informasi yang tersebar, F-Scherzo sudah menguasai sebagian besar wilayah.
"Hanya musik yang dapat menghentikan mereka."
"Mustahil, musik bahkan memicu kemunculan mereka dan mengamuk." Drafar menyela. Dia tampak berpikir. "Bagaimana menurutmu, Vierra?"
Belum sempat Vierra menjawab, lelaki misterius itu menjawab, "Benar, musik akan menjadi pedang bermata dua jika tidak berhati-hati seperti yang terjadi saat ini ...."
"Apa tujuanmu menyampaikan semua ini? Kau bahkan tak memperkenalkan diri kepada kami." Vierra ketus. "Mengapa kau peduli?"
Kelakar tawa kembali terdengar. "Biasanya Knight of Hyperion memiliki kendali yang baik, sikapnya tenang, apalagi jika berzodiak Virgo seperti kalian." Ada jeda sesaat sebelum melanjutkan. "Tentu saja aku tidak ada hubungannya dengan semua ini. Namun, aku yakin Lux tidak akan membiarkan anak-anak didiknya berkeliaran begitu saja di dimensi yang berbahaya bukan? Aku menduga semua ini ada kaitannya dengan ramalan Archimage Agung, Fenella terkait terancamnya kelangsungan hidup ras wizard. Apa aku benar?"
Vierra menurunkan kewaspadaannya.
"Pergilah ke Crescendo Citadel di tengah Simphonia City, temui Sang Maestro di Orkestra Royal Concertgebouw. Di sana kalian akan menemukan semua informasi yang kalian butuhkan untuk bertemu dengan para pahlawan."
"Sang Maestro? Orkestra? Pahlawan? Bisakah kau memberitahu satu persatu secara perlahan informasi itu?" Zuyin tak sabar dengan semua tumpukan informasi yang baru masuk kepalanya.
"Sayang sekali aku ada urusan penting, tetapi kalian harus ingat bahwa F-Scherzo hanya bisa dikalahkan oleh musik. Jadi kalian harus bekerja sama dengan para pahlawan. Mereka Para Konduktor dan Musica-nya. Aku harus pergi sekarang, Anak-anak."
"Setidaknya, tunjukkan saat ini kita ada di mana dan bagaimana bisa mencapai ke pusat kota?"
Sia-sia, tentu saja. Sosok misterius itu lenyap bersama embusan udara berbau busuk. Sisa pertempuran dengan monster itu menyisakan pemandangan yang menyedihkan.
Rumah-rumah sederhana telah tak berbentuk, monster itu membombardir semuanya. Mereka yang selamat berdiri ketakutan, sebagian mengumpulkan kepingan tubuh rekan-rekannya yang tersisa. Maestroville merupakan desa yang dahulunya melahirkan penyanyi bersuara emas. Ketika instrumen terdengar, alunan gitar akustik itu menyentuh mereka. Acara dadakan itu diadakan di depan lumbung hasil panen. Seorang musisi mengadakan konser kecil di sana. Sudah cukup lama F-Scherzo tak menampakkan diri, mereka tak menyangka suara selirih itu bisa mengundang para monster. Konser tunggal yang menjadi pelipur lara membuka kembali gerbang luka di sana. Refleks mereka ikut bernyanyi dan bergembira, mereka tak menyangka F-Scherzo datang secepat itu menghapus senyum mereka.
Zuyin dan teman-teman membantu warga mengevakuasi mereka yang terluka. Dengan bantuan tabib di sana, dia membantu sebisanya. Mengurangi rasa sakit puluhan warga yang terluka. Gadis itu sampai menghabiskan sebagian besar mana miliknya. Beruntung mereka diajak singgah ke salah satu rumah penduduk yang tak terdampak serangan tak terduga itu.
Serangan itu menyebabkan asap menutupi jalan setapak dan hamparan ladang. Zuyin yang berada dalam gendongan Drafar terbatuk-batuk. Sesampainya di rumah yang dimaksud, mereka dijamu dengan baik. Warga selalu menyimpan beberapa buah di rumah dan siap mengolahnya menjadi pangan yang lezat. Selagi menunggu, tim Virgo kembali menganalisis keadaan di sana.
Dari pemilik rumah juga mereka tahu bahwa sekarang F-Scherzo memiliki sarang utama di Netherverse. Kota yang menghubungkan Maestroville dengan Simphoni City, makhluk itu sudah menyebar ke wilayah-wilayah di sekitarnya. Mustahil bagi tim untuk menerobos dan mengalahkan mereka tanpa para pahlawan, konduktor dan musica-nya.
Ini bukan kali pertama mereka mendengar kata konduktor dan musika, tetap saja banyak pertanyaan berseliweran. Namun, baik Zuyin dan ketiga rekannya harus pandai menahan diri membiarkan Alto–lelaki yang membawa mereka ke rumah ini–mengisahkan lebih banyak lagi yang dia ketahui.
Aroma pai apel menyebar ke segala penjuru membuat gemuruh perut mereka sampai terdengar dengan jelas. Alto menyajikan pai apel dalam ukuran yang cukup besar, mereka menyantapnya bersama.
"Jadi tujuan kalian Orkestra Royal Concertgebouw?" Alto memastikan sekali lagi. "Netherverse menjadi satu-satunya jalan pintas ke sana, kalian harus memutar. Selain jauh, perjalanan sama bahayanya. Kalian harus melewati Plain Zone yang merupakan salju abadi. Kabarnya, menurut kesaksian dari tentara musik yang selamat sekembalinya dari tempat itu, selain cuaca ekstrem juga ada monster di sebuah danau."
Kunyahan pai apel seakan tersendat di leher, mereka bertiga saling bertatapan kecuali En yang terus menyantap makanan dengan khidmat.
"Ya, sebelum melintasi wilayah itu, kalian harus melakukan persiapan dengan sangat matang."
"Di mana kita bisa membeli semua bekal perjalanan yang kami butuhkan?" Vierra bersuara.
"Ada sebuah kota yang masih bertahan, kalian hanya perlu naik kereta kuda selama empat hari dari sini. Semoga saja saat ini Ariabor masih belum diambil alih para monster itu."
Mereka sepakat mengambil jalan memutar, pagi-pagi sekali Zuyin dan rekan-rekannya sudah keluar dari Maestroville dan bergerak ke Ariabor untuk berburu bekal perjalanan. Perjalanan ke Simphoni City membutuhkan waktu berhari-hari, terlebih mereka hanya mengandalkan tumpangan. Kendaraan yang mereka tumpangi ke Ariabor adalah truk yang biasanya membawa hasil panen dari Maestroville dan mendistribusikannya ke kota-kota di sekitar. Itu cukup mempercepat perjalanan.
Lain dengan Maestroville, Ariabor menghasilkan susu dan hasil ternak terbaik. Ketika memasuki kota itu, dari jendela truk yang Zuyin tempati bisa melihat beberapa orang menggerombol dan tersenyum satu sama lain. Salah satu dari mereka bahkan menyapa sang sopir, Alto. Sambutan yang sangat hangat dan ramah.
Meski sama-sama di area pedesaan, kedua tempat ini memiliki struktur bangunan yang jauh berbeda. Atap-atap di Ariabor lebih tinggi dan meruncing. Rumah satu sama lain pun nyaris berdempetan. Tak heran nuansa kekeluargaan dan kehangatan begitu terasa. Sayang mereka tak bisa berlama-lama di kota ini. Waktu mereka sangat terbatas.
Setelah mendapat baju hangat sesuai ukuran masing-masing, mereka ke toko barang-barang kuno. Di sana membeli kompas, buku kuno yang membahas Zimneye Lake, dan beberapa benda penunjang lainnya.
Perjalanan melewati Plain Zone bukan hal yang mudah. Wilayah yang tertutup salju abadi itu memiliki perubahan suhu yang ekstrem. Selain itu, rumornya banyak monster berkeliaran di sana. Mereka harus mengambil resiko besar melewati Plain Zone, tetapi itu pilihan paling mungkin untuk diambil daripada melewati Netherverse yang kini menjadi sarang F-Scherzo tanpa bantuan konduktor beserta musikanya.
Plain Zone bukan tempat yang ramah, tak ada kendaraan yang bisa mereka tumpangi. Dari perhentian di perbatasan, mereka harus menyewa sebuah kereta luncur salju yang besar.
Beberapa kios berjejer menawarkan berbagai dagangan bahkan barang sewaan seperti kereta luncur. En mendapat tugas untuk mendapat kereta luncur kalau mereka tak ingin mati dengan cepat di Plain Zone. Drafar memutuskan menemani En, sementara Vierra dan Zuyin ke kios makanan.
En dan Drafar keluar dari kios bobrok yang menyewakan kereta luncur salju beserta pengemudinya. Kereta salju berkapasitas enam orang itu tampak bobrok dan sama tuanya dengan pengemudi yang mereka bawa.
Vierra akhirnya bersuara, "Apa ini, En? Drafar?" Tak kunjung mendapat jawaban, dia menoleh ke samping mengamati pria tua yang nyaris tenggelam dalam baju yang terlalu longgar. Dari lehernya, Vierra mendapati tulang belikat begitu cekung. Mungkin seekor ikan koki bisa berenang jika ditaruh di sana.
"Maaf, Vierra. Uang kita hanya bisa dipakai untuk kereta tua ini dan pengemudinya."
"Kau yakin akan membawanya, Drafar?"
"Kita tak punya pilihan lain, kecuali jika kau bisa mengemudikan kereta luncur itu."
Zuyin mengusap pundak Vierra, tidak ada gunanya berdebat. Pria tua itu memang sangat kurus, dalam sekali pukulan saja bisa langsung tumbang. Sialnya, hanya dia yang bisa mengemudikan kereta yang akan membawa mereka.
Dalam diam, mereka menaiki kereta. Keretanya terlihat meragukan dengan warna yang redup dihiasi ornamen emas yang sudah memudar. Kanopi yang memayungi mereka pun terlihat lebih ringkih. Namun, ketika mereka duduk di kursi berlapis kulit yang sudah aus, kayu ek tak berderit. Zuyin yang tadinya waswas merasa lebih baik.
Pak Tua memeriksa mesin kendali, kereta sudah dilengkapi motor sederhana yang menggerakkannya.
"Kau sudah mengisi penuh bahan bakarnya?" Vierra menatap Pak Tua yang hanya mengangguk. "Angkuh sekali."
Kereta mulai menderu, perjalanan itu sepertinya akan menjadi study tour yang menyenangkan jika tak ada misi rahasia di dalamnya. Pohon-pohon pinus berjejer menyerupai sebuah gerbang seakan terus bergerak mengantarkan mereka meninggalkan Ariabor yang hangat. Perlahan, pohon pinus mulai hilang dari pandangan, digantikan gundukan bebatuan tertutup salju yang terlihat. Angin yang berembus membawa udara yang lebih dingin membuat Zuyin merekatkan mantelnya.
"Pak Tua, apa sebelumnya sering lewat daerah ini?"
"Dia tuli," kata En dengan entengnya.
"Apa?" Vierra memekik.
"Kami sudah memastikan dia berpengalaman," sela Drafar berusaha menenangkan. Perjalanan kembali hening. Sehening malam yang menyambut mereka di hamparan datar bersalju. Malam cukup cerah, bulan purnama sudah bersinar terang. Cahayanya yang memantul di bongkahan es membias indah.
"Bukankah ini sudah memasuki kawasan Zimneye Lake?" bisik Zuyin.
En memastikan, dia menepuk dua kali pundak Pak Tua. Dengan bahasa isyarat, dia mulai bertanya.
"Aku baru tahu kau bisa bahasa isyarat."
"Aku cepat belajar," jelas En membuat Vierra mendengus.
"Benar katanya, Zu. Dari mana kau tahu?"
Zuyin mengangkat buku kuno di pangkuannya. Dari buku yang dia baca, Zimneye Lake adalah danau beku yang sangat berbahaya di Plain Zone. Namun, perjalanan mereka yang mulus lancar justru membuat jantung berdegup lebih kencang. Silent murder macam apa yang menanti sesungguhnya? Bulu kuduk Zuyin pun meremang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top