18》Menuntut Rindu
Sudah lama kursi hitam itu menunggu sang pemilik mendudukinya. Terbuat dari kulit dengan kualitas terbaik, desain dirancang khusus untuk memastikan kenyamanan bagi penggunanya, dan penampilan yang elegan menyimbolkan takhta besar Glorious Company.
Ukaysha menyandarkan tubuhnya, menghirup aroma kopi yang dia suka. Aroma yang memvisualisasikan sosok ayahnya. Seandainya, lelaki itu tak memberikan organ vitalnya, dia pasti masih bertakhta di kursi ini. Saksi bisu kejayaan Glorious Company. Rania sang ibu pun tak akan mengalami kesedihan berkepanjangan. Duka yang dialami menyedot kehidupannya. Semua karena Ukaysha.
"Melihatmu tersenyum," kata Asti waktu menanti senja. Tanpa sadar dua ujung bibir Ukaysha terangkat. Tentu saja hal itu akan lebih mudah saat dia sudah memaafkan diri sendiri.
Terdengar klik saat Ukaysha menekan tombol telepon yang langsung terhubung ke sekretarisnya.
"Dianti akan datang hari ini, kan?" tanya Ukaysha saat panggilan terhubung. "Bagus. Oh, iya satu lagi. Aku mau setelah rapat selesai, pengharum ruangan ini sudah diganti."
Ukaysha mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk. Dia mengingat kembali aroma apa yang terpancar dari tubuh Asti saat itu. Dia ingin seolah gadis itu ada di ruangannya. Aroma tubuh itu selalu membangkitkan gairah dan semangat. Dia bahkan mampu merasakan seolah-olah bisa hidup lebih lama.
Panggilan telepon terputus. Tak lama kemudian muncul sekretarisnya, Sandrina. Sekarang, ruangan Sandrina berada di bilik yang berbeda. Pasti Dianti yang mengubahnya. Wanita itu benar-benar mencemaskan Ukaysha.
Hati Ukaysha semakin mantap.
"Kamu terlihat berbeda." Sandrina mencoba meruntuhkan kecanggungan yang menyelimuti keduanya.
"Kita harus berubah ke arah yang lebih baik, kan?" Senyum tak putus-putusnya dari muka itu. Wajah oval itu semakin berwarna dengan semburat di kedua pipi. "Ada apa dengan wajahmu?"
Biru lebam di area dagu menarik perhatian Ukaysha. Wanita di hadapannya menunduk.
"Aku tidak apa-apa," jawabnya sambil berlalu. Ukaysha bergeming di tempatnya. Segala hak atas Sandrina sudah tidak ada. Sisi kemanusiaannya tersentuh. Wanita itu telah meninggalkan dirinya dan memilih lelaki lain menjadi suami. Jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga terjadi, harusnya bukan ranah yang bisa Ukaysha jamah.
"Tunggu!"
Wanita berblazer hijau daun itu berhenti dan berkata, "Iya, Pak. Ada lagi yang perlu saya bantu?"
Sapaan formal yang dilontarkan Sandrina pun sedikit menyakiti egonya. Dia sadar sudah meminta mantan kekasihnya itu, tetap saja sulit menerima kenyataannya. Ukaysha mendengkus. Rumit sekali perasaannya. Apa semua orang mengalami hal serupa?
Benda berkilau menggepit rambut lurus Sandrina. Mutiara tunggal bertakhta di atas sana. Walau imitasi, benda itu terlihat elegan dan cocok dengan anting mutiara yang dia miliki. Sandrina pun memutuskan mengambilnya saat dia menemukan jepit lidi di depan pintu kamar Ukaysha.
"Benda itu ...."
Refleks Sandrina meraba jepit rambut di kepala dan berkata, "Ini?"
"Da-dari mana?"
"Oh, aku menemukannya di depan kamarmu, bagus, ya? Ternyata kamu masih memperhatikanku sampai sedetail itu. Sedangkan suamiku ...." Ada helaan napas panjang yang terdengar. "Dia bahkan membiarkanku tetap bekerja meski aku hamil."
Wanita itu menunduk, dia menguasai emosi dengan cepat dan segera menjalankan mandat yang diembannya. Ukaysha memang tak pernah menyukai orang sembarangan. Tanggung jawab yang dimiliki Sandrina telah memikatnya. Ternyata hal itu tak cukup kuat menjadi dasar hubungan mereka.
***
"Kenapa enggak ketemu di tempat yang lebih epik, Sayang. Pemandian air panas mungkin, sudah lama tidak berlibur, bukan?"
"Kita akan melakukannya kapan-kapan," jawab Ukaysha menanggapi usul Dianti.
Bunyi kelotak tercipta, benda kuning yang dipasang sebagai warning lantai masih basah sudah tergeletak di lantai. Ukaysha tak sengaja menabraknya. Office Boy yang sedang mengepel menoleh dan menghentikan aktivitasnya. Dia berkata, "Maafkan saya, Pak."
"Kamu kalau kerja yang bener, dong." Dianti memberi ultimatum, tetapi Ukaysha memegang pundak ibu tirinya.
"Tolong lain kali lebih hati-hati," kata Ukaysha menepuk pundak lelaki yang masih remaja itu.
Terdengar helaan napas panjang dan kerut ketakutan berkurang saat Dianti melewatinya. Dia kembali menunduk saat wanita penuh wibawa itu berkata, "Kamu sangat beruntung."
Dewi fortuna sedang ada di seluruh penjuru Glorious Company. Seisi kantor merasa bahagia. Atasannya berubah total sekembalinya dari rumah sakit.
Jika hal itu terjadi dulu, dia akan marah besar dan memecat tanpa mempertimbangkan apa pun. Jangankan tersenyum lebar, tidak menampakkan ekspresi marah saja sudah bersyukur.
Lima tahun terakhir dia menjadi lebih temperamental. Emosinya juga begitu labil.
Dianti paling merasakan dampak itu.
Dianti melangkah ragu mengikuti Ukaysha. Pemuda di depannya ini mengingatkan sosok Arkana.
Perubahan Ukaysha membuat Dianti terlena. Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Sekarang sang putra sudah dewasa. Wanita itu tak bisa mengalihkan pandangan. Setiap gerakan Ukaysha terlihat begitu istimewa. Gerak-gerik, gesture tubuh benar-benar duplikat Arkana. Bahkan cara Ukaysha menarik kursi dan membuka laptop langsung mengingatkan mantan kekasihnya.
Tanpa sadar Dianti tersenyum, sudut matanya basah. Dia tak bisa menggambarkan rasa haru yang bergejolak dalam dirinya melihat Ukaysha begitu cakap memimpin jalannya rapat dewan direksi.
"Selain rencana peluncuran produk baru, saya akan menyampaikan informasi penting. Dianti akan kembali menjadi bagian Glorious Company dan menempati posisinya semula."
"Uka, ini--"
"Beri tepuk tangan dan sambutan meriah untuknya."
"Tapi ini tidak pernah terjadi sebelumnya, mempekerjaan orang yang sudah dipecat itu ...." Dianti tak bisa meneruskan perkataannya.
"Tapi ibu pernah melakukannya, iya, kan?"
Rania memang tetap mempekerjakan Dianti walau dirinya telah melakukan kecurangan. Seharusnya Ukaysha tidak tahu. Aturan dibuat bukan untuk dilanggar. Karena Dianti peraturan itu dibuat.
"Lagi pula, ini hakmu. Ibu telah merintis perusahaan ini bersama orang tuaku. Kita akan membangkitkan kembali Glorious Company dengan semangat dan ideologi yang baru."
Semua orang menyambut suka cita keputusan Ukaysha. Keraguan demi keraguan terkikis. Sedikit demi sedikit kepercayaan yang sempat menurun kembali berkembang. Tidak ada yang tak suka perubahan sikap Ukaysha yang menjadi lebih hangat. Keadaan kantor menjadi lebih kondusif. Kekeluargaan semakin kental.
Ukaysha terkejut, dia tak menyangka proyek DinAsti berjalan lebih lancar dari yang dia duga. Perubahan besar dalam memimpin Glorious Company membawa dampak positif. Ide segar dalam dunia fesyen pun menarik investor baru menanamkan sahamnya.
Ukaysha berharap dia akan lebih berguna dan menebar banyak senyum di wajah orang-orang. Asti benar, hidupnya menjadi lebih mudah dan terasa ringan. Lelaki bertuksedo hitam itu memainkan jepit mutiara di tangannya. Tak ada orang yang tersisa di ruangan itu. Pikiran Ukaysha melanglang buana. Mungkin Asti mencoba menemuinya waktu itu. Namun, keberadaan Sandrina mengurungkan niat Asti.
Apa mungkin?
Dia menggeleng sampai rambut yang hampir menutupi telinga itu terkibas. Dia tak mau memikirkan yang tidak-tidak dan berharap. Asti pasti telah bahagia bersama Wayan.
"Ada yang mengganggu pikiranmu, Uka?" Dianti datang dengan minuman hangat di tangannya. Dia sudah menunggu cukup lama, tetapi yang dinanti tak kunjung menampakkan diri.
"Enggak ada."
"Kamu pikir berapa lama aku mengenalmu?" Dia meletakkan minuman itu dan memberikannya kepada Ukaysha. "Apa yang kamu sembunyikan?"
"Tentang Wayan, bagaimana kabarnya?"
"Wayan? Oh, pemuda itu, kudengar dia akan menikah dalam waktu dekat. Kenapa?"
"Kirim hadiah terbaik untuknya," jawabnya sambil mengangkat cangkir berisi cairan kecokelatan.
"Oke." Dianti mengamati wajah putranya itu. Firasatnya mengatakan ada yang salah. "Sayang sekali kita tidak bisa ke sana, pasti akan seru. Iya, kan? Atau mau kukosongkan jadwal?"
"Enggak perlu. Kita akan mengadakan peluncuran DinAsti dan aku enggak mau ada yang salah."
"Sekarang kamu lebih dewasa. Aku bangga padamu. Ayah dan ibumu juga pasti akan bangga."
Ukaysha tersenyum kemudian menyeruput minumannya yang suam-suam kuku.
"Bagaimana keadaan Ayah Sasongko?"
Dianti menjadi lesu. Dia tak tahu harus menjawab apa. Seperti yang Ukaysha tahu, Sasongko masih dalam keadaan koma. Gelengan wanita itu menandakan tidak ada perubahan. Kondisinya masih sama. Terbaring tak berdaya di kamarnya yang dilengkapi alat medis.
Dianti menunjukkan ponselnya yang terhubung CCTV di kamar itu.
***
Di sisi lain, di hamparan pantai Lovina, seorang gadis tengah menekuk lututnya. Dia sudah lelah menangis, entah kenapa air mata tak kunjung kering. Lingkaran hitam menyerupai mata panda semakin pekat. Cahaya hidupnya terus meredup bersama senja yang ditelan gelapnya malam. Kekasihnya memutuskan hubungan sepihak dan berkhianat. Rasa sakit membawa gadis itu menyeberang ke ibu kota, menemui sahabatnya. Ada beban dalam dada yang harus dia tumpahkan. Ada rindu yang harus tertuntaskan.
Rasanya aneh, dia kembali merasakan sakit yang luar biasa. Ikatan persahabatan macam apa itu? Asti sendiri tak mengerti dengan hatinya. Dia pun semakin ragu, siapa yang sebenarnya sedang dia tangisi. Apa Wayan yang sudah lama pergi atau kekecewaannya terhadap Ukaysha?
Beberapa minggu yang lalu, Asti merasa perlu seseorang menampung keluh kesahnya. Dari sekian banyak orang, dia memutuskan menemui Ukaysha. Asti memang suka bercerita ke banyak orang atas apa yang dia rasakan selama ini. Namun, segala yang berkaitan dengan Wayan, dia tak berani menceritakan dengan siapa pun selain Ukaysha.
Gusti mungkin langsung memberi Wayan bogem mentah di wajah atau perutnya, jika mengetahui pengkhianatan Wayan. Sedangkan kakek, dia akan mensyukurinya. Akhirnya hubungan itu kandas tanpa lelaki tua itu turun tangan langsung. Kedua saudara kembarnya, mereka tidak akan mendengarkan dengan benar. Mencomblangi dengan orang se-RT sebelum cerita berakhir dari mulut Asti.
Meski kadang menyebalkan, Ukaysha tak pernah mencela sebuah hubungan.
Di koridor rumah sakit, Asti mendengar samar seorang wanita ada di dalam sana. Dia yakin itu bukan suara ibu tiri Ukaysha.
Asti merasa seolah ada lembing mendarat tepat dalam dadanya. Besi runcing yang dingin menusuk jantungnya saat Ukaysha berkata, "Aku memang sangat mendambakan hidup bersamamu."
Kaki Asti gemetar, dia kehilangan keseimbangan. Berjalan sembarangan sampai menabrak seorang perawat. Keputusannya menemui Ukaysha adalah kesalahan besar.
Rasa nyeri bertambah berkali-kali lipat.
Tidak ada yang salah di ruangan itu. Juga dengan ucapan sahabatnya yang dihiasi senyuman tipis. Wajah itu tak lagi sepucat zombie, Asti bisa merasakannya. Ada ketenangan yang berkembang pesat dari Ukaysha.
Lelaki itu memenuhi janjinya, dia akan tersenyum untuk semua orang.
Bukankah itu permintaan Asti? Melihat Ukaysha tersenyum?
Semua orang memutuskan untuk berubah dan melanjutkan hidup.
Wayan memilih kembali pada masa lalunya, Sri Santika Devi dan anaknya yang baru berusia sekitar tiga tahun. Ukaysha sudah bahagia dengan kehidupannya sekarang.
Asti pun harus berubah!
Dia harus melanjutkan hidup dan menerima kenyataan walau berat dan pahit.
Dia sudah memutuskan.
***
"Kenapa masih menyangkal?" Ada kerutan di dahi Ukaysha. Dia tak mengerti arah pembicaraan Sandrina. "Kamu masih menyayangiku, kan? Diam-diam masih merindukan dan menginginkanku, kan, Ukaysha?"
"Pak Ukaysha," koreksi Ukaysha.
Keduanya sedang menunggu klien penting di sebuah kafe.
"Kenapa masih pakai nama DinAsti juga? Dengan konsep yang sama juga? Itu untuk mengenangku agar tetap hidup di hatimu, kan?"
"Kamu terlalu percaya diri. Dibalik makna kata DinAsti, bukan nama Sandrina yang tersemat di sana, tapi Asti. Ida Ayu Kadek Suasti. Gadis yang membuka sudut pandang baru tentang hidup dan kehidupan. Gadis yang aku sayangi dan aku ingin selalu menghidupkannya dalam diriku. Lagi pula, konsep DinAsti jelas berbeda dengan apa yang kamu usulkan," papar Ukaysha disertai seringai di wajahnya[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top