Silent 11: Kronologi

"Ini nggak seperti yang lo duga, Rai. Gue bisa jelasin. Semua ini bukan ide gue."

Menurut Meila, dia dipaksa. Seseorang menyeretnya ke gudang penyimpanan di Double G. Dia tak mengenali orang yang memeganginya, kemungkinan orang itu laki-laki bertubuh tinggi. Tenaganya sangat kuat, telapak tangan yang besar mencengkeram pergelangan tangan Meila dengan mantap. Namun, ada suara yang sangat familier yang terdengar, tetapi matanya ditutup kain hitam. Mulutnya pun demikian disumpal kain apak. Suara familier terdengar, ada sedikit perbedaan memang seperti seseorang yang sedang memakan permen karet. Namun, Meila yakin itu suaranya. Suara yang sangat Meila kenali. Suara itu meminta Meila merekam. Rekaman-rekaman seperti yang sudah Arai dengar.

"Lo ada di sini, di mana Gea?" Arai memindai bilik 13 yang sangat kosong, nyaris tak ada apa-apa. Hanya mural gugus galaksi samar yang menunjukkan keselarasan Golden Ratio. Angka yang menunjukkan eksistensi ketuhanan di mana alam dan seisinya diciptakan dengan detail yang sempurna.

"Itu dia, gue nggak tahu. Saat anak-anak memutuskan memilih uang, Gea dan satu teman lelakinya melanjutkan permainan. Herannya, dari stasiun 21 mengapa tidak masuk ke bilik ini? Seharusnya hanya ada dua pintu di bilik 21 yaitu pintu masuk yang terhubung dengan tangga dan pintu ini."

"Gawat, apa Gea dalam bahaya? Ayo, pikirkan semua kemungkinan, Arai."

"Sadar nggak si kalau quest-nya berubah sejak awal?" Meila menatapnya cemas. "Gue nggak paham sama situasinya. Perasaan kita bikin pesta kejutan ini buat seru-seruan biar lo dan Gea bisa bersama juga. Kenapa jadi begini?"

"Sebenarnya ada apa ini, Rai? Lo nyembunyiin sesuatu dari gue selama ini?"

Arai ragu apa dia harus menceritakan terkait teka-teki yang dia terima juga. Mungkin dengan menceritakannya, akan ada solusi yang bisa ditemukan. 

"Kita harus mencari Gea secepatnya dan keluar dari sini."

"Lo nggak jawab pertanyaan gue, Rai."

"Ada yang janggal dari pernyataan lo, La. Buat apa mereka ngelepasin lo gitu aja? Bukannya itu akan membahayakan mereka?"

"Bagaimana bisa bahaya kalo kita aja terkunci?"

Arai tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.

"Lo pasti tahu kalau Bilik 21 terkunci dari luar. Nggak ada alat komunikasi, hp gue diambil mereka."

Sabotase yang sangat sempurna, pikir Arai. Orang ini sangat hati-hati.

Bagaimana kita akan keluar dari sini? Menaiki dinding memberi tanda bahaya? Apa orang-orang akan mengerti? Mereka yang melintas sekitar itu pun tak mau repot-repot mendongak.
Gea dan Bang Geo aja begitu, kan? Jelas ini opsi yang mustahil. Angin malam membawa udara dingin yang seharusnya memberi sensasi sejuk. Namun, karena ketidakpastian ini membuat Arai berdebar kencang dan bermandikan keringat.

"Kita cari petunjuk."

"Kayak apa?" Meila terlihat bimbang.

"Sejauh ini berupa surat, tapi dia berkamuflase dengan baik di dinding-dinding. Tak menutup kemungkinan juga teronggok di lantai."

Meila menunduk mengamati lantai ber cor beton, kepalanya meneleng. Dia tampak tak yakin. Lantai keabu-abuan itu memiliki orbit-orbit yang samar. Ah, lupakan ....

Arai memfokuskan pada pola galaksi, dia harus lebih teliti dan berhati-hati ruangan ini lebih luas dari bilik sebelumnya. Ketika dia tengah menekuri tiap jengkal dinding, dia berhenti. Meila menatapnya dengan cara yang tak biasa. Mungkin rasa cemas berlebihan membuatnya sangat lelah. Meila tampak lebih pucat dari biasanya. Rambutnya yang tergerai menutupi telinganya. Telinga? Tunggu ....

Ah, mungkin hanya perasaannya saja.

"Lo baik-baik aja, La?"

Meila mengangguk. Segaris senyum terukir di wajahnya.

Canggung. Nanggung. Aneh!

"Lo pucet banget loh."

"Gue nggak apa-apa mending kita cari aja Gea."

Arai setuju. Dia memeriksa kembali dinding-dinding menyadari ada bagian embos yang mencolok. Semakin didekati Arai terkejut, itu ... telinga? Selagi Arai memulihkan diri, suara dentuman terdengar. Meila terjatuh dan tak sadarkan diri.

"La!" Arai mendekat, dia meraihnya. Mencoba menyadarkan gadis itu. Namun, tak ada reaksi yang berarti selain gumaman yang tak jelas. Lalu lenyap. Kesadaran Meila hilang total. Dengan gemetar, Arai menyibak rambut panjang Meila. Salah satu telinganya tak ada.

Telinga salah satu bukti nyata bahwa manusia diciptakan dengan ratio sempurna. Masih banyak bukti lain dari anggota tubuh menggambarkan perbandingan 1:1,68 seperti besarnya paru-paru kanan dengan kiri yang sama besat, ratio perbandingannya 1:1,68. Bentuk wajah, jarak antara mata, hidung, dan telinga. Hanya saja, menggunakan telinga sebagai pelengkap mural di dinding itu hal yang keji dan menjijikkan.

Tapi itulah petunjuk yang dipunya. Arai akan mencari quest itu, dia akan segera mengeluarkan Meila dari tempat ini. Arai menemukan gulungan sticky notes mungil terselip di telinga itu.
Di antara pertemuan dan perpisahan, aku tetap tak pernah tergantikan.

Arai membaca keras-keras. Tanpa sadar dia menoleh ke arah Meila.

Jangan bilang lo yang ngelakuin ini, La ....

Arai membatin, dia membayangkan pertemuan pertamanya. Namun, tak ada yang diingatnya secara persis. Dia selalu bersama Gea. Apapun yang dilalui bersama, di sana ada Gea. Gea salah satu sosok yang terlalu menarik untuk tidak diperhatikan. Sedangkan Meila cenderung tertutup, diam, dan bicara seperlunya. Hanya saja, sekarang dia bekerja di bidang yang sama memungkinkan keduanya lebih sering berinteraksi. Itu pun belum cukup disebut dekat.
Perasaan jenis apa yang dimilikinya kalau begitu? Suka? Sesuka itu sampai dilambangkan infinity? Kalau diingat-ingat, Bang Geo pernah menyebutkan kalau diam-diam Meila menatap dan mengawasinya dari belakang.

Kalaupun iya, kenapa mesti begini? Bertindak sejauh ini.

Arai memindai ruangan ini lebih jeli mungkin, ada hal-hal yang dia lewatkan. Dia berpindah ke sisi lain, di sana penggambaran lubang hitam berpusat pada satu titik yang merupakan tutup sebuah kaleng biskuit. Tutup itu diwarnai gelap menyamarkan wujudnya. Arai membukanya, terdapat ruangan seluas kaleng. Arai merogohnya mendapati sebuah catatan yang digulung menyerupai perkamen tua. Namun, kertas wangi itu memiliki bau yang familier bagi Arai. Aroma yang mengundang sekelebat memori. Percikan itu memicu memori-memori lain membanjiri ingatan Arai.

Di mana tepatnya ....
Tempat di mana air mata bercucuran?
Di mana hati hancur, kehilangan diri sendiri?
Tempat di mana kenangan menyiksa? Dan kesedihan tak terbendung mengalir.
Tempat ini seringkali disinggahi pada malam yang sunyi. Di mana kesepian dan gelap menjadi teman.

Siapa yang duduk di sana, meratapi masa lalu, memikirkan saat-saat yang telah tiada? Aku yang terpukul oleh kehilangan dan menanggung beban yang terlalu berat. Aku mencari penghiburan di dalam kata-kata yang hilang. Dan membiarkan rasa sakit menjadi teman yang paling setia.
Apa yang dapat memulihkan hati yang hancur dan mengembalikan senyum yang telah pudar? Namun cinta dan dukungan yang tulus dari seorang Arvian Arai tak mungkin kudapat.
Fase mengerikan itu datang juga, mengubah cinta menjadi rasa yang tak tertata. Membara, membakar. Aku nggak sanggup menerimanya. Perasaan sebesar itu mana sanggup aku pikul seorang diri?

Ini adalah akhir yang mengawali semuanya ....

Atas kebersamaan yang ada, cinta, luka, dan derita kutinggal bersama cerita.
Dia akan baik-baik saja, obat tidur itu tidak akan membunuhnya~
Dalam hidup, kadang lo harus nyari satu orang dengan perasaan tulus tak terputus, Arai. Itu adalah perasaan gue ke lo, F6.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top