Silent 03: Anomali
Sederhana dalam bentuk, kuat dalam makna. Angka-angka itu akan merangkai sebuah jalan menuju titik akhir. Tambahkan dua, kurangi satu dan perhatikan hasilnya kalau lo udah nemuin jawabannya mulailah berlari.
Itu adalah isi pesan dari amplop cokelat yang dititipkan melalui Meila. Sayangnya, dia tak mendapat informasi apa pun. Menurutnya, benda itu sudah ada di dekat mesin kopi. Sebelum keluar kafe, Arai menyempatkan membuka pesan itu di toilet. Mendapat julukan genius pun tak serta merta membuatnya langsung mengerti apa maksud pesan itu. Ada puzle tak kasatmata di setiap kalimatnya.
Jalan menuju titik akhir? Dia bahkan tidak sedang dalam menjalankan misi apa pun.
Kini di ruangan indekos yang didominasi warna hitam dan putih, Arai duduk di depan meja belajar yang terletak di sudut ruangan. Pesan-pesan dan benda yang dia terima sejak satu April tumpah ruah di meja itu, sticky notes, gantungan kunci, makanan dan minuman yang sengaja tidak dimakan dan membekukannya di freezer mini di sudut ruangan.
Ketidakteraturan itu mengusiknya, buku-buku kuliah yang tadinya berjejer rapi secara vertikal di rak gantung kini sudah berpindah di meja, pensil warna beserta kertas penanda bacaan pun sudah acak-acakan di tempat penyimpanan. Arai mulai mencorat-coret, dia bahkan membuat moodboard. Benda itu cukup berguna, dia menempel berbagai pesan yang diterima, label makanan, dan keychain. Di sampingnya, coretan berbagai warna mencangkup detail-detail yang menurutnya diperlukan. Tinta merah menunjukkan tanggal, biru menunjukkan jumlah item benda, warna hijau adalah perkiraan waktu benda-benda itu diterimanya. Sejak mendapat pesan terakhir, Arai semakin jeli dengan angka-angka.
Selain coretan di moodboard, dia juga membuat salinan sederhana dalam buku saku. Catatan itu berisi tanggal sejak awal dia menerima pesan.
Sticky Notes merah muda bertuliskan #1 Arvian Arai adalah konstanta dalam hidupku.
Keychain Lingkaran merah muda #2 F(6) adalah aku, 8 diputar 45° adalah perasaanku.
Pesan bersama makanan #3: Dalam hidup, kadang lo harus nyari satu orang dengan perasaan tulus tak terputus, Arai. Itu adalah perasaan gue ke lo.
Kesimpulan sementara yang Arai ambil dari dua pesan yang datang di hari yang sama adalah Si Pengirim menargetkan Arai dengan menggambarkan dirinya sebagai konstanta yang berpengaruh dalam kehidupannya.
Kalimat itu terdengar sederhana dan masuk akal, tetapi lagi-lagi hal itu membuat kedua alis Arai seakan nyaris menyatu. Dia justru tak ada gambaran mengenai siapa pengirimnya. Dianggap sebagai konstanta dalam hidup seseorang sangat berlebihan, apalagi dia sebatang kara!
Mustahil dirinya menjadi nilai tetap di kehidupan seseorang selain keluarganya. Kalau dipikir-pikir lagi, Arai juga tidak terlalu banyak berinteraksi sampai menjadikan beberapa orang teman dekat atau semacamnya. Dia tak punya waktu untuk itu. Belajar untuk mempertahankan beasiswa, bekerja paruh waktu untuk menyambung hidupnya, atau mendekam di indekos me-recharge energinya yang habis total selepas bersosialisasi seharian.
"Oke, sementara abaikan konstanta." Arai meraih keychain dan merasakan ada tonjolan samar di gantungan kunci. Embos pada akrilik itu berupa garis putus-putus menjadi ornamen penghias. Jika diperhatikan, pola yang sama terdapat di sticky notes berbentuk lingkaran itu ada semacam garis putus-putus yang sangat mantap penekanannya. Arai menyatukan keduanya, dua pesan itu membentuk infinity seperti logo di pesan beramplop cokelat. Benar kata Meila, ada simbol-simbol dari semua pesan yang diterima.
Perasaan seperti apa yang digambarkan dalam infinity, cinta? Benci? Amarah? Apa pun jenis perasaan itu baru akan diketahui jika Arai mengungkap identitasnya, tetapi siapa?
"F enam apakah F merupakan simbol Fibonacci? Jika iya, apa maksud dari angka itu?" Arai bermonolog, dia menatap langit-langit. "Bisa jadi angka 6 merujuk posisi deret Fibonacci? Jika kita mulai dari 0 maka bilangan Fibonacci ke-6 adalah 8. Infinity ... Arghhh. Sialan!"
Arai menulis angka 6 dan 8 yang bisa berarti apa pun. Dia tak ingin terjebak dalam keisengan seseorang, tampaknya semua memang hanya ulah orang kurang kerjaan! Arai mendorong kursi putar menjauh dari meja, dia mendongak memejamkan mata. Hari pertama dia menerima dua pesan bersamaan. Si pengirim berusaha menunjukkan siapa dirinya. Namun, untuk apa? Lalu ancaman itu apa maksudnya?
Bencana tak terduga ya ....
Berbagai kemungkinan terburuk bermunculan dalam pikiran Arai. Kehilangan adalah hal yang bisa melumpuhkannya, kehilangan beasiswa, kehilangan kepercayaan, kehilangan orang tua ... perlahan-lahan, wajah-wajah orang yang penting baginya muncul memenuhi benaknya. Seketika dia merasakan keringat dingin mengalir dari keningnya, dia tak yakin sanggup mengulang kepedihan itu.
Gerimis mengguyur sisa malam pada hari itu, dia terlelap tanpa membersihkan diri. Paginya, dia terbangun dengan tergesa-gesa. Sesuatu berkelebat cepat dalam ingatannya, ada anomali di hari keenam di mana dia mendapat kiriman yang menurut prediksinya seharusnya tidak menerima apa pun di tanggal itu. Arai tetap mencatatnya, dimulai dengan menulis deret Fibonacci yang kebetulan sesuai dengan tanggal diterimanya kecuali anomali yang terjadi di tanggal enam.
Day: 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13 ....
Sedangkan sekarang sudah tanggal 8. Arai berdebar apa yang akan dia terima hari ini. Sekali lagi dia membaca pesan itu, seperti sebuah permulaan. Dia mencelus menyadari adanya kejanggalan. Dia akan menanyakan di sebelah mana surat itu tergeletak dan sejak kapan. Sebelum dia lupa, dia melingkari salah satu angka. Hanya saja, deretan angka yang ditulis sangat familier. Arai bangkit mengambil ponsel, bukan untuk menghubungi Meila melainkan mengecek riwayat transaksi DoPay. Gigi Arai gemeretak, dia mengerti mengapa merasa ada yang janggal sejak awal, nominalnya. Semua ini disabotase seseorang!
Lantas apa tujuan pelakunya? Siapa orang itu.
Arai kurang nyaman berbicara melalui sambungan telepon. Dia bahkan nyaris tak memakai fitur itu selagi bisa memakai pesan teks. Namun, dia menelepon Meila tanpa berpikir panjang. Terdengar nada hubung di seberang dan terputus begitu saja. Argh! Arai nyaris frustrasi.
"Sori, Rai. Gue baru mandi. Ada apa telpon pagi-pagi, tumben banget."
"Itu, La ... gue mau tanya ke lo soal amplop cokelat kemarin yang lo kasih ke gue, inget nggak?"
Arai menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Hm, ya. Gimana, Rai?"
"Jadi gini, gue mau mastiin sesuatu." Arai menggigiti bibirnya, dia mengecek jam tangan di tangan. Refleksnya ketika gelisah. Ada jeda beberapa saat sebelum melanjutkan. "La, lo bilang amplop itu udah ada di deket mesin kopi ya? Itu kira-kira jam berapa ya?"
"Jam berapa, ya Rai gue juga nggak tahu. Ada masalah, ya?"
"Nggak, nggak kok cuma mastiin aja. Soalnya itu amplop udah berdebu dan kayaknya sempet jatuh, jadi penasaran juga apa sebenarnya amplop itu udah lama apa belum."
"Kalo soal itu aku nggak tau Rai. Bang Geo kasih amplop itu ke gue. Gue liat sendiri pas Bang Geo lewat sana, liat amplop terus mengambilnya. Setelah baca, dia minta gue kasih ke lo. Mungkin sempet jatuh ke kolong dan Bang Geo ambilin atau gimana aku nggak tau."
"Ah, gitu ya, La."
"Sori, ya Rai. Nggak bisa bantu. Gue lagi siap-siap nih hari ini ada kuliah pagi."
"Ah, iya bener. Thanks infonya ya, La."
"Kalo mau ntar gue tanyain ke Bang Geo apa kertas itu sempet jatuh ke kolong apa nggak. Bisa jadi kalo jatuh ke kolong baru ketemu artinya pesannya udah lama, kan? Siapa tahu itu termasuk jenis pesan penting yang terbatas waktu. Kan sayang banget."
"Ya udah, La. Gue juga mau ngampus hari ini."
"Sampai ketemu di kelas."
Gimana kalo pesan terakhir itu adalah permulaan dari pesan-pesan sebelumnya?
Sederhana dalam bentuk, kuat dalam makna. Angka-angka itu akan merangkai sebuah jalan menuju titik akhir. Tambahkan dua, kurangi satu dan perhatikan hasilnya kalau lo udah nemuin jawabannya mulailah berlari.
Masuk akal bukan? Berlari merupakan metafora dari bergerak, memulai. Baru menentukan langkah selanjutnya. Hanya saja, bilangan berapa yang ditambah dua dikurangi satu?
===>.<===
Silent Paradox
===>.<===
-AhyaBee-
22.04.24
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top