dua puluh dua

Hali dan Lian memperhatikan saat perlahan kepala Hema mengangguk.
"Aku tahu. Kau Lian Alfa dan dia Hali Alfa" katanya gugup.
"Paman Rizal bekerja dengan kalian. Kalian dulu juga pernah menolongku" tambahnya.

Lian yang tak kuasa menahan diri, langsung membungkuk menarik Hema dalam pelukannya yang erat.
Sejenak Hema terlena oleh kehangatan dan kenyamanan pelukan Lian tapi seketika dia sadar dia sudah menikah dan tidak pantas rasanya memeluk laki-laki lain, dengan enggan Hema berusaha melepaskan dirinya.

"Lepaskan aku. Jangan kurang ajar!
Kalau Varun melihat ini dia bisa salah paham." lirih Hema merasa terluka saat Lian melepas pelukannya hingga matanya jadi basah.

Lian terdiam, bagai patung menatap Hema yang menahan tangis.
Hali berlutut, menggengam tangan Hema, matanya basah suaranya bergetar saat bicara.
"Hema. Apa kau tidak ingat pada kami.?" tanyanya yang mulai membaca situasi.

Hema tak kuasa menarik jemarinya, genggaman Hali membuat hatinya yang selalu gelisah merasa damai.
Airmatanya menetes.
"Aku tahu siapa kalian. Kalian para Alfa yang terkenal. Kalian dulu pernah menolongku."
Hema malu saat dia mulai terisak tanpa sebab.

"Ya tuhan." erang Lian menarik rambutnya yang sebahu dan berwarna pirang pasir.
Reflek memeluk kepala Hema ke perutnya saat melihat airmata wanita yang begitu dicintainya lebih dari apapun.
Hema sendiri membiarkan hal tersebut, tangisnya semakin menjadi-jadi, tubuhnya terguncang.
Dia tidak mengerti ada apa dengan dirinya sendiri tapi perasaan itu sangat terasa meski Hema tidak tahu apa namanya.

Hali masih berlutut, menggengam kedua tangan Hema yang dingin dan kurus.
Matanya tertuju ke perut Hema yang sedikit menonjol dibalik bajunya yang longgar.
Rambut Hema tidak lagi panjang tapi hanya sebahu, dan itu tidak mengurangi kecantikan Hema, hanya akan mengurangi kesenangan para Alfa untuk membelai rambut panjang Hema.

Saat tangis Hema mulai mereda, lian merapikan rambut Hema yang berantakan. Matanya bertemu dengan mata Hali yang sama terlihat basah.
"Hema" panggil Lian pelan, duduk disebalah Hema yang terlihat serba salah dan mencoba merapikan rambut serta memghapus airmatanya yang membasahi pipi.
"Ayo ikut dengan kami. Kita temui Rizal dan Yosa serta Desi."

Hema masih sangat malu, dia berusaha bergeser menjauh dari Lian dan menarik tangannya yang masih Hali genggam.
"Tidak" jawab Hema kesal pada dirinya yang lemah dan tak berdaya di depan para Alfa.
"Mereka ada di bawah. Kalian bisa menemuinya sendiri." tambahnya mencoba tegas.

"Sayangku" lirih Lian.
"Aku mohon ikutlah dengan kami. Aku ingin kau mendengar apa yang sudah terjadi sebenarnya. Tidakkah hatimu menginginkannya" bujuk Lian menggetarkan hati Hema yang tidak setia.

"Jangan memanggilku sayang. Aku sudah punya suami dan tengah hamil. Jangan mencoba merusak hidupku" paraunya dengan mata berkaca-kaca.

"Dengan Varun?" tanya Hali pelan.

Sangat berat rasanya bagi Hema untuk mengiyakan dan mengangguk.

Hali tersenyum sinis.
"Jadi ini adalah anaknya?" tanyanya lagi meletakan tapak tangannya diatas perut Hema.
Seketika Hema terlonjak, mengerang dan nyaris jatuh ke atas kasur jika Lian tidak menahan pinggangnya dengan melingkarkan lengannya di sana.
Hema terasa terbakar, napasnya terengah dia mengigit bibirnya dan dengan suara lirih memohon.
"Jangan menyentuhku." isaknya.
"Kalian berdua jangan menyentuhku"

Hali dan Lian tersenyum, seolah senang melihat derita Hema.
Hema menjatuhkan punggungnya ke kasur, berbaring miring membelakangi Hali.
Dia mulai menangis.
"Sebenarnya apa yang kalian inginkan.?" tanyanya nyaris tak terdengar saat pikirannya mengingat bagaimana Varun dan Desi mengaitkannya dengan para Alfa.

Lian menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Hema.
Wajah Tampannya membuat Hema tak sanggup mengalihkan pandangan.
"Jangan menyentuhku" pinta Hema mengiba hingga Lian langsung menarik tangannya yang menyentuh leher Hema.

Hali tersenyum, menarik perhatian Hema.
Pria tersebut sangat terkenal, batin Hema yang melayang-layang.
"Sayang.. Aku mohon. Kami tidak akan memungkin menyakitimu. Kami lebih baik mati jika sampai melakukan itu" bujuk Hali padanya.

Secara naluri Hema tahu kalau kedua pria ini tidak akan menyakitinya, dia bisa merasakan betapa lembut dan hati-hati nya mereka berdua memperlakukannya.
"Aku tahu kalian tidak akan menyakitiku" jawabnya sendu.
"Tapi aku tidak suka dengan apa yang kalian perbuat ini"

Hema takut bahwa dia dan para Alfa memiliki hubungan terlarang yang membuat hubungan dan Varun tidak baik. Mungkin inilah yang dimaksud Varun saat mengaitkan namanya dan para Alfa.
Hema merasa malu dan kesal kalau benar dia sebinal dan sejahat itu sudah mengkhianati pernikahannya dan Varun.
Tidak salahlah perasaan dan hubungannya dan Varun terasa hambar.
"Aku tidak mau merusak hubunganku dan Varun. Kalian tidak ada hubungannya denganku"

Kening Hali dan Lian berkerut.
Mereka melirik satu sama lain untuk sejenak.
"Hema" panggil Hali.
"Asal kau ikut dengan kami, aku jamin semuanya akan baik-baik saja. Varun atau siapapun tidak asa hubungannya dengan ini. Dia tidak akan bisa menyakitimu"

Hema menepis tangan Hali yang kembali menyentuh perutnya, dia mendorong Lian lalu melompat berdiri.
"Varun tidak pernah menyakitiku. Tapi jika kalian terus disini kalian yang akan menyakitiku. Pergilah" bentaknya.

Hali dan Lian perlahan berdiri, mereka bergerak setenang mungkin agar Hema tidak merasa terancam.
Mereka cemas melihat Hema yang terlihat emosional.
Mata Lian fokus pada perut Hema yang sudah terlihat membulat.

"Tidak mungkin kami akan menyakitimu." tegas Lian.
"Apa kau lupa dengan semuanya. Apa kau benar-benar sudah melupakan hubungan kita?"

Napas Hema menderu, prasangkanya ternyata benar. Dia punya hubungan dengan para Alfa dan orang itu ternyata Lian.
Hema mencoba pemompa dirinya agar bisa mengingat apa sebenarnya hubungan mereka dan seperti biasa saat dia mencoba mengingat apa yang hilang darinya, rasa sakit langsung menusuknya.
Hema terpekik jatuh berlutut ke lantai sambil memegang kepalanya.

Hali dan Lian langsung mengejar.
Hali memeluk Hema yang berontak lemah minta dilepaskan sedang Lian langsung memeriksa apa yang salah dengan Hema.
"Hema.. Sayangku" lirih Hali merasa putus Asa melihat Hema yang kesakitan sedangka dia tidak bisa berbuat apapun.

"Lepaskan aku! " jerit Hema diantara rasa sakitnya yang tak tertahankan membuat sekujur tubuhnya seperti akan meledak.
"Jangan sentuh aku" teriaknya nyaris kehilangan kesadaran.

Hali mengangkat Hema, membaringkan diatas kasur.
Lian menekan kepala Hema mencoba menemukan sumber rasa sakit Hema.
"Tinggalkan aku" usir Hema saat rasa sakitnya mulai berkurang.
"Jangan pedulikan aku"

"Tidak mungkin kami tidak peduli padamu. Kami juga tidak akan meninggalkanmu." desah Lian lembut.
"Coba lah ingat kembali hubungan yang kita miliki" bujuknya yang tidak tahu setiap kali Hema mencoba mengingat maka dia akan kesakitan.

Hema menggeleng.
"Aku tidak mau mengingatnya. Aku tidak peduli." jerit Hema saat rasa sakit kembali menguat.
"Aku istri Varun. Aku akan belajar menerimanya. Apapun hubunga kita dulu, sudah tidak penting. Aku hanya mau mencoba memulai dan memperbaiki semuanya" tegas Hema yang makin mempercayai kesimpulan yang dibuat nya tadi.

"Kau bukan istri Varun!" bentak Lian kesal mendengar Hema menyebut dirinya istri pria lain.

"Kau tidak punya hubungan apapun dengannya. Dia bukan siapa-siapamu!" desis Hali dengan tangan terkepal, membayangkan dia merobek mulut Varun yang sudah membuat Hema melupakan para Alfa dan memganggap Varun sebagai suaminya.

Hema terdiam, wajahnya perlahan memerah.
"Beraninya kalian datang kesini, lalu bicara sesuka hati kalian." dia juga ikut marah.
"Aku akan menghubungi Varun. Aku akan melaporkan kalian ke polisi" ancamnya.

Saat kedua Alfa tersebut diam saja dan terlihat tidak takut, Hema benar-benar marah.
"Baik kalian lihat saja. Jangan pikir aku hanya mengancam. Aku akan. Menyuruh paman Rizal menghubungi Varun"
Semua rasa sakit dikepala Hema hilang seketika akibat kekesalannya pada para Alfa.

Hali dan Lian mengangkat bahu, tersenyum meremehkan.
"Kenapa bukan kau saja yang langsung menghubunginya?" ledek Lian.

"Aku tidak punya Hp." jawab Hema yang masih kesal.

"Kenapa Varun tidak memberikan satu untukmu, bukankah dia kaya?" tambah Hali makin memancing amarah Hema.

"Aku baru saja mengalami kecelakan, kepalaku bermasalah jadia tidak baik memegang Hp. Karena itu dia melarangku menggunakan Hp" bentak Hema mencoba menjelaskan situasinya pada kedua Alfa ini.
Hanya dua Alfa, bagiamana kalau tiga.

Keduanya tersenyum, masih terlihat meremehkan.
"Oh begitu tapi aku kok tidak percaya" pancing Hali lagi.
"Tapi sudahlah. Kalau kau ingin menemui Rizal, dia ada di bawah. Ayo kami temani"

Hema langsung melompat turun dari ranjang, bergegas keluar untuk mencari keberadaan paman Rizal dan Desi dengan kedua Alfa yang mengikutinya dengan santai.
Hema yang sedang kesal tidak sadar sudah masuk dengan sukarela dalam jebakan Hali dan Lian yang tidak bersusah payah meyakinkan nya untuk turun menemui Rizal yang akan membuka mulutnya dihadapan para Alfa yang ditakutinya.

******************************
(02122020) PYK.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top