One
Ini karya terbaru saya, yang tak mungkin saya gabung dilapak sebelah, mengingat kontenya yang tak lazim dan dipandang taboo oleh sebagian besar orang.
Saya buat akun ini agar cerita yang dilapak sebelah dapat terjaga dan tak hilang tiba-tiba, akibat kerjaan manusia alay yang tak pernah dianggap didunia nyata tapi berusaha keras agar mendapat pengakuan didunia wattpad.
Cerita ini hanya imajinasi, jadi kalau kalian komen hanya untuk mengungkapkan atau menjabarkan sesuatu menurut logika, lebih baik tidak usah.
Namanya aja imajinasi saya. Jadi tak ada yang tak mungkin dalam imajinasi saya.
Kalau tak suka, tinggalkan saja cerita ini demi kenyamanan kita bersama. Jangan jadi manusia nyinyir yang hanya pandainya menambah musuh dan menebar kebencian saja.
Cukup membenci dalam hatimu saja, jangan digerakan jemarimu hanya untuk menyusahkan orang lain.
Dan satu hal lagi yang ingin saya tegaskan, cerita di lapak ini hanyalah sampingan atau iseng-iseng jika saya ada waktu untuk menyelesaikannya. Semua tergantung pada mood saya saja. Jadi takkan ada next atau bab selanjutnya selama saya tak berminat untuk mengetik dan menyalurkan imajinasi saya yang absurd ini.
Ok, sekian ceramah dari saya.
Silahkan membaca
Jangan lupa vote dan coment nya.
Kemungkinan untuk bab selanjutnya akan saya private. Jadi silahkan follow dulu. Habis baca, mau unfollow silahkan saja.
******************
Hema adalah satu-satunya siswa dikelas ini yang takkan mengikuti kegiatan darmawisata yang diadakan sekolah untuk menyambut tahun baru.
Meski begitu tak ada satupun diantara teman-teman sekelas Hema yang bertanya atau membujuknya untuk ikut.
Sedangkan Hema hanya bisa tersenyum melihat kegembiraan diwajah teman sekelasnya, baik pria maupun Wanita terlihat sibuk merencanakan apa yang akan dibawa nanti untuk mempersiapkan pesta didepan api unggun.
Dan Hema tahu diri bahwa dia takkan pernah menikmati hal-hal seperti itu. Diijinkan sekolahpun sudah syukur.
semua orang sudah terbiasa dengan Ketidak hadiran Hema diantara mereka, kecuali saat jam sekolah. Bahkan Hema juga tak pernah ikut pelajaran kelompok, meski begitu tak ada satupun guru yang akan berani memarahi Hema. Bahkan saat sebagian waktu belajar yang Hema habiskan dengan tidurpun takkan mendapat teguran dari siapapun.
Bagaimana mau marah jika ketiga sepupu Yang menjadi Wali Hema adalah pemilik dari yayasan, bisa dipecat para guru tersebut jika Hema mengadu pada salah satu sepupunya.
Meski pada kenyataannya Hema itu tak sombong atau manja, tapi entah kenapa dimata setiap Orang Hema selalu terlihat lemah dan tak bertenaga dan sebaiknya dijauhi.
untuk makan siangpun Hema tak bergabung dengan yang lain. ada pelayan yang khusus mengantarkan makan siang untuk Hema hingga ke kelas, hidangannya pun adalah hidangan bintang lima. Jadi kadang orang yang melihat Hema selalu merasa heran kalau Hema diperlakukan bagai kaca yang rapuh kenapa Hema selalu terlihat letih dan mengantuk, bahkan
Hema diantar dan dijemput dan sampai kedalam perkarangan sekolah. Setahu mereka Hema juga tidak sakit-sakitan.
Pokoknya Hema itu seperti princes dan membuat iri para perempuan yang menganggap bahwa hanya nasib baik yang membuat Hema yang yatim piatu bisa diperlakukan seperti tuan putri.
Semua orang juga tahu kalau Hema yatim piatu saat berumur enam belas tahun dan tak lama setelahnya, Hema pindah ke rumah sepupunya. Meski tak ada yang tahu pertalian apa yang menghubungkan Hema dengan para pria dari keluarga Alfa tersebut.
Para pria yang mereka simpulkan sendiri sebagai sepupu Hema, yang juga tak pernah dibantah Hema dan hal tersebut yang secara tak langsung memperkuat opini mereka.
Hema juga sadar, banyak diatara teman perempuannya yang mau bicara atau sok dekat padanya hanya karena pria yang mereka anggap sebagai sepupu Hema.
Para pria yang Hema maksud adalah,
Anak sulung keluarga Alfa yang bernama Raha. Pemimpin tertinggi dalam semua bisnis keluarga Alfa dan berumur tiga puluh tahun. Terkenal dingin, kejam dan perfeksionis.
Dan anak tengah atau kedua dalam keluarga Alfa yang bernama Hali. Berumur dua puluh enam tahun seorang aktor dan sutradara terkenal. Terkenal karena sifat ramah dan murah hatinya.
Lalu takkan ada yang bisa melupakan kehadiran sibungsu yang bernama Lian. Berumur dua puluh dua tahun dan salah satu mahasiswa disalah satu perguruan tinggi Swasta yang tentu saja dimiliki oleh keluarga Alfa. kadang Hema bertanya-tanya, apasih yang tak dimiliki oleh keluarga Alfa. Lian itu Terkenal karena gayanya yang urakan ataupun sikap ugal-ugalannya yang membuat para cewek histeris saat melihatnya.
Mereka bertiga sama-sama rupawan dan yang jelas pastinya kaya Raya Satu hal dari ketiganya yang begitu punya kesamaan dimata Hema, pasti membuat para wanita langsung tertarik untuk mendekat.
Perasaan kesal lah yang akan dirasakan Hema jika hal itu terjadi dan itu terjadi hampir setiap malam. Saat mereka bertiga yang selalu ditemani Hema, makan malam diluar.
Hema karena satu-satunya perempuan selalu dianggap sebagai adik oleh para perempuan yang menginginkan atau tertarik pada salah satu diantara ketiga pria tersebut.
Para perempuan tersebut tak pernah mengacuhkan kehadiran Hema atau hanya sekedar berbasa-basi dan bermulut manis padanya untuk mencari muka pada gebetan mereka.
Meski sudah terbiasa dengan apa yang terjadi, tapi tak urung Hema tetap saja kecewa melihat Raha, Hali ataupun Lian melayani para perempuan tersebut. Hema tak menutup mata pada kemungkinan bahwa mereka melanjutkan pertemuan ditempat lain. Membayangkan hal tersebut membuat dada Hema sakit.
Coba Hema tanya, perempuan mana yang tak sakit hati jika suaminya bermanis-manis dengan perempuan lain didepan mata sendiri?
Suami. Ya.. Mereka suami Hema.
Yang mana?
Ketiganya, Raha, Hali, dan lian.
Mereka bertiga terikat dalam pernikahan gila dengan Hema. Hema menikah dengan mereka semua satu persatu, lengkap dengan surat nikah masingmasing satu untuk setiap suami. Kenapa bisa begitu?
tanyakan saja pada suami Hema yang tajir melintir, dan yang akan menjawab bahwa uang dapat membeli segalanya.
Termasuk paman Hema yang tamak, yang tega menjual Hema pada ketiga pria keluarga Alfa ini.
Bagaimana Hema bisa menikahi ketiga pria bersaudara itu, begini awalnya.
Ayah Hema sakit tapi Hema yang masih enam belas tahun, tak bisa mengumpulkan uang untuk membawanya berobat ke dokter, padahal Hema sudah berhenti sekolah dan melupakan beasiswa untuk masuk ke SMA. Sayangnya uang yang Hema kumpulkan dari berjualan pical didepan rumahnya, tidak lah banyak. Apalagi mereka terancam diusir jika Hema tak membayar kontrakan.
Hema tak punya tempat bersandar atau saudara yang bisa dijadikan tempat mengadu. Satu-satunya yang dipunyai Hema selain ayahnya adalah adik Ayahnya, paman Rizal yang pelit dan kikir.
Tapi pada akhirnya Hema harus menemui pamannya, saat Ayahnya muntah darah dan harus segera mendapat perawatan. MenggunKan uang yang seadanya, Hema naik taksi karena hujan badai.
Sayangnya paman Rizal tak ada dirumah dan hanya ada bibi Yosa, yang sama sekali tak menawarkan agar Hema masuk ke rumah agar tak basah oleh hujan yang bertiup kencang.
Putus asa karena tak bisa melakukan hal lain lagi, Hema berlari ke gedung tempat paman Rizal bekerja sebagai OB. Hema berlari menembus hujan, tak perduli bajunya sudah melekat pada tubuhnya yang cukup padat.
Tentu saja dengan tubuh basah kuyup dan air yang menetes dari tubuhnya, Hema tak diizinkan masuk oleh dua orang security bertubuh sebesar gorila.
Hema memohon dan menangis tapi hasilnya sia-sia saja. Pada akhirnya Hema meminta agar pamannya lah yang diminta menemuinya diluar.
Mungkin karena kasihan akhirnya penjaga tersebut menginformasikan nama Hema yang mencari pamannya Rizal.
Paman Rizal memang keluar tapi setelah Hema menunggu sejam lebih dengan tubuh yang gemetar karena kedinginan.
"Kenapa mencariku" bentak paman Rizal saat menemui Hema.
Hema tak menghiraukan wajah merah pamannya atau bentakkannya.
"Ayah sakit.. "
Belum selesai Hema bicara, paman Rizal sudah memotongnya terlebih dulu.
"Ayahmu itu memang sakit-sakitan jadi aku tidak kaget, yang bikin heran, kapan matinya sih?" ucapan tak berperasaan paman Rizal juga bukan yang pertama kali Hema dengar atau mungkin takkan pernah menjadi yang terakhir kalinya.
"Karena itu aku mau pinjam uang paman untuk beli obat yang tak ditanggung BPJS" ucap Hema yang tak ambil pusing dengan wajah benci pamannya.
"Aku tidak punya uang, aku baru saja membayar uang semester Desi" potong paman Rizal.
Hema terdiam. Pamannya jelas-jelas berbohong. Setahu Hema, Desi tak pernah meminta uang dari paman Rizal. Bahkan paman Rizal lah yang meminta uang pada Desi yang cantik dan selalu naik mobil bersama pacar-pacar nya yang kaya.
"Pasti kuganti paman, Hema mohon" isak Hema yang tak habis pikir kenapa hati paman Rizal sebeku ini.
"Kau mau ganti pakai Apa, kapan atau mau jual tubuh dulu baru dapat uang" desis pamannya yang makin mendekat dan membuat HEMA mulai menuruni tangga gedung dan melewati teras. Selangkah lagi maka Hema akan kembali terkena guyuran hujan.
"Seharusnya mencontoh Desi, lihat bagaimana dia membalas jasa orang tua yang sudah membesarkannya" bentak paman Rizal. Hema melihat dua orang security tadi yang berdiri ditangga teratas dan terlihat tak senang dengan cara paman Rizal memperlakukannya.
"Paman tolonglah" pinta Hema yang seolah menjadikan pamannya sebagai tali terakhir penyelamat hidup ayahnya.
"Bagaimana jika aku meminta Desi mengenalkanmu pada teman-teman prianya yang tajir" ungkap paman Rizal.
Hema kaget, paman Rizal naif atau bodoh. Diantara pria-pria yang menjemput dan mengantar Desi pulang, tak ada satupun yang menjadi teman Desi, kecuali saat mereka butuh Desi untuk ditiduri.
Kalau paman Rizal menyuruhnya bergaul dengan Desi, sama saja itu artinya paman Rizal menjadi Hema wanita panggilan, sebagai mana propesi Desi sekarang.
"Tidak" bentak Hema.
"Desi rusak, dan aku tak mau ikut rusak" ucap Hem yang sakit hati.
Wajah paman Rizal makin merah. Di dorongnya bahu Hema hingga Hema mundur dan terkena guyuran hujan yang semakin deras.
"Kalau begitu jangan menemui kami yang rusak ini lagi. Atau kalau tidak aku akan menjuamu ke rumh bordil karen sudah berani menghina Putri kebanggaanku"
Hema tahu siapa paman Rizal. Pamannya yang bejat itu tak pernah main-main dengan ancamannya. Ketakutan Hema berbalik dan berlari menembus hujan yang nyaris seperti badai.
Lalu lampu mobil menerangi mata Hema yang nyaris menghantam mobil jika sang sopir tak menginjak remnya kuat.
Hema membeku ditengah guyuran hujan. Tak sanggup beranjak ataupun berteriak saat mobil royce tersebut berbunyi.
Tak lama pintu penumpang terbuka, yang Hema dapat lihat hanyalah kalau pria itu tinggi dan berambut hitam tebal dengan bahu yang lebar.
Pria tersebut tak perduli pada hujan yang mengguyurnya dan membuka jasnya untuk diletak diatas kepala Hema dengan tujuan agar hema tak lagi diserang oleh air hujan. Sementara pria itu sendiri sudah basah kuyup.
Dari pintu disisi sopir keluar laki-laki paruh baya yang bergaya ala pelayan Ratu elizabeth. Membuka payung dan langsung memayungi si pria.
Tak lama, kedua security berbadan gorila tersebut juga menghampiri mereka dengan membawa payung masing-masing.
"Albert, suruh Hali dan Lian datang menemuiku sekarang juga" suara dalam miliki si pria yang wajahnya tak berani dipandang Hema, membuat Hema merinding.
Bagai kerbau yang ditusuk hidungnya, Hema berjalan dan mengikuti pria yang mendorong punggung Hema agar berjalan kemana yang diarahkannya.
Saat melewati paman Rizal, Hema melihat wajah pucat si paman yang segera menunduk hormat pada pria disbelah Hema.
Hema dan si pria, memasuki lift yang isinya hanya mereka berdua, yang meluncur ke atas dalam kesunyian.
Perempuan yang Hema yakini sebagai sekretaris pria tersebut langsung terlonjak saat melihat kehadiran mereka yang baru keluar dari lift.
"Pagi pak Raha" sapanya dengan kepatuhan seperti budak.
Hema tak sempat untuk tersenyum pada perempuan tersebut karena dia didorong terus masuk kedalam ruangan yang pintunya persis disamping meja kerja si sekretaris.
Sebelum menutup pintu pria tinggi itu memberi kode agar si sekretaris mendekat
"Carikan pakaian ganti untuk dia, luar dan dalam" ucapnya tanpa canggung, tapi Hema yang mendengarnya jadi bersemu, hal yang tak luput dari tatapan tajam pria tersebut.
Pintu tertutup dan pria yang dipanggil Raha tersebut, langsung menuju pintu yang terdapat disebelah mejanya. Tak lama Raha kembali dengan pakaian yang sudah diganti. RAHA duduk setelah menyampirkan jasnya dan mempertontonkan dadanya yang ditempeli kemeja ketat dengan dasar sutra mahal.
Raha memberi kode pada HEMA agar duduk dihadapannya. Hema yang bagai terhipnotis langsung melangkah dan duduk diseberang Raha.
"Siapa namamu?" tanya Raha yang menusuk tajam jantung Hema menggunakan tatapan matanya.
"Hema" jawab Hema serak.
"Umur?" tanya Raha lagi
Meski bingung dengan pertanyaan Raha, Hema akhirnya menjawab juga.
"Enam belas" jawab Hema.
Mendengar jawaban Hema, Raha mengamati wajah dan tubuh montok Hema. Hema tahu wajahnya tidak terlihat imut-imut lagi karena pedihnya perjuangan hidup yang Hema jalani.
"Tujuanmu datang kesini?" Hema tahu pertanyaan tersebut tak harus dijawabnya. Tapi Hema masih tetap patuh dan menjawab semua pertanyaan Raha.
"Saya harus menemui paman Rizal" bisik Hema yang kembali sedih mengingat perlakuan paman Rizal tadi.
"Kenapa?" ini sudah melanggar etika, tapi lagi-lagi Hema yang selalu tak percaya diri merasa harus menjawab semua pertanyaan pria didepannya ini.
Tapi herannya, saat Hema membuka mulut. Hema bagai dihipnotis dan semuanya meluncur dari mulutnya.
Mulai dari ayahnya yang sakit, Hema yang harus putus sekolah karena harus mencari uang untuk makan dan berobat ayahnya atau bagaiamana paman Rizal menolak memberi Hema pinjaman, padahal Hema sangat membutuhkannya.
Yang Hema sukai dari pria didepannya ini adalah, bahwa dia mendengarkan Hema dengan serius tanpa sekalipun mengangap remeh kata-kata Hema, seperti yang biasa dilakukan orang lain padanya.
Selesai Hema bicara, terdengar pintu di buka begitu saja tanpa meminta izin pada penghuni ruangan.
Otomatis Hema mengintip dari balik bahunya.
Dua pria yang tak kalah tinggi dan bahu yang sama lebarnya dengan Raha, masuk dan langsung mendekat ke arah Hema dan RAHA.
keduanya menatap Hema dengan tajam. Membuat Hema menunduk antara takut dan malu.
"Ini adikku Hali dan Lian" tunjuk Raha pertama kali terarah pada pria tampan yang senyum tipis tak lepas dari bibirnya. Tapi tunggu dulu, rasanya Hema kenal pria ini.
Ah ya, Hem ingat. Dia adalah Hali Alfa, Bintang terkenal yang sudah banyak memerankan film Cinta romantis dan sempat menjadi idola Hema sebelum Hema kehilangan semua mimpinya.
Hema terpaku saat Hali menyodorkan tangan untuk disalami, dengan jari gemetar Hema menyambut uluran tangan Hali.
"Siapa namamu?" tanya Hali dengan suara seraknya yang membuat para cewek klepek-klepek. padahal wajah tampan dengan rambut coklat bergelombangnya saja sudah pasti membuat perempuan terpana. Belum lagi kulit Hali yang sama persis dengan kulit Raha dan Lian, sewarna madu.
"Hema" Hema Akhirnya mengeluarkan suaranga yang terdengar parau saat menjawab pertanyaan Hali.
"Aku suka namamu" jawab pria disebelah Hali yang berambut ikal sebahu dan diikat karet gelang. Dan tadi diperkenalkan sebagai Lian oleh Raha. Lian berambut sewarna pasir dan memakai anting berlian yang ditusuk ketelinga kirinya. Dibandingkan kedua saudaranya, Lian terlihat sedikit cuek dengan penampilannya yang hanya berpakaian jeans dan kaos dibandingkan jas atau kemeja seperti kedua saudaranya.
Mata Hema menatap mata Lian yang menyorotkan kenakalan.
Jujur saja, diapit oleh ketiga pria ini membuat lutut Hema jadi lemas. Dan bukan rasa dingin yang membuat Hema gemetar.
Sekali lagi pintu diketuk dan saat Raha menekan tombol, pintu terbuka sendiri. Sekretaris tersebut masuk dengan wajah yang merah padam dan rambut serta baju yang kusut.
Dan lebih sering melirik Lian dari pada mereka semua.
Raha terlihat melihat pada Lian dengan tajam dan Hali mendengus. Sedang Lian hanya mengangkat bahu.
Sekretaris Raha yang bernama Tiara tersebut memberikan kantong kertas ditangannya pada Hema dan keluar setelah menggesekkan bahunya ke dada Lian dengan gerakan seolah tak sengaja, sayangnya Hema lihat kalau Lian tak perduli sama sekali.
"Ganti pakaianmu didalam" perintah Raha pada Hema yang tahu kalau Lian menyuruhnya masuk keruangan dimana Raha berganti pakaian tadi.
Hema langsung terburu-buru menuju ruangan tersebut dengan tiga pasang mata yang menusuk punggungnya.
Posisi mereka belum berubah setelah Hema kembali dengan pakaian baru yang kering dan pakaiannya yang basah didalam kantong kertas. Semuanya pas untuk Hema tapi Sayangnya, sekretaris Raha membeli ukuran bra yang lebih besar dari seharusnya. Meski tubuh Hema padat, tapi payudaranya tak sebesar itu.
"Pulanglah, albert akan menunggumu dibawah. Dan aku akan bicara pada pamanmu. Aku jamin masalahmu akan teratasi. " perintah Raha yang kebaikannya untuk ikut campur masalah Hema terasa aneh bagi Hema.
Meski begitu, Hema tetap mengangguk dan permisi pada mereka bertiga. Yang masih tak bersuara saat Hema menutup pintu dibelakangnya.
Tak Ada tiara dimejanya, jadi Hema tak perlu berbasa-basi hingga dia bisa langsung pergi menemui sang ayah yang terbaring tak berdaya diatas ranjang, dalam ruangan sal rumah sakit.
Meski baru mengenal Raha, Hema yakin kalau Raha takkan mengecewakannya. Seolah Raha memang datang untuk jadi dewa pelindungnya. Begitu juga dengan kedua adik Raha yang meski tak sampai lima menit ditemuin Hema, tapi terasa bahwa mereka akan selalu siap menolongnya. Hema tertawa sendiri dengan pikiran gilanya.
Mana mungkin ketiga pria sempurna itu mau meluangkan waktu mereka yang berharga untuk Hema, yang masih gadis ingusan ini?
********************
(09102017) pyk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top