22

Hema meluruskan tubuhnya, merasa perlu mengetahui apa yang sudah terjadi saat dia memilih memejamkan matanya tadi.

Begitu berdiri tegak, Hema dapat melihat tangan Lian yang mencengkeram pergelangan tangan Samantha dengan begitu kuat hingga gemetar.

"Jangan coba-coba menyentuhnya" desis Lian yang langsung membuat Nyali Samantha surut.
"Sedikit saja Hema tersakiti, bukan hanya kau, bahkan keluargamu juga akan menanggung akibatnya"

Samantha menggeleng tak percaya, dokter Lian,  dokter Lian yang cuek dan begitu baik, bisa menyadari dan mengancamnya. Dan Samantha tahu kalau ancaman tersebut bukanlah Ancaman kosong.

"Lepaskan" isak Samantha sambil menarik Lengannya, namun Lian sama sekali tak mengurangi tekanan di pergelangan Samantha. Bahkan Samantha dapat merasakan kalau darah di telapak tangan dan jemarinya tak lagi mengalir.

"Apa kau mengerti apa yang akhirnya kukatakan"kata Lian dengan rahang terkatup. Isakan Samantha makin kuat, dulu ada gosip yang mengatakan kalau dokter Lian itu berandalan dan dijuluki setan jalanan, namun Samantha sama sekali tak mempercayainya. Mana mungkin wajah rupawan dan keluarga terpandang seperti itu, bisa atau mau jadi ketua berandalan.
Dan seolah ditampar oleh kenyataan, Samantha merasakan kalau dia tak mungkin tak mempercayai gosip itu.

"Dia yang memulainya. Kalau dia tak memancingnya, tak mungkin aku akan memukulnya" teriak Samantha.
Besarnya jeritan Samantha, membuat Hema yakin kalau ruangan ini sebentar lagi akan dipenuhi guru dan murid yang belum meninggalkan sekolah.

Lian mendengus dan mendelik pada Samantha.
"Tak perduli dia salah atau bahkan membuatmu cacat dan mati. Tetap takkan kubiarkan siapapun menyakitinya" bisik Lian persis didepan wajah Samantha, sementara tapak tangannya merayap ke leher Samantha dan mulai mencengkeram dengan kuat hingga mata Samantha melotot. Jeritan Samantha bahkan sudah tak bersuara.

"Sudah Lian hentikan" pinta Hema yang mulai ketakutan kalau Samantha bisa mati.

Lian seolah tak mendengar Hema. Hema menarik tangan Lian yang mencekik leher Samantha, padahal Punggung tangan Lian penuh cakaran dari samantha yang berusaha melepaskan diri, namun Lian seolah mati rasa.
Kemana perginya para rekan kerja Lian?
Dalam ketidak berdayaannya, Hema berharap ada orang lain yang bisa melepaskan leher Samantha dari cekikan Lian.

Hema mulai terisak.
"Kumohon hentikan. jika dia mati, pasti kau akan menyesalinya"
Satu tetes airmata Hema jatuh dilengan Lian.

Lian menoleh pada Hema dengan tatapan kaget. Detik itu juga Samantha terlepas dan tersungkur ke lantai.

Hema terisak dan langsung memeluk Lian.
"Jangan lakukan hal berbahaya itu lagi pada siapapun" pinta Hema penuh sedusedan.
Disaat Bersamaan terdengar beberapa orang yang masuk dan menolong Samantha yang terisak-isak sambil memegangi lehernya.

Hema tak mendengar dan tahu apa yang terjadi setelahnya. Yang Hema tahu Lian membawa dirinya yang masih menempel seperti lintah ketubuh Lian, keluar dan menjauh dari segala keributan yang barusan terjadi.

Lian mendorong Hema masuk ke dalam mobil dan menyusul masuk disebelahnya.
Albert yang Setia, langsung membawa mereka meninggalkan sekolah, tanpa sekalipun bertanya apa yang membuat Hema menangis terus menerus sambil memeluk Lian kuat sekali.

Saat masuk ke rumah, Lian mengendong Hema yang memeluk erat leher Lian dan membenamkan wajahnya ke bahu Lian.
Hali yang baru saja turun dari lantai atas, langsung menyongsong Lian.
"Ada apa?" tanya Hali sambil mengambil alih tubuh Hema dari gendongan Lian.

Hali mengendong Hema ke kamar, diikuti Lian yang masih membisu dan terlihat begitu serbasalah.

Sementara Hali sibuk menukar dan memasangkan baju ganti untuk Hema, Lian hanya berdiri membisu menatap Hema yang terlihat begitu tak punya tenaga.

Saat semua Beres, Hali mengelus kepala Hema. Hatinya tak bisa tenang melihat Hema seperti ini, tapi melihat Lian, Hali tahu ini pasti berkaitan dengan Lian.

"Mau makan dulu, atau mau istirahat?" tanya Hali yang memutuskan menunda jawaban, dari rasa ingin tahunya.

Hema menggeleng, kepalanya yang dari tadi hanya menunduk memperhatikan jemarinya yang terjalin, perlahan terangkat untuk menatap Lian.

"Apakah aku begitu berharga hingga kau rela membunuh jika aku tersakiti?" bisik Hema dengan airmata yang nyaris tumpah.

Lian langsung mendekat dan berlutut di depan Hema, Hali berkerut bingung.

"Maafkan aku jika membuatmu takut" rintih Lian yang kini menekan kuat jemari Hema ke bibirnya. Sedangkan Hali duduk diam disebelah Hema.

Hema terisak dan menggeleng.
Hema memang takut, tapi bukan takut pada Lian. Hema takut kalau karena dirinya yang tak berguna ini, Lian sampai harus membunuh dan menghancurkan hidupnya sendiri. Kalaupun nama keluarga Alfa membuat Lian tak tersentuh hukum, tapi pasti seumur hidup Lian akan dihantui penyesalan.

"Saat melihat dia ingin menyakitimu, didepan mataku tak terlihat apapun, dan yang ada dipikiranku hanyalah keinginan untuk melenyapkannya untuk selamanya. Demimu, apapun rela kulakukan" lirih Lian.

Hali kini bisa menangkap sedikit dari inti pembicaraan Hema dan Lian. Namun sekarang ini adalah masalah Lian dan Hema. Nanti dia bisa minta penjelasan dari Lian.

Hema menarik tangannya dari genggaman Lian, seketika raut terluka langsung mengambil alih wajah sedih Lian.
Tapi begitu Hema menangkup tangan Lian dengan kedua pipinya, mata Lian terlihat bersinar dengan harapan.

"Memang wajar kalau Samantha marah denganku. Aku juga sudah biasa tak disukai. Aku keras kepala dan tak pandai bergaul. Aku memang tak berguna. kerjaku hanya menyusahkan kalian saja" isak Hema.

"Kenapa kau bicara seperti itu tentang dirimu sendiri??" suara Raha yang menggelegar membuat Hema tersentak dan langsung menoleh kearah pintu kamar dimana sosok Raha memenuhi ambangnya.

Lian dan Hali masih berada ditempatnya dan menunggu Raha mendekat, sedangkan isakan Hema makin Kuat.
Tadi Hema masih kurang menyebutkan kalau dirinya juga bodoh hingga Selalu membuat masalah.

"Katakan, apa yang terjadi hingga kau menghina dirimu sendiri seperti tadi. Tak tahukah kau, betapa berharganya kau bagi kami, hingga kami rela mati untukmu. Jadi jelaskan sekarang juga padaku alasannya!!" perintah Raha yang berdiri menjulang dibelakang Lian yang kini bangkit dari posisi berlutut dan berbalik untuk menjawab pertanyaan Raha.

Hema menggeleng sedih. Tadi rela membunuh dan sekarang rela mati untuknya. Benar-benar kacau, isak Hema.

Hema menoleh pada Lian yang masih duduk memperhatikannya dalam Diam dari tadi. Wajah Hali terlihat tegang saat Lian menceritakan kejadian diruang kesehatan tadi. Tak perlu ditanya, Hali pasti tak keberatan melakukan keduanya untuk Hema, baik mati ataupun membunuh.

Begitu Lian selesai bicara, terjadi keheningan yang menyesakkan. Hema menghela nafas. Sekarang menangis dan memohonpun takkan berguna.
"Percuma saja jika aku mengatakan kalau ini hanyalah masalah sepele, kalian pasti takkan mendengarkanku, bukan?"
Ujar Hema memperhatikan suaminya satu persatu.
"Samantha sedang jatuh Cinta. Orang yang jatuh Cinta memang sulit menggunakan logika hingga sering berbuat nekat"

"Dan menurutmu, kenapa Lian sampai senekat itu?" tanya Hali datar dan menyorot tajam Hema.
Bibir Hema terbuka, tapi kemampuan Hema untuk bicara lenyap.
Hema mengalihkan tatapannya pada Raha dan Lian. Lalu kembali pada Hali.
Hema bilang apa tadi, Cinta bisa menghilang logika?
Jadi maksudnya Lian juga sedang kehilangan logikanya hingga nyaris membunuh Samantha.
Dan karena siapakah Lian sampai berbuat seperti itu, karena Hema bukan?
Lalu tadi Raha bilang rela matinya untuknya bukan?
Bearti Raha juga kehilangan logika kan, mana ada manusia yang Rela mati untuk orang lain jika tak mencintai orang tersebut.
Oke, baik!!

Hema menoleh pada Hali dan membalas sorot tajam Hali.
"Apa kau juga mencintaiku?" tak terdengar sedikitpun rasa gugup dalam suara Hema saat bertanya pada Hali yang membelalak kaget.

"Yang bicara tanpa logika itu kami berdua. Bukankah seharusnya kau tanyakan hal itu padaku atau dia" gumam Lian sambil bersidekap dan menunjuk Raha dengan jempolnya.

Senyum Hema begitu manis dan menyilaukan.
"Karena kalian sudah bicara cukup jelas. Sedangkan Hali takkan mengatakan apapun yang tidak menggunakan logika" jawaban Hema membuat Lian cemberut dan wajah Raha sedatar permukaan setrikaan.

Hali yang kini jadi pusat Dunia seolah tak mampu bicara, namun tatapannya pada Hema sudah menjawab pertanyaan Hema.

"Ah.. Ternyata semuanya tak segampang film-film yang kau bintangi" gumam Raha dingin, hingga Lian mendengus. Dan Hema mengangkat alisnya mengejek.

"Jika kau tak mengatakannya sekarang, aku takkan mengizinkanmu mengatakannya, sampai kapanpun" ancam Hema sambil tertawa.

Hali jelas-jelas malu, wajahnya merah padam. Ditariknya leher Hema kearahnya, dan langsung dilumatnya bibir Hema dengan tekanan yang kuat. Begitu puas, Hali langsung melepas lumatannya.
Ditekannya keningnya dan kening Hema.
"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu hingga dadaku terasa akan meledak" umum Hali dengan nafas tersengal-sengal.
"Mulai sekarang akan kukatakan selalu bahwa aku begitu mencintaimu. Bahkan hingga kau bosan mendengarnya dan memintaku berhenti mengatakannya, tapi aku tak perduli. Akan aku katakan Cintaku padamu hingga aku tiada kelak"

Hema tertawa, tawa lepas tanpa beban. Rasanya seumur hidup, ini akan menjadi momen tak terlupakan bagi Hema.

"Dan untuk membuktikan betapa aku membutuhkanmu, aku akan bercinta denganmu. Dimanapun, kapanpun" tambah Hali yang langsung membuat momen romantisnya menguap.

Hema menjerit dan mundur menjauh dari Hali.
"Dasar cabul" katanya.
Sayangnya begitu berbalik, Hema langsung berada dalam rengkuhan Raha.

"Sebelum Hali membuktikannya, aku yang akan membuktikannya terlebih dahulu"
Hema tak sempat menghindar. RAHA sudah terlebih dulu melempar tubuh Hema ke kasur, dan langsung menindih Hema, sedangkan bibirnya menghentikan jerit protes Hema.

Dalam sekelip Mata Hema sudah sepolos bayi baru lahir.
Tangan-tangan, jemari dan bibir suaminya bermain di bagian tubuh Yang Hema hanya berani sentuh saat Hema sedang berada sendirian atau di kamar mandi dan toilet.

Hema merintih dan menggelinjang, bahkan tenggorokan Hema terasa kering akibat terlalu sering mengeluarkan suara pekikan dan jeritan Nikmat.

Semuanya terasa berbeda sekarang, saat Hema tahu betapa dirinya dicintai, Hema bisa menikmati semuanya bahkan deru nafas dan tetes keringat ketiga suaminya. Sekarang Hema jadi benar-benar merasakan nikmatnya bercinta.

Meski begitu, Hema sudah menekankan kalau dia tak mau dimasuki dari anusnya, Hema tak keberatan bercinta dengan mulutnya, tapi tidak dengan anusnya.
Sykurlah ketiga juga terlihat tak keberatan.
Lagipula selama mereka tak memasukinya, mereka bebas berbuat apa aja disana.

Hema yang biasanya sudah tak sanggup bergerak atau bahkan langsung tertidur, jika hasrat ketiga suaminya sudah tersalurkan, kali ini bahkan sama sekali tak merasakan lemas atau mengantuk.

Seperti biasanya yang mendapat giliran terakhir akan memeluk Hema sepanjang malam dan kali ini Lian lah yang sedang memeluk dan dipeluk Hema. Disebelah belakang Hema, Hali yang sedang mengusap perut Hema.

Hema tersenyum saat mengintip Raha yang berada dibelakang Lian sepertinya melamun menatap langit-langit.

"Andai saja kau sudah lulus" gumam Hali yang ternyata masih tak suka dengan sekolah Hema

"Kalau aku sudah lulus kau mau apa?" ujar Hema yang menoleh ke balik bahunya sambil tersenyum.

"Kau bisa dirumah seharian lagi" jawab Hali seketika.
"Takkan ada masalah sepele yang akan membuatmu, tersakiti" lanjutnya.

Hema menggeleng tak percaya.
"Syukurlah hanya Lian, kalau kau juga ada disana. Aku tak yakin kalau Samantha masih hidup saat kutinggalkan" desah Hema.

"Oh iya. Tadi kau mencariku ke ruang kesehatankan. Mau apa" ujar Lian dengan kening berkerut.

"Ah ya.. " seru Hema.
"Aku ingin kau menemaniku membeli gaun yang akan kupakai kepesta malam ini. Raha bilang ada pesta yang akan kalian semua hadiri"
Hema melirik jam dan kaget saat jarum pendek sudah diangka lapan.

Hema langsung bangun dan menatap Raha yang kini menatapnya Heran.
"Bukankah mau ke pesta. Ini sudah jam delapan" kata Hema cepat-cepat.

Raha tersenyum
" pestanya dibuka jam Delapan. Acara paling akan dimulai jam sepuluh. Semakin lambat kau datang, semakin kau akan jadi pusat perhatian dan disegani, semuanya menujukan bahwa kau begitu sibuk tapi masih meluangkan waktu untuk hadir, hingga tuan rumah jadi sangat berterimakasih" terang Raha.
"Kau masih bisa menggunakan waktu untuk memulihkan tenaga" saran Raha yang justru sudah berdiri dan berjalan ke kamar mandi.

Hema memperhatikan bokong bulat dan pinggang Raha yang ramping dengan otot punggung yang bergelombang Indah, dalan diam. Hema tak mengerti dunia bisnis yang seperti politik yang dimatanya penuh basabasi dan hanya mencari keuntungan untuk diri sendiri.

Ketiga Suami Hema bukanlah orang suci, tapi diantara ketiganya, Rahalah yang lebih menyerupai malaikat kegelapan, berwajah sangat tampan dengan hati sedingin es kutub, yah kecuali terhadap Hema kayaknya.

Menurut Hema, dengan tanggung jawab sebesar itu untuk tetap membuat nama Alfa ditakuti dan tanggungjawab yang harus dipikul untuk menjamin kehidupan para pekerjanya yang jumlahnya mungkin ratusan ribu orang diseluruh dunia, Raha memang harus kokoh dan tahan banting. dalam artian dia harus bisa mengesampingkan perasaan pribadi jika sedang berurusan dengan bisnis, dimana dia Pasti dikelilingi Teman yang iri ataupun musuh yang yang berbahaya.
Dalam dunia seperti itu, Hema sangat bersyukur kalau Raha ternyata masih punya hati untuk diberikan pada Hema.

Hema menoleh pada Hali dan Lian, bukan hanya Hema. Raha pasti juga memberikan hatinya pada Lian dan Hali. Hema tahu bagi Raha keluarga adalah hartanya yang paling berharga.
Bagi ketiga suaminya, saudara-saudaranya adalah belahan jiwa mereka.

Tak perlu diminta, mereka akan rela mengorbankan apapun demi satu dan lainnya.

Raha, Hali dan Lian memiliki kasih sayang yang melimpah.
Dan Hema bersyukur karena dialah yang masuk menjadi anggota keluarga mereka.
Menjadi istri yang dicintai para Alfa!!!

*************************

(31012018) PYK.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top