20
Karena acara semalam yang baru benar-benar berhenti saat dinihari, maka perkemahan tersebut masih sunyi akibat semuanya masih bergelung di balik selimutnya dan dibuai mimpi.
Hanya suara jeritan histeris seorang murid lelaki yang membuat mereka terbangun dan segera keluar untuk mencari tahu asal dan penyebab timbulnya jeritan yang membuat tidur mereka terganggu.
Satu persatu orang keluar dari tendanya, begitu juga Lian yang langsung memeriksa kondisi Hema yang berada disebelah tendanya, bertepatan dengan Hema yang membuka tendanya karena ingin tahu apa yang sedang terjadi.
"Apa yang terjadi" bisik Hema dengan wajah mengantuk dan mata masih merah.
"Entahlah" jawab Lian.
"Suaranya dari pinggir hutan, aku akan memeriksanya"
Hema merangkul lengan Lian.
"Aku ikut bersamamu" bisik Hema yang tiba-tiba merasa merinding karena sepertinya tak ada satu orang yang masih berada didekat tendanya. Mereka semua menuju sumber suara tersebut.
Dari tempatnya Hema dapat Melihat Hary yang masih histeris sedang ditenangkan Oleh pak Burhan, guru ekonomi mereka.
Langkah Lian makin Lebar hingga Hema terpaksa mengimbanginya.
"Ada apa?"
Pak Burhan kaget mendengar suara tajam Lian.
Dengan matanya pak Burhan menujuk ke arah sampingnya.
Seperti Lian yang menoleh ke arah yang ditunjuk Pak Burhan, maka Hema juga melakukan hal yang sama.
Seketika Hema menjerit histeris. Bahkan saking histerisnya Hema, Hary yang tadinya masih histeris, jadi terdiam melihat Hema.
Tapi bagaimana Hema tak Histeris jika dicabang salah satu pohon, tergantung Tubuh Wendi yang lehernya terikat dengan tali. Wendi yang mengatakan akan mati jika Hema menolaknya. Wendi yang mengaku patah Hati karena Hema menolaknya. Tak perlu seorang Dokter untuk memastikan bahwa Wendi sudah meninggal saat ini. Bahkan Lidah Wendi yang terjulur keluar, memperkuat keyakinan Hema.
Tapi kenapa Wendi bisa nekat bunuh diri jika semalam dia sama sekali tak menunjukkan gelagat patah hati atau kecewa. Memang semalam saat pesta kembang api berlangsung, Wendi mendekati Hema dan mengulangi pernyataan cintanya dengan serius dan meminta Hema memikirkan semuanya masak-masak, sebelum memberikan jawaban padanya.
Hema juga belum sempat menolak Wendi dengan lebih serius, jadi Hema sama sekali tak mengerti kenapa Wendi memilih mengakhiri hidupnya jika Hema bahkan belum menolaknya lagi.
Lian dan beberapa orang guru bergegas untuk menurunkan tubuh Wendi, sebagai seorang Dokter, Lian terlihat berusaha mencari tanda-tanda kehidupan ataupun sedikit Harapan.
Saat Lian menggelengkan kepalanya pada pak Burhan, Hema langsung menjerit Histeris.
Lian langsung berlari dan menarik tangan Hema yang Hema gunakan untuk menarik rambutnya sendiri. Lian mati-matian menenangkan Hema yang histeris. Menahan Hema dalam dekapan kuat tubuhnya.
"Tenanglah Hema, tenanglah. Ini bukan salahmu. Pasti ada alasan lain sampai dia melakukan ini" pujuk Lian yang nyaris bisa membaca isi hati Hema.
Kata-kata lian tak bisa mengendalikan Hema. Hema meronta dan menjerit hingga kelelahan. Semua yang ada hanya bisa diam melihat Hema dan Hary yang meraung, lalu mereka menangis saat melihat Tubuh Wendi yang berayun pelan dan sekarang berbaring ditanah dingin dengan ditutupi kain oleh pak Burhan.
Sekarang setelah tak sanggup lagi berdiri, Hema duduk dengan cangkir berisi teh panas digenggamnya. Lian membungkus tubuh Hema yang gemetar dengan selimut.
"Aku sudah menghubungi Raha dan Hali. Mereka sedang diperjalanan sekarang dan akan sampai sebentar lagi. Jika keteranganmu sudah diambil, maka kau boleh pergi" kata Lian begitu dekat diwajah Hema yang menunduk.
Hema tak terlalu mendengarkan ucapan Lian, saat ini dia lebih fokus mendengarkan Hary yang sedang memberikan keterangan pada polisi. Sedangkan tubuh Wendi sedang diturunkan.
"Aku tak tahu dia bisa berbuat begini" ratap Hary
"Tak mungkin dia segitu patah hatinya hingga Mau bunuh diri" isak Hary yang terlihat tak percaya kalau teman baiknya sudah tiada.
"Aku tahu kalau dia benar-benar jatuh Cinta pada Hema dari pertama melihat Hema. Tapi selama ini Wendi tak punya niat untuk menyatakan cintanya" ucap Hary terputus-putus.
"Semalam itu juga karena dia sedikit mabuk" yang dimaksud hary pasti pengakuan Cinta Wendi, batin Hema.
"Kami sebenarnya membawa beberapa botol minuman beralkohol, dan curi-curi waktu untuk meminumnya" Hema bisa mendengar nada menyesal dalam suara Hary.
"Jadi saat pesta kembang api usai, kami berdua kembali minum" lanjut Hary yang mulai terisak kembali.
"Lalu Hary bilang dia mau buang air kecil. Dia keluar dari tenda sendirian, setelahnya aku tak tahu, aku rasa aku tertidur" Hary kembali terdengar gemetar oleh penyesalan.
"Pokoknya saat aku terbangun, Tak ada Wendi didalam tenda. Awalnya aku pikir ini hal yang lucu. Aku yakin kalau Wendi yang kebanyakan minum, pasti tertidur diluar" bisik Hary pedih dan Hema seolah menganggap dirinya penyebab semua ini.
"Aku tertawa dan keluar untuk mencarinya sebelum ada yang melihatnya dan para guru tahu kalau kami membawa bir" isak Hary. Hary harus menarik nafas beberapa kali sebelum bisa melanjutkan ceritanya. Hema merasa tubuhnya makin dingin meski Lian memeluknya erat sekali.
"Lalu aku menemukannya... " Hary tak sanggup menyelesaikan ucapannya karena dia kembali meraung kuat sedang Hema terisak karena bisa membayangkan perasaan Hary saat menemukan tubuh Wendi.
Semua rasa sedih Hary, tercermin dalam jeritannya tadi.
Begitu selesai mendengar keterangan Hary, polisi menanyakan dan mengambil keterangan setiap orang. Tapi tak satupun yang melihat Wendi sebelum dia gantung diri.
Seperti acara kampung mereka sudah dibubarkan, dimana-mana Hema mendengar teman-teman sambil menangis ketakutan, menelpon ke rumah dan minta dijemput.
Kematian Wendi menghapus wajah bahagia yang terlihat diwajah setiap Orang.
Para guru sibuk mengorganisir semua orang agar mengumpulkan barang-barang pribadi.
Mereka semua yang tak dijemput, akan diantar pulang ke rumah masing-masing, menggunakan bis sekolah.
Sedang Hema tak punya tenaga, hanya duduk diam dan membiarkan Lian menghiburnya, meski Hema tak terlalu menangkap kata-katanya.
Saat itu Hema merasa begitu putus asa, Hema dapat melihat sorot menuduh dimata sebagian orang.
Bukan hanya, karena kematian Wendi tapi karena Lian yang tak melepaskan Hema dari Awal mereka melihat tubuh Wendi yang tergantung.
"Raha dan Hali sudah datang. Kau pulang dulu bersama mereka" gumam Lian. Hema mendongak menatap Lian dengan putus asa.
"Ini bukan salahmu. Kau tak harus merasa bertanggungjawab" tekan Lian.
"Begitu semua urusan selesai. Aku akan segera pulang" tambah Lian saat Raha dan Hali bergegas mendekati Hema. Bersama mereka ada laki-laki paruh baya yang tak Hema kenali, dan terlihat sangat pucat.
Lian menarik Hema berdiri, Hema mulai menangis lagi saat melihat betapa pucat dan tegangnya wajah Hali dan Raha.
Begitu berada didepan Hema, Hali langsung menarik Hema kepelukannya sambil menciumi Puncak kepala Hema. Sedangkan Raha mengusap lembut punggung Hema yang mulai terisak.
"Jangan sedih. Bukan kau yang salah" pujuk HALI yang sudah mendengar dari Lian apa yang terjadi saat Lian menelponnya tadi.
"Kita pulang, dirumah mungkin kau bisa lebih tenang" bisik Raha yang membungkuk dan bicara pada Hema yang masih membenamkan wajah didada Hali. Tapi Hema mengangguk mendengar ucapan Raha.
Ya, Hema mau menjauh dari tempat yang menakutkan ini. Bayangkan tubuh Wendi yang berayun pelan, karena angin membuat Hema kembali remuk.
Hali menggendong Hema dan langsung menuju mobil yang terpakir tak jauh dari sana. Hema duduk diatas pangkuan Hali, dari pintu yang terbuka Lebar, Hema dapat melihat Raha yang masih bicara dengan Lian. Wajah Keduanya terlihat tegang.
Saat Raha berjalan menuju mobil, langkah terhenti karena pria stengah baya berwajah pucat yang Hema lihat tadi. Lalu Hema melihat Tatara berdiri disebelah orang itu, ada kemiripan diwajah mereka, dan Hema langsung menebak kalau orang itu pasti ayah Tatara.
Tatara yang melihat Hema berada dalam mobil, langsung mendekat, mninggalkan ayahnya dan Raha yang masih bicara.
Tatara membungkukan tubuh hingga condong ke dalam.
"Apa kau baik-baik saja Hema?" sorot sedih dimata Tatara membuat Hema kembali terisak.
Hema menggeleng dan kembali membenamkan wajahnya didada Hali.
"Maaf, padahal menurutku kau tak perlu sedih dengan kematian Wendi. Bukan kau yang mengantungnya dipohon itu. Tapi dia sendiri yang bodoh" gumam Tatara.
Hema ingin berteriak pada Tatara dan mengatakan bahwa dia tak butuh kalimat penghibur yang kejam dari mulut Tatara. Alih-alih Hema hanya mampu terisak makin kuat.
"Bisa kau tinggalkan dia, kau hanya membuatnya makin sedih" desis Hali yang langsung tak suka pada Tatara. Tatara mengingatkannya pada hantu sadako, putih, dingin dan mengerikan.
Tatara tak terpengaruh dengan ucapan Lian. Matanya fokus pada Hema yang seolah melupakan keberadaan Tatara. Tatara bisa memakluminya, mungkin Hema terlalu kaget melihat mayat Wendi yang tergantung.
"Baiklah Hema, semoga nanti kau bisa tenang. Nanti kita bertemu disekolah" ucapnya sebelum bergeser dan menjauh dari mobil. Tak lama Raha masuk kemobil, Hema dibawa meninggalkan segala keributan dan suara ambulance yang membawa jenazah Wendi.
~~~~~~~~~~~~~~~
Seminggu ini kerja Hema hanya berputar-putar di dalam rumah tanpa tahu tujuan.
Raha Hali dan Lian cuman bisa mengehela nafas saat Hema mnolak semua nasehat mereka yang mengatakan kalau kematian Wendi bukan salah Hema.
Namun bagi Hema kematian Wendi, sedikit banyak karena dirinya. Tak tahu apa sebab pastinya Wendi meninggal tapi setiap orang yang mendengarkan kata-kata wendi dimalam tahun baru, kecuali Lian pastinya, pasti menganggap Hema punya Andil, pada keputusan Wendi, termasuk diri Hema sendiri.
Peristiwa bunuh diri Wendi, sempat keluar dalam berita. Tapi tak dibahas besar-besaran. Semua orang menganggap tindakan wendi sebagai akibat dari jiwa muda dan alkohol yang diminumnya.
Saat keadaan mulai tenang, dan jenazah Wendi dikembalikan ke keluarganya pada Hari ke empat, Hema ditemani ketiga suaminya, ikut menghadiri pemakaman Wendi yang penuh sesak oleh orang-orang yang tahu kalau Wendi adalah sosok pemuda yang menyenangkan dan baik.
Saat Hema dan ketiga suaminya menyalami dan mengucapkan belasungkawa pada orangtua Wendi, mereka justru meminta maaf pada Hema. Mereka merasa kalau perbuatan Wendi pasti membuat Hema merasa bersalah. Hema menangis saat orangtua Wendi meminta Hema memaafkan perbuatan tak bertanggungjawab anaknya.
Melihat bagaimana orangtua wendi, Hema langsung menyadari kalau mereka hebat dan mendidik wendi dengan hebat, sebab sejak senakal-nakalnya Wendi, Hema belum pernah mendengar Wendi menyusahkan orang lain.
Sekarang Hema berpikir untuk kembali ke sekolah, tapi sanggupkah Hema menerima tatapan menuduh dan sorot benci dari orang-orang yang berpikiran picik disekolahnya. Dan Hema yakin kalau tak sedikit jumlahnya.
Bahkan Hali yang dulu paling menentang keputusan Hema sekolah, memaksa Hema untuk kembali kesekolah dan menghapus bayangan sedih dimata Hema.
Raha yang biasanya sibuk dan tak punya waktu menemani Hema main, berkali-kali mengajak Hema keluar.
Dan Lian yang jahi, beberapa kali terlihat menghela nafas saat melihat kebisuan Hema.
Dan yang paling Hebat dari itu semua, tidak ada satupun diantara mereka yang menyentuh Hema untuk tujuan bersenang-senang.
Hooray!!!
Hema pikir, tak ada gunanya juga dia dirumah. Berjalan kesana kemari dengan wajah pucat dan tegang, Hema hanya membuat penghuni rumah ketakutan.
Mungkin senin, Hema bisa kembali ke sekolah.
Lagipula kalau ada apa-apa, Ada Lian yang akan menghiburnya.
Senin pagi, ketiga suami Hema saling melirik saat melihat Hema
Bergabung untuk sarapan, dengan pakaian yang seragam yang sudah rapi dan siap berangkat ke sekolah.
Begitu isi piring Hema kosong, Raha langsung bicara.
"Apa kau benar-benar siap untuk kesekolah?" tanyanya
Hema tersenyum dan mengangguk.
"Ya. Aku harus menghadapi ketakutan dan rasa bersalahku. Dan sekolah adalah tempat yang tepat" ujar Hema sambil melirik Hali yang tersenyum senang.
"Boleh aku berangkat ke sekolah bersama dokter Lian?"
Ucapan Hema membuat senyum lebar langsung terukir dibibir Lian.
Hema memperhatikan wajah suaminya satu persatu, yah seolah mereka sudah melepas topeng kaku dan tegang akibat mengkhawatirkan keadaan Hema. Sekarang Mereka terlihat bahagia, dengan sorot mata yang membuat Hema ingin menangis.
Bukan ingin, tapi Hema benar-benar menagis dan hasilnya ketiga suaminya langsung mengelilingi Hema.
"Kenapa?" ujar Raha yang berlutut persis didepan kursi Hema yang ditarik menjauh dari meja oleh Hali.
Raha mengenggam tangan Hema, wajahnya terlihat tegang.
"Jika kau belum siap untuk bertemu teman-temanmu, tak masalah jika mnunggu beberapa hari lagi" kata Hali yang berdiri dibelakang sandaran kursi Hema sambil merapikan rambut Hema. Sedangkan Lian hanya berdiri dengan wajah kalut yang mengatakan pada Hema kalau dia juga ingin menangis setiap melihat Hema menangis.
Ya tuhan.. Betapa beruntungnya Hema.
Kenapa Hema tak pernah sadar.
Kenapa Hema begitu tamak dan menginginkan hati mereka juga. Tak cukupkah segala perhatian dan kasih sayang yang Hema dapatkan.
"Terimakasih" bisik Hema sambil membekap mulutnya agar isakannya tak makin kuat.
"Aku senang kalian ada untukku saat senang maupun susah" isak Hema teredam oleh tapak tangannya, tapi kelihatannya dimengerti oleh ketiga suaminya.
Wajah sedih mereka berganti kelegaan. Mereka saling melirik dengan senyum sayu dibibir.
"Kamilah yang harusnya mengatakan terimakasih padamu. Kau membuat hidup kami yang kelabu jadi penuh warna semenjak kehadiramu" bisik Lian yang menekan dagunya diatas kepala Hema.
Si aktor tentu saja sudah biasa dengan segala drama kehidupan, batin Hema tersenyum
"Kau membuatku tahu kalau perempuan itu ada untuk dihargai dan dilindungi" lirih Lian
Si playboy, nampaknya sudah insaf dan Hema tertawa dalam hatinya.
"Kau membuatku tersenyum dan tertawa, dan membuat keriputku jadi kelihatan" Raha ngedumel
Hema langsung memukul bahunya.
"Bertambah juga tak apa-apa kan. Biar sesuai dengan umurmu" bentakan Hema membuat Raha dan yang lain tertawa. Raha menarik Hema dalam pelukannya.
"Terimakasih, sekali lagi terimakasih" isak Hema diantar tangis dan tawanya...
Para penghuni rumah yang lain yang menyaksikan semuanya, ternyum dan bernafas lega.
Kecuali Albert yang sedatar biasanya.
Padahal dalam hatinya, dia sudah lama berdoa agar rumah ini kembali terasa hidup..
******************
(27013018) pyk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top