19
Malam ini mereka akan menyambut tahun baru, tadi Lian sudah mengatakan pada Hema, setelah perayaan dengan murid-murid, dia ingin Hema ikut denganya ke tempat Raha dan Hali yang beberapa kali menelpon Hema tapi tak pernah Hema angkat.
"Tidak mau, kita bertemu mereka dirumah saja" jawab Hema sambil meninggalkan Lian, karena Tatara sudah menunggunya di pinggir Hutan.
"Aku tidak bertanya Hema, aku memerintahkanmu ikut" geram Lian sambil menarik Hema hingga menoleh padanya, Lian seaka tak perduli kalau orang-orang mulai memperhatikan mereka.
Hema tersentak melihat kemarahan dimata Lian.
"Tiga hari ini aku membiarkanmu bertingkah sesuka hatimu tapi bukan berarti kau bebas berbuat semaumu" tegur Lian dengan gigi menyatu.
"Aku sudah mengatakan padamu kalau Tatara aneh tapi kau makin rapat dengannya. Padahal kau tahu Kalau Raha takkan senang jik tahu kau berteman dengan cowok" suara Lian nyaris berupa bisikan karena tak mau ada yang mendengarnya, tapi Hema dapat merasakan kalau Lian sebenarnya lebih ingin berteriak didepan wajah Hema.
"Apa salahnya kami berteman. Dia kesepian tak punya teman, aku juga. Lagipula kami tidak melakukan perbuatan salah" jawab Hema lemah.
"Tentu saja salah. Kau perempuan bersuami, apakah pantas dekat dengan pria lain. Atau kami saja tak cukup bagimu"
Saat bicara bibir Lian nyaris tak bergerak.
Mata Hema berkaca-kaca dan Lian langsung mengumpat sambil menjambak rambut dipuncak kepalanya sendiri.
"Maaf.. Maaf" ujarnya sambil berusaha menyentuh jemari Hema yang terkepal.
Hema menghindar dan langsung berbalik meninggalkan Lian.
"Kau bisa mengadukan tingkah genitku pada Raha dan Hali. Aku tak perduli" desis Hema.
Hema berlari kecil kearah Tatara menunggunya, tak perduli Lian menyuruhnya kembali. Toh Lian takkan mengejarnya, bagaimanapun Lian masih harus menjaga sikapnya didepan orang lain.
Begitu Hema berada didepannya, Tatara langsung menyentuh bahu Hema.
"Kau kenapa?" tanya dengan raut wajah yang hampir menangis.
Hema menggeleng dan tersenyum
"Bukan apa-apa" jawab Hema, tapi tak berhasil menghilangkan sorot cemas dimata Tatara.
"Kau dimarahi sepupumu, dokter Lian?" tanyanya Lagi.
Hema kembali menggeleng.
"Bukan, cuman kami tadi berdebat dan aku tak suka bertengkar dengannya"
Tatara menatap kebalik Bahu Hema, meski jauh dia tahu kalau Lian juga sedang memperhatikannya.
Tatara membenci dokter Lian yang terlalu protektif pada Hema. Tak tahukah dokter Lian karena sikapnya itu Hema dimusuhi oleh pengagum sang dokter.
Satu hal yang Tatara syukuri, dia belum melihat mereka terang-terangan menunjukan sikap tak suka pada Hema. Mungkin karena Hema masih keluarga sang dokter, apalagi sepupu sulung Hema terkenal dingin dan sulit memaafkan kesalahan.
Bukan kah Ayah Tatara sudah merasakannya, hanya karena satu kesalahan, kesepakatan bisnis dibatalkan. Dan untuk itulah papanya kini ada di hotel yang sama dengan putra sulung keluarga Alfa, untuk menjalin kembali kesepakatan bisnis yang sudah putus.
Tatara mendorong dan mengarahkan Hema agar berjalan ke arah hutan, dia suka menghabiskan waktu berduaan dengan Hema.
Hema tahu kapan harus diam dan kapan harus bicara. Hema dewasa dan tak murahan, bahkan selain dokter Lian dan diriny, beberapa hari ini Hema tak pernah bicara pada laki-laki lain.
Hema juga tak mengenakan pakaian seksi, bajunya sopan dan Indah saat membungkus tubuh Hema.
Pokoknya Hema berbeda dari semua perempuan lain yang hanya seperti belatung menjijikan, hingga membuatnya putus asa saking gelinya. Rasanya matipun lebih baik daripada didekati dan disentuh tangan-tangan genit tersebut.
Tatara membawa Hema duduk dipinggir hutan, hingga mereka bisa menikmati matahari terbenam.
Akhirnya ada perempuan yang membuat Tatara tak merasa jijik atau putus asa. Tatara paling suka menghabiskan waktu berdua dengan Hema dalam keheningan seperti ini.
"Sebentar lagi langit akan kembali terang oleh kembang api"
Lamun Tatara, sambil melihat Bulan yang terlihat lebih besar dari biasanya.
Hema menoleh.
"Ya.. Bukankah itu memang sudah jadi tradisi" jawab Hema asal-asalan.
"Lalu kita akan kembali ke aktivitas biasanya. Setelah ini kita hanya bisa bertemu disekolah" desah Tatara penuh sesal.
Hema tak bisa membantah, atau memberi jawaban yang menghibur Tatara. Hema tahu pasti kalau suaminya takkan mengizinkan bermain bersama Tatara, dilihat dari Cara Lian cemburu pada Tatara.
"Biasanya aku benci sekolah dan bertemu anak-anak manja dan genit. Yang aku lakukan hanya menunggu jam pulang"
Hema yakin yang dimaksud Tatara adalah para perempuan yang mengejar-ngejar kemana pergi. Mungkin Hema selamat dari bully mereka, hanya karena dia keluarga Alfa.
"Sekarang aku pasti tak sabar berangkat sekolah dan benci jam pulang" sambung Tatara penuh semangat dan senyum lebar dibibirnya.
Hema juga tersenyum, tapi dalam hatinya dia tak merasakan antusias. Semuanya sama saja bagi Hema, tapi Hema tak mau membuat Tatara sedih dan kesepian, lagian hanya disekolah Hema bisa bertemu dengannya.
"Apa tinggal dengan para Alfa membuatmu sedih?" pertanyaan Tatara justru membuat Hema sedih.
Hema bertanya-tanya, kenapa Tatara begitu merasa pahit dalam hidup ini. Tapi Hema tak mau bertanya, bertanya mungkin hanya akan membuat luka Tatara kembali berdarah. Padahal semenjak bicara dengan Hema, Tatara tak pernah terlihat putus asa lagi.
"Tidak.. Mereka.. " Hema bahkan tak tahu harus bagaimana menjabarkan kebahagiaan yang dirasakannya.
"Aku bahkan kadang bertanya-tanya, kenapa aku bisa sangat bahagia semenjak mereka membawaku"
Gumam Hema, sebenarnya ini pertanyaan dari batin Hema yang masih menganggap pernikahannya sebagai suatu hal yang aneh.
"Apa mereka satu-satunya keluargamu" tanya Tatara lagi.
Hema membayangkan paman Rizal dan anak istrinya.
Lalu Hema mengangguk.
"Hanya mereka bertiga yang kumiliki didunia ini" bisik Hema.
"Tidak.. Kau masih memilikiku. Mulai dari pertemuan pertama kita, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menjagamu"
Ketika bicara, Tatara menatap Hema penuh tekat hingga Hema tak bisa mengalihkan matanya.
Hema memaksakan dirinya tersenyum, meski terkesan hambar.
"Terimakasih"
Hema tak tahu harus menjawab apalagi, toh Tatara tak terlihat sedang menyatakan Cinta. Lagipula mereka juga baru kenal, tak mungkin Tatara mengklaim Hema sebagai kekasihnya. Jadi ini hanyalah pernyataan seorang Teman yang perduli padanya, batin Hema.
"Aku tahu kalau kau juga sama sepertiku, punya banyak rahasia yang tak bisa dibagi dengan orang lain, itulah sebabnya kau juga tak memilki teman. Aku sangat mengerti keadaan seperti itu. Tapi mulai sekrang kita bisa jadi penyokong bagi satu sama lain"
HEMA merinding begitu Tatara selesai bicara, mungkin karena udara malam yang lebih dingin dari biasanya.
Hema melirik jam tangannya, sebentar lagi makan malam, kalau tak segera pergi, bisa-bisa Lian datang kesini dan membuat keributan.
"Sebaiknya kita kembali, makan malam akan tetap dimulai meski kita tak ada"
Ujar Hema penuh senyum sambil membersihkan belakang celananya.
Hema sudah berjalan beberapa langkah saat suara Tatara kembali terdengar.
"Aku tahu kau pasti takkan mengkhiati kepercayaanku"
Suara Tatara yang hanya berupa gumaman lemah, tak terlalu bisa Hema tangkap.
Tapi demi membuat Tatara senang dan segera berdiri, Hema tersenyum dan mengangguk.
"Tentu saja" ujarnya sebelum kembali melangkah, saat melihat Tatara berdiri dan menyusulnya.
Benar tebakan Hema, saat Hema sampai dipinggir hutan, terlihat Lian dengan rambut sebahunya yang lepas dari ikatan dan tertiup angin, berjalan cepat menuju ke hutan.
Langkah Lian terhenti saat melihat Hema.
Hema yang sudah tak marah lagi tersenyum pada Lian, tapi Lian sudah tak melihat padanya lagi, mata Lian tertuju pada Tatara yang berdiri tak jauh dibelakang Hema.
Hema menoleh pada Tatara yang sama sekali tak takut menujukan rasa tak sukanya pada Lian.
Agar suasanya tidak semakin panas, Hema langsung berlari kearah Lian dan menarik lengannya menjauh.
"Apa makan malamnya sudah dimulai"
Lian tak langsung menjawab Hema, matanya menangkap mata Tatara yang melirik lengan Hema yang merangkul lengannya.
Lian Langsung bisa merasakan sesuatu yang salah pada remaja didepannya ini.
Lian menunduk menatap lengannya yang nyaris menempel ke payudara Hema.
"Makan malamnya sudah mulai karena itulah aku mencarimu" jawab Lian asal-asalan.
Lian mengalah saat Hema kembali menariknya.
Tidak bisa dibiarkan, Lian Harus bicara pada Hema. Hema mungkin terlalu polos untuk menyadari betapa anehnya tingkah laku Tatara, pria cantik dengan tatapan dingin dan menusuk.
"Setelah makan, aku ingin bicara berdua denganmu" kata Lian tajam.
Hema menghela nafas dan mengangguk. Kecemburuan pria memang tak bertempat. Batin Hema.
Begitu selesai makan malam, Lian langsung memaksa Hema mengikutinya masuk ke tenda. Banyak yang melihat hal itu, tapi melihat wajah Lian yang tegang, Mereka pikir pasti Lian akan memarahi Hema. Sebagian pengagum Lian malah tersenyum senang membayangkan si loyo Hema menangis.
Tentu saja Tatara yang nyaris tak pernah melepaskan keberadaan Hema dengan matanya, tahu hal tersebut.
Darahnya mendidih memikir Hema yang Malang yang tak berdaya karena miskin dan tak punya tempat bergantung dan harus menerima semua perlakuan jahat semua orang.
Padahal didalam tenda Hema, Lian sedang melumat bibir Hema habis-habisan dan telapak tanganya yang menyelinap kebalik baju Hema, kini berada diatas payudara Hema yang sedang diremasnya.
"Jangan pergi ke dalam hutan lagi, nanti kita akan menemui RAHA dan Hali. Ingat janjimu"
Bisik Lian yang kini menekan keningnya ke kening Hema untuk mengendalikan diri sambil menunggu nafasnya kembali normal.
Jelas Hema ingat janjinya pada Raha untuk merayakan tahun baru, bersama mereka. Jadi Hema mengangguk seperti pegas rusak hingga membuat Lian tertawa.
"Aku tak suka melihat kembang api, jadi aku akan tidur sampai perayaannya selesai. Bangunkan aku kalau kau sudah siap pergi, okey" kata Lian yang bergerak meninggalkan Hema sendirian, untuk kembali ke tendanya.
"Okey" jawab Hema yang kini sedang merapikan rambut dan pakaiannya.
Hema keluar dan ikut bergabung dengan teman-teman sekelasnya yang sedang mengelilingi api unggun. Disebelah kelas Hema ada kelas Tatara, Hema tersenyum pada Tatara yang melihat padanya sampai Hema duduk dalam kelompoknya.
Hema memilih duduk diantar orang-orang yang memperlakukannya cukup baik, meski mereka tak terlalu rapat. Kelihatannya mereka semua sedang bermain dan Hema lupa nama permainannya, tapi Hema tahu aturannya. dimana musik akan diputar, lalu setangkai Mawar akan di opor bergantian, jika musik mati, siapa yang memegang Mawar harus menerima hukumannya.
Ini permainan di pesta ultah Hema yang ketujuh Tahun, Hema tersenyum mengenang masa kecilnya.
Beberapa kali teman-teman Hema mendapat hukuman dan setiap hukuman dijalankan, Hema akan terbahak melihat kekonyolan mereka.
Lalu pada putaran ke lima yang Hema ikuti, musik berhenti saat bunga ditangan Wendi, salah satu murid cowok paling rese di kelasnya. Meski begitu Wendi orang baik dan ramah, orangtuanya cukup tajir, kalau nggak bagaimana bisa sekolah disini?
Semua orang sibuk menyuruh Wendi dan memberi hukuman, tapi Mengikut peraturan, Wendi juga bisa memilih hukuman apa yang bisa di laksanakannya.
Wendi Memilih menjalani hukuman yang diberikan teman se gengnya Hary, hukuman dari Hary adalah menyuruh Wendi mengungkapkan perasaan pada perempuan yang disukainya.
Hema tertawa, hal ini jelas-jelas sudah diatur oleh Wendi dan geng nya. Wendi mungkin memang menyiapkan pernyataan Cinta yang seheboh ini karena memang beginilah karakternya yang biasa Hema anggap lucu dan cukup menghibur.
Semua orang ikut bersorak memberi Wendi semangat hingga Hema yang tertawa melihat wajah Wendi yang merah ikut-ikutan bersorak memberinya dukungan.
Wendi mengangkat tangannya dan memberi isyarat agar semua diam. Bukannya diam, teman-teman yang lain malah melempari Wendi dengan kulit kacang goreng karena keki melihat gaya Wendi yang sok jadi kaisar.
"Baik-baik, Akan kukatakan" teriak Wendi yang menutupi tubuhnya agar tak terkena lemparan sampah kulit kacang.
Konyol, kekeh Hema.
"Oke baiklah.. Bagi yang namanya disebutkan tolong angkat tangannya ya" mulai Wendi dengan serius hingga semua orang jadi penasaran, begitu juga dengan Hema.
"Hema" saat Wendi menyebut namanya, Hema otomatis mengangkat tangannya.
Terjadi keheningan saat Semua mata menatap Hema. Dan sekarang Hema tahu kalau dia lah yang di sukai oleh Wendi. Dengan wajah merah padam Hema menurunkan tangannya dan melirik ke tenda dan Menemukan Lian duduk didepan pintu tendanya yang tak tertutup dengan wajah datar dan alis terangkat sebelah.
Yah.. Makin banyak saja yang akan membuat Raha dan Hali marah, batin Hema.
"Jadi inilah Hema. Sekarang semua orang tahu bagaimana rupa perempuan yang aku suka. Cantik bukan?" suara Wendi kembali menarik perhatian Hema padanya.
"Hema, I LoVe You" teriak Wendi sambil mengacungkan kedua tangannya kelangit. Semua orang tertawa kecuali Hema yang merah padam.
Anak tengik, jengkel Hema. Kenapa Harus Hema yang disukainya, mereka bahkan tak pernah bicara lebih dari dua kalimat?.
"Aku nggak akan menerima penolakan. Pokoknya kamu harus jadi pacarku. Meski harus menggunakan seribu cara Licik sekalipun" seringai Wendi yang berhasil mengundang lemparan kulit kacang lagi.
Hema tertawa, ini anak serius nggak ya?
"Hema bagaimana. aku serius loh" lanjut Wendi.
"Aku langsung suka di pandangan pertama saat melihatmu. Tapi aku selalu tak berani mengatakan perasaanku. Dan sebagai cowok paling berhati rapuh disekolah, aku akan mati jika kau menolak cintaku" desah Wendi sambil mencengkram dadanya dan satu lagi terulur lurus pada Hema.
Mendengar suara tawa yang bergetar, Hema yakin kalau tak satu orangpun menanggapi ucapan Wendi dengan serius, termasuk Hema. Jadi tanpa ragu Hema langsung menjawab pernyataan Cinta Wendi.
"Kau membuatku malu didepan semua orang. Jadi aku memutuskan menolak cintamu" kekeh Hema yang langsung membuat Wendi merosot dan berlutut seperti menerima hukuman mati.
"Kau membuat pemuda yang ingin maju ini, patah hati Hema" bisiknya lirih.
Hema mendengus dan bisa melihat Lian yang menggeleng lucu karena tingkah konyol Wendi.
Namun semenit kemudian Wendi kembali berdiri dan terlihat bersemangat.
"Jika ada diantara murid perempuan disini yang berniat mengantikan Hema dihatiku, silahkan daftarkan diri kalian"
Teriak Wendi yang kali ini membuatnya ditimpuki sandal jepit.
Rasanya Benar-benar lepas dan bahagia, malam tahun baru Hema nikmati dan anggap sebagai malam paling menyenangkan bersama teman-temannya.
Hema bersorak di setiap letusan kembang api. Bahkan saat acara usai lebih lambat dari jadwal yang seharusnya, Hema memohon agar membatalkan janji dengan Raha dan Hali.
akhirnya dengan berat hati, Lian memenuhi permohonan Hema yang terlihat begitu bahagia dimatanya. seolah takkan pernah ada masalah yang akan bisa menghapus senyum dibibir Hema...
*************************
(28012018) pyk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top