Special Extra-part!


Hai,
pasti terkedjut yay!
Apose ini, kenafa update lagi~

.

Tenang!
ini cuma cerita extra 7 kampret:
KagenBi and his gank!

iseng aja nulis-nulis gabut
biar warga Wattpad juga kenal gitu sama geng kampretnya KagenBi selain Waffa & Shakti.

5.100 kata
isinya geng babi kampret aja
enggak ada scene sama ciwi-ciwi
apalagi bayi gemec kesayangan
tapi semoga bisa kasih sedikit
gambaran kayak apa pergaulannya
KagenBi sehingga punya bibit-bibit
kekampretan juga 🤣

Enjoy yay!
Thank you~

--

   7 Members of Kampret Gank:

1. Dominic Rae Hakins Tjokrodierja
    The youngest son of current president, Dryas Tjokrodierja. DK alias Duda Kampret.

2. Kagendra Aristide Pradipandya
    Babi 1

3. Alpharesh Waffa Harith-Zaferino
    Babi 2

4. Javaradja Shakti Shankar
     Babi 3

5. Arend-Bjoern Arjuna Nanggaladjaya
    Identitas masih dirahasiakan.

6. Jagat Arshaka Floyd
    2nd born of Floyd family.
    Ceritanya udah debut di Karya Karsa.

7. Taksanio Kagayaki Dharmadjaya
     PK: Pengangguran Kaya.

--

GLAMPING & RESORT PARK by Pradipandya
— Kawasan Gunung Merapi, Sleman, Yk.




"Udah datang, Fa?" tanya Kagendra.

Waffa mengangguk, mengamati Fran menunjukkan jalan pada lima lelaki dewasa yang berjalan santai sambil menikmati pemandangan sekitar. "Brengsek! Si Taksa beneran cuma bawa diri aja."

"Kalau beneran belum mandi, suruh dia tidur di resort, males gue!" kata Kagendra tanpa mengalihkan tatap dari berkas yang ada di pangkuannya. Ia perlu menyelesaikan semua ini sebelum akhirnya bisa benar-benar bersantai.

"Biar Shakti yang urus dia," sebut Waffa lalu beralih menuruni tangga pendek dan membantu Fran membawa salah satu dari dua cooler box.  "Lo kebangetan banget, masa Fran suruh bawa dua-duanya," protesnya pada Shakti yang hanya menenteng satu travel bag ukuran sedang.

"Itu gue sama Junan udah bawa sejak turun mobil, Babi!" Shakti memberi tahu dan berdecak. "Fran nawarin gantian baru pas jalan masuk sini."

"Enggak berat kok, Pak," ujar Fran santai.

"Ini tempat yang lo pakai camping kemarin?" tanya Dominic seraya melepas kacamata hitam dan menoleh pada Kagendra.

"Itu di bawah." Kagendra menunjuk suatu arah yang membuat teman-temannya fokus memperhatikan. "Itu ada deretan mini resort, yang ada zona hewan."

"Ini buka lahan baru, Ndra?" tanya Arshaka sembari menurunkan keranjang piknik rotan ke meja pendek dekat kursi-kursi lipat.

"Enggak, memang area ini belum dikembangkan, makanya pas akuisisi fokus ke sini dulu sebelum area bawah renovasi." Kagendra berdiri, ganti menyerahkan tumpukan berkasnya pada Fran. "Jadwal besok bisa dikondisikan?"

Fran mengangguk. "Ibu Kinar bersedia menggantikan jadwal peresmian CityView besok pagi."

"Good," ujar Kagendra lalu memperhatikan dua cooler box beserta keranjang piknik yang mulai dibuka dan isinya siap dikeluarkan. Ia bergegas menegur Taksanio, "Taksa, lo cuci tangan!"

"Ck! Gue tuh bersih, udah mandi!" seru Taksanio namun pasrah saat didorong bergerak, beralih dari tempat makanan-minuman itu.

"Kamar mandi di sebelah sana!" Waffa menunjuk setapak, akses jalan ke kamar mandi.

Fran segera berinisiatif, menilik tidak ada pelayan yang stand by di sekitar para tuan muda ini. "Maaf, apa perlu saya membantu persiapan—"

"Enggak usah," sela Kagendra dan memastikan saat bayangan senja mulai menghilang, menghadirkan temaram sebelum gelap. "Cuaca akan cerah, iya kan?"

"Iya, Pak! Malam ini enggak turun hujan," jawab Fran.

"Oke, tinggalkan kami ... kalau ada sesuatu nanti Waffa yang telepon ke resort," ujar Kagendra.

"Baik." Fran mengangguk sekali lagi kemudian beranjak meninggalkan area glamping tersebut.

"Boleh ngerokok?" tanya Junan yang sudah duduk di salah satu kursi lipat.

Dominic mengendik ke belakang, ada area khusus tempat api unggun, termasuk tumpukan potongan kayu yang rapi. "Nyalain itu dulu."

"Gue enggak tahan sama asap kayu bakar," sebut Kagendra lalu duduk di samping Waffa.

"Anginnya udah mulai tenang," balas Dominic.

Junan diam sejenak lalu mengangguk. "Iya, ini cukup aman, arahnya enggak ke tempat kita," katanya dan beralih untuk menata kayu-kayu tersebut.

"Wanna help?" tanya Arshaka begitu selesai memotret pemandangan sekitar dan mengirimkannya pada Casiphia.

"Lo bantuin Shakti aja nanti," balas Junan yang memang cekatan mengurus kayu-kayu bakal dijadikan api unggun tersebut.

"Pasti seru kalau bisa grill party sekalian," ujar Arshaka lalu memperhatikan isi keranjang piknik. "Ini kayaknya makanan jadi semua yang dikemas."

Kagendra berdecih, tidak menyukai gagasan 'grill party' bersama itu. "Terakhir ngegrill yang cuma sama kalian, tanpa chef yang proper, gue mules dua hari!"

"Kapan emang?" tanya Shakti yang baru kembali.

Taksanio menyahut, "Itu waktu Nic bachelorette party ... kita masih berdelapan ke Okaukuejo, yang akhirnya Kagendra juga balik duluan karena stok makanan sisa daging kuda."

"Brengsek emang!" umpat Kagendra kesal.

Waffa tergelak bersama yang lain. "Tapi itu seru, pertama kali setelah hampir sedekade juga punya waktu proper buat liburan bareng, enggak ada interupsi kerja, protokol khusus atau meeting, santai all day long!"

"Iya, itu juga momen gue bisa tidur pulas enggak kepikiran program atau apa pun," ungkap Arshaka lantas menoleh Dominic yang hanya mengangguk-angguk tipis. "Kita ambil foto enggak sih pas itu?"

"Ambil lah!" jawab Taksanio lalu mengingat-ingat. "Tapi gue lupa itu kamera gue apa Waffa."

"Gue kayaknya, tapi lupa juga itu filenya masuk komputer enggak," ujar Waffa saking lamanya mereka tidak pernah lagi mengabadikan kebersamaan. "Lagian sejak itu juga kalau ngumpul rata-rata cuma gue, Kagendra, Shakti, Taksa."

"Ya samalah! Kalau gue, Nic sama Shaka bisa ngumpul kalian yang entah ke mana," sebut Junan lalu membakar satu batang kayu.

Shakti menyengir, mengeluarkan satu krat beer dan bertanya, "Ini beer kalengan ada yang mau dioplos enggak? Gue bawa tequ—"

"Enggak," putus Dominic dan menguap pelan. "Gue mau jalan pagi besok, malam ini minum-minumnya kadar ringan aja."

Arshaka beralih membantu mengeluarkan beberapa kemasan makanan ringan, satu bungkus kemasan keripik tortilla langsung diambil Waffa. Ia menoleh, menyempatkan bertanya saat Shakti mulai melempar kaleng beer pada Dominic, "Nic, lo tadi udah di AdiSutjipto mau ke Ndalem Prawironegoro?"

"Serius?" sebut Taksanio sambil mengubah arah duduknya pada Dominic. Ndalem Prawironegoro adalah kediaman keluarga mantan istri sahabatnya itu.

Dominic membuka kaleng beernya. "Tadinya emang mau ke sana, tapi Rana udah kabur duluan ke Kedaton Girilayu."

"Beneran mau rujuk?" tanya Waffa sambil menerima sekaleng beer dari Shakti.

"Kegendra rujuk beneran, dia jadi semakin terinspirasi," sebut Shakti lalu terkekeh. "Lagian setiap mantan istrinya nongol di bar, langung nyusulin ke bawah, jadi herder."

"Beneran enggak ketolong lo, Nic," kata Kagendra dan memilih sebotol air mineral dingin dari dalam cooler box.

"Tapi dipikir-pikir Diajeng emang makin berani ya? Enggak nyangka sampai clubbing, berani nanggepin kenalan lelaki." Taksanio mengambil kemasan keripik kentang dan membukanya. "Itu dia mau balas dendam kayaknya, Nic."

"Siklusnya tuh, Dominic gangguin Rana ... ya Rana bales gangguin dia. Gitu terus sampai salah satu ilang sabarnya!" kata Junan lantas mengekeh memperhatikan nyala api unggun yang mulai membesar. "Gue enggak keberatan, Dominic rujuk dan bikin pesta lajang lagi di Okaukuejo."

Dominic meneguk minuman di kalengnya dan menggeleng. "Lo dulu pesta lajang, Nan ... gue susul setelah acara lo beres."

Semua orang seketika memperhatikan Dominic dengan serius. Alih-alih perkiraan, ucapan dan nada bicara Dominic memang lebih terdengar seperti perintah.

"Lo beneran mau rujuk," ucap Arshaka.

"Gue enggak merasa cerai," ungkap Dominic, baginya Diajeng Rana memang istrinya. "Pernikahan itu berakhir karena keputusan pengadilan, bukan keputusan gue."

"Itu melibatkan keputusan Rana juga dan dia maunya selesai," kata Kagendra lalu menoleh Waffa untuk memastikan, "Rana yang gugat kan?"

"Iya," jawab Waffa.

"Lagian selama ada Blaire, Diajeng enggak bakal mau dirujuk." Taksanio kemudian mengekeh. "Ibunda Ratih kayaknya bakal memilih status duda lo dipublikasikan secara resmi aja dibanding mendesak menantu kesayangannya balik."

"Keluarga lo masih enggak bisa menerima Blaire?" tanya Kagendra sebab hubungan affair sahabatnya itu sudah berlangsung lama dan tidak terlihat hendak diakhiri juga.

Dominic meneguk isi kalengnya dan menggeleng. "Terlalu jauh kalau dibanding Rana ... Blaire juga enggak berminat sama hubungan resmi, makanya seharusnya Rana enggak perlu terganggu dan pernikahan gue enggak perlu rusak begini."

"Lo mau kontak konselor gue?" tawar Kagendra.

"I'm fine," kata Dominic.

Waffa tertawa pelan, menelan kunyahan snacknya dan menunjuk Kagendra di sampingnya. "Itu persis sama apa yang selalu Babi ini bilang waktu proses cerai. I'm fine ... it's okay ... don't worry, tapi akhirnya gila juga."

"Lyre mau mati gimana gue enggak gila!" sembur Kagendra membela diri atas perubahan sikapnya yang ekstrem.

"I'm fine but  ... actually I'm dying! Comeback to me, Re ..." imbuh Shakti dengan nada melas yang membuat gelak tawa Waffa membahana.

Kagendra berdecak. "Enggak gitu ya gue, sialan!"

"Gue beneran baik-baik aja," ujar Dominic lantas beranjak berdiri untuk mengubah kursinya menghadap api unggun.

Taksanio melakukan hal yang sama lalu membuka kaleng beer bagiannya. "Gue bakalan makin dipepet nyokap soal perjodohan kalau lo sampai rujuk, Nic!"

"Ini emang udah waktunya," kata Dominic dan menyandarkan punggung, lebih santai mengamati nyala api yang berkobar. "Udah waktunya kita semua taken, mulai nyusul Kagendra menghadirkan generasi dan memastikan semua kepemilikan ini bisa bertahan."

Junan bersedekap dengan raut penasaran. "Lo punya rencana apa?"

"Gue mau mempertahankan semua ini, lumayan salah perhitungan waktu Rana ngajuin cerai tetapi belum telat-telat banget untuk memulai lagi." Dominic meneguk isi kaleng beernya lagi. "Lagian, Shakti yang ancur-ancuran aja bisa menikah, megang anak juga ... lo berdua seharusnya enggak ada masalah."

Taksanio berdecak dan menoleh pada Shakti yang tertawa pelan. "Bangsat emang! Tiba-tiba menikah, tiba-tiba juga punya anak."

"I am blessed!" Shakti menyombong dan mengangkat kaleng beernya. Arshaka yang kemudian membenturkan minumannya pada kaleng beer Shakti.

"Kesialan enggak selamanya menyebalkan!" seloroh Arshaka gembira.

"Itu anak lo beneran, Shak?" tanya Junan sambil menyulut rokoknya.

Shakti mengangguk. "Sejauh yang diinformasikan tes paternitas memang anak gue."

"Ibunya?" tanya Junan lagi.

"Ya, istri gue lah!" Shakti menegaskan.

"Berarti diantara gengnya Desire, sisa Andina yang belum taken," ucap Taksanio dengan senyum terkembang.

"Si bangsat! Orang di acara gue Andina bawa cowoknya," kata Shakti lalu mengingat-ingat sambil menatap Kagendra. "Oh, untung lo enggak datang di acara gue itu, Ndra."

"Kenapa emang?" tanya Kagendra.

Waffa terkekeh. "Oh iya, cowoknya Andina tuh lead actor yang jadi pacarnya Lyre di series, si Imba itu."

"Fuck!" maki Kagendra lalu menatap Shakti. "Serius lo?"

"Serius! Mereka juga kayaknya serius, soalnya kata istri gue, Andina sama Imba udah tinggal bareng," ungkap Shakti dan ikut terkekeh sebagaimana Waffa. "Kayaknya tinggal tunggu waktu sampai itu segeng series nongkrong bareng."

"Gue enggak paham kenapa lo sekesal itu," ucap Arshaka dengan ekspresi heran ke arah Kagendra. "Lyre bukan tipe yang bakal bertingkah, pernikahan kalian semakin aman, lagi hamil pula."

"Bukan Lyre yang bikin dia emosi," sebut Waffa dan mengalihkan sebelah tangan menepuk-nepuk bahu Kagendra. "Sebenarnya juga bukan Imba yang salah, orang dia behave. Tapi ya masih efek series itu, shipper Lyre-Imba ini yang masih aja heboh kalau tahu mereka ada satu acara bareng atau kelihatan satu venue."

"Foto gue selalu diganti tampangnya si Imbangsat itu!" omel Kagendra lantas menghela napas pendek. "Enggak peduli juga berapa banyak ngeblokir akun-akun sialan ngepost foto Lyre sama Imba dulu, tetap aja ada yang baru! Bikin emosi aja!"

Junan tertawa usai mengembuskan asap rokoknya. "Lo beneran enggak ketolong juga, Babi."

Dominic menyeringai tipis. "Gue udah yakin itu cerai akal-akalan dan gue berani jamin, bahkan meski enggak ada kecelakaan itu ... pasti balikan."

"Bikin susah nongkrong aja!" keluh Taksanio dengan muram. "Dulu tuh nongkrong tinggal nyebut jam di grup semua nongol di bar, sekarang ... diajak baik-baik, bahkan mau gue traktir juga responnya nihil, ngilang semuanya!"

"Makanya lo menikah! Nongkrongin istri lebih seru," sebut Kagendra.

"Nidurin istri apalagi," imbuh Shakti dengan tawa cengengesan.

"Setan! Gue beneran bakal jadi lajang terakhir dari geng ini, lihat aja," ungkap Taksanio penuh tekad.

"Seperti kata Waffa, lebih masuk akal lo berakhir sama jalang, Taksa," balas Arshaka lalu gantian membenturkan kaleng minumnya pada Waffa yang tertawa.

"Asal jalangnya tahu diri, enggak masalah," sebut Dominic seraya menoleh pada Taksanio.

Taksanio terkekeh dan menoleh Shakti yang memandangnya datar. "Shak, serius nih! Gue penasaran banget sama Alexa."

"Aturan gue enggak berubah." Shakti mengulangi salah satu aturan terpenting untuk diperhatikan teman-temannya. "Gue akan tutup mata kalian mau bertingkah sama siapa aja di bar, bawa balik cewek mana aja, tapi ... kecualikan Alexandra."

"Kalau dia yang mau sama Taksa gimana?" tanya Arshaka.

Shakti menyipitkan mata mendengar pertanyaan itu. "Apaan maksud lo, Njing?"

Arshaka terkekeh. "Santai, gue cuma nanya doang!"

"Istri lo bisa-bisa salah paham kalau lo beneran seprotektif ini," sebut Dominic dan ikut terkekeh.

"Gue udah yakin ini Babi enggak mungkin bertahan cuma sama satu cewek," kata Junan menunjuk Shakti dengan ujung rokoknya. "Lo juga cepet banget jemput gue sore ini, pasti ada masalah di rumah."

"Sok tahu!" Shakti geleng kepala, menjelaskan dengan suara meyakinkan. "Istri gue enggak akan salah paham, dia kenal Alexa, tahu urusan pekerjaan dan apa yang gue percayakan ke Alexa. Dia penting buat bisnis bar gue supaya jalan sebagaimana mestinya."

"Gue pakai semalam aja deh, enggak bakal—"

"Efek jangka panjangnya Taksa!" Waffa menyela sembari meremas kaleng beernya yang sudah kosong. "Gue enggak bisa mempercayakan Desire selain sama Alexa."

"Rana juga cuma bisa minum sampanye jeruk bikinan Alexa," ujar Dominic lantas menatap Taksanio dan menggeleng. "Ada bagusnya emang, target lo beralih ke calon yang diatur Ibunda."

"Modelan kemayu-kalem kayak Rana gitu enggak bikin gue semangat tahu," kata Taksanio dan tertawa-tawa sembari mengedipkan mata, "Harus yang menantang kayak Alex—"

"Shakti lagi pegang pisau," sela Arshaka cepat.

Junan berdiri dari duduknya. "Berarti gue tinggal pegangin Taksa 'kan?"

"Bawa lehernya ke sini, Nan!" jawab Shakti.

Taksanio seketika bergerak menjauh. "Bercanda woy! Nan, mundur lo!" ucapnya dengan nada setengah panik. "Kehilangan gue bakal sangat merugikan tahu."

"Lo pikir lo Dominic Hakins?" tanya Junan lalu dengan dua gerakan cepat sudah memiting Taksanio, menggerakkannya ke arah Shakti yang selesai mengelap pisau dengan serbet linen.

"Wah, ini enggak lucu woooyy!!!" seru Taksanio, berusaha meronta dan melepaskan diri namun tidak berhasil. "Dominic!!!"

Dominic tidak tampak tertarik melerai. "Emang udah saatnya lo juga belajar mengendalikan mulut."

"Kecuali emang tujuannya Taksa nemenin Ardillo di lapas," sebut Arshaka sambil tersenyum simpul.

"Najis! Woooyyy!!!" raung Taksanio saat Shakti benar-benar menggerakkan pisau sambil mendekatinya. "Lo yang bakal nemenin Dillo di lapas kalau gue kenapa-kenapa, Shakti!!!"

"Waffa di pihak gue dalam hal ini," kata Shakti santai.

Waffa tertawa, menanggapi dengan mengubah arah duduknya. "Gue sama Kagendra enggak tahu apa-apa."

"Babi!!!" maki Taksanio yang serta merta memejam saat mata pisau berayun ke wajahnya.

Shakti sengaja menahan sekian mili jarak dari wajah mulus Taksanio. "Lo bakal menjauhi Alexa dan berhenti menempatkan dia sebagai target lo selanjutnya ... are we clear?"

"O... oke," kata Taksanio.

Shakti menempelkan ujung pisaunya lebih dekat ke pipi Taksanio, benar-benar nyaris menggores kulit. Benar adanya, di antara mereka bertujuh memang lelaki ini yang wajahnya bersih alami, sehat dan mulus layaknya perempuan dengan berbagai perawatan mahalnya. "Bahkan semisal Alexa tertarik, pastikan lo tetap menjauh darinya."

Taksanio membuka mata, balas menatap Shakti lekat. "Why?"

"Karena gue udah repot sama urusan kakak gue yang masih ilang entah kemana. Gue enggak mau lebih repot dengan ngilangin lo juga," balas Shakti serius.

Ucapan itu, anehnya, tidak membuat Taksanio takut dan malahan tersenyum. "Sure! Gue paham."

"Gue memilih pertemanan ini di atas banyak hal, tetapi soal Alexa lain cerita, oke?" tanya Shakti seraya menjauhkan tangannya.

"Oke," jawab Taksanio dan melepaskan diri, sekalian merapikan setelan baju berlapis haori warna biru tua miliknya.

Junan memperhatikan senyum lelaki yang baru dilepasnya ini. "Lo oke beneran enggak sih?"

Taksanio tertawa. "Iya, ah! Kayak enggak ada cewek lain aja ..."

"Gue enggak akan misahin kalau lo beneran dipukuli Shakti," ujar Junan memperingatkan.

"Noted!" jawab Taksanio lantas kembali bersikap santai dan meraih kaleng beer yang tersisa di cooler box. "Ngomong-ngomong, itu kasur tiga emang muat buat kita bertujuh?"

"Shakti tidur pakai matras sendiri! Dia udah menuh-menuhin tempat," kata Waffa.

"Lo atur aja," ucap Shakti tanpa raut keberatan. "Gue enggak pernah ribut urusan kasur."

Taksanio menegaskan, "Gue enggak mau tidur pinggir ya."

"Gue enggak mau di sebelah lo!" sebut Kagendra.

"Gue beneran mandi, Babi!" ujar Taksanio serius, dibanding teman-temannya ia memang paling malas mandi, namun meski begitu tidak ada masalah bau badan. Kagendra yang belakangan terlalu sensitif terhadap banyak hal.

"Gue aja yang pinggir," ungkap Dominic.

"Enggak!" kata Waffa dan Junan bersamaan, mereka akan sangat kerepotan jika tiba-tiba terjadi sesuatu dan Dominic tidak lebih dulu diamankan.

Arshaka tertawa lantas menunjuk pembagian paling adil. "Junan Waffa pakai bed deket pintu, bed tengah Kagendra sama Nic, bed terakhir Taksa sama gue!"

"Setuju!" sebut Waffa.

"Tapi ini masih sore ya, Anjing! Tidurnya nanti!" ucap Taksanio lalu mengendik ke travel bag Shakti. "Lo bawa apaan buat seru-seru, Shak?"

"Kartu!" jawab Shakti lantas tertawa memperhatikan ekspresi teman-temannya yang berdecak bersamaan. "Gue tahu kalian enggak prepare, jadi main ribuan aja malam ini."

"USD?" tanya Junan.

Shakti mengangguk. "Iya, yang stoknya banyak di brankas."

"I'm in," kata Dominic seraya berdiri, melempar kaleng beer yang kosong ke tempat sampah. "Tapi makan dulu, gue tadi lihat ada sandwich sama chicken wings."

"Lo harus cobain nasi bakarnya, Nic," ucap Kagendra lantas menunjuk kontainer makanan yang dikeluarkan Arshaka. "Nah, itu, harusnya cukup buat masing-masing kita di sini."

"Wangi banget ini," puji Arshaka saat membuka tutup kontainer dan menyiapkan paper plate.

"Istri lo yang masakin?" tanya Dominic dan mendekat untuk ikut memeriksa isi keranjang piknik.

"Mama," jawab Kagendra lalu tersenyum kecil mengingat perintah sang Mama mertua. "Pokoknya isi keranjang makanan harus habis."

"Perut lo nganggur sejak kapan, Nan?" tanya Shakti. "Sebelum cabut ke sini, gue udah makan."

Junan tertawa. "Gue siap tampung makanan yang enggak bisa kalian habiskan."

"Berdoa dulu, Taksa!" sebut Waffa.

Taksanio memejamkan matanya sejenak lalu mengangkat piringnya, "Thank god for this delicious food."

"For our billion dollar money," sambung Junan.

"Loyal friends ..." imbuh Arshaka.

"Healthy body," kata Shakti.

"Useful brain," sahut Waffa lalu menatap Dominic yang tersenyum kecil.

"For all the enemy that still fucking envy to us!" sebut Dominic lantas mengacungkan kaleng beer keduanya ke arah Kagendra. "And cheers to your blessed life."

Kagendra tertawa, menyentukan botol air mineralnya dan mengangguk, "Thanks!"

***

Junan Nanggaladjaya begitu saja membuka mata, sekali lagi memastikan pendengarannya sebelum bangun, menegakkan tubuh. Suara langkah dan pergerakan di luar tenda ini terasa ganjil, tidak cukup familiar baginya.

Taksanio ikut bangun, ikut menyadari situasi ganjil yang terasa dan menoleh Junan dengan ekspresi mengantuk yang cemas, "Obake?"

"Tampang lo tuh kayak Obake," desis Junan dan merogoh ke balik bantalnya, menarik keluar glock17 semi otomatis lalu bergeser ke area pintu masuk tenda.

Taksanio terkesiap, segera berbisik-bisik mengingatkan, "Lo yang waras dong, Nan! Paling-paling itu pengawalnya Nic tukeran jaga."

"Terlalu berisik dan langkah kakinya beda," kata Junan lalu mengendik pada Shakti yang pulas tertidur, sebagaimana empat teman mereka yang lain. "Kalau gue teriak panggil nama lo, pastikan Shakti bangun."

"Ada apa?" tanya Waffa yang beralih menelentangkan tubuh dan membuka mata, seketika bangun saat mendapati Junan memegang senjata.

"Suara orang di luar kedengaran beda, gue mau periksa. Kalau Shakti enggak bangun, urus Dominic juga," pinta Junan.

"Urusan gue itu Kagendra," kata Waffa lantas memeriksa dan geleng kepala pada dua orang penting yang sama-sama pulas sampai mendengkur halus di kasur tengah. "Lama-lama Nic ikutan jadi Babi!"

"Nan, hati-hati," sebut Taksanio lirih.

Junan mengangguk, membuka ujung penutup di mulut tenda dan mengintip, mendapati Fran tengah mengamati tiga penjaga yang ketara begitu sibuk menjauhkan empat sosok perempuan dari area jalan masuk menuju glamping.

Junan segera keluar, berdeham sembari menyimpan senjata di belakang tubuhnya. "Kenapa tuh, Fran?"

Franco Daniel menoleh dan menjelaskan dengan nada pelan, "Itu ada empat perempuan penghibur, katanya Pak Dominic yang mengundang, tetapi sewaktu penjemputan tadi saya sudah memastikan ... acara hari ini enggak melibatkan perempuan."

"Perempuan?" tanya Taksanio yang seketika melongokkan kepala keluar. "Pesanannya Dominic?"

"Pesanan lo masih lebih masuk akal," komentar Junan lalu memperhatikan sekitar. "Berapa orang yang jaga di sekitar sini?"

"Empat," jawab Fran lalu menunjuk area dengan penjaga yang terlihat berlalu-lalang memeriksa.

Junan mengangguk. "Oke."

"Kita enggak periksa ceweknya dulu, Nan?" tanya Taksanio saat bergerak masuk kembali dalam tenda.

"Lo aja sana kalau berminat," balas Junan lalu menguap, mengamankan senjatanya sebelum kembali berbaring di kasur.

"Ada-ada aja," komentar Waffa ikut membaringkan tubuhnya dan berpikir dalam hening. "Enggak mungkin Dominic pesan begitu."

Junan menghela napas pendek. "Taksa, lo ngaku deh!"

"Gue aja ke sini cuma bawa diri ya, Babi! Enggak ada waktu ngurus cewek," balas Taksanio lalu menatap curiga pada Shakti yang pulas. "Perlu dibangunin enggak nih?"

"Dia enggak bakal tidur kalau emang niat main sama cewek," kata Waffa lalu menyugar rambut. "Lagian sebelum tidur dia telepon video lama sama Fayyana, lihat anaknya juga ... mustahil setelahnya ada rencana bertingkah."

"Berapa perempuan tadi Fran bilang?" tanya Junan.

"Empat," jawab Taksanio lantas menguap. "Paling ini beneran akal-akalan Dominic, tapi bukan buat beneran ... uji coba kesetiaan."

"Gue enggak sekurang kerjaan itu," sahut suara serak yang khas orang bangun tidur. Dominic mengerjapkan matanya beberapa kali lalu meraih ponsel dan mulai mengetik cepat. "Nan, masih ada minum enggak?"

"Ada," jawab Junan lalu melemparkan sebotol air mineral utuh yang langsung diraih Dominic.

"Jam berapa sih ini?" tanya Taksanio.

"Satu pagi," jawab Waffa lantas memaki karena Kagendra bergerak dalam tidur dan menyikut bahunya. "Babi!"

Dominic minum beberapa teguk, menutup botolnya lalu merapikan selimut yang kemudian tertendang. "Dia nih udah enggak alergi dingin?"

"Emang lo merasa dingin?" tanya Waffa.

"Enggak," jawab Dominic lantas tersadar udara di sekitarnya cukup hangat, termasuk kasur dan selimut yang digunakan untuk tidur.

"Kita pakai heattech material terbaik dari Swiss dan meski bakal pricey untuk harga nginepnya nanti, tapi worth it," ujar Waffa lantas menatap Kagendra yang tetap pulas. "Dia bilang ... lain kali balik ke sini sama Lyre dan anak-anaknya semua hal harus beneran berbeda. Lebih bagus, lebih hangat, lebih memorable untuk dikenang."

"Terrible accident and nearly lost the most important person ... memang traumatis," ujar Dominic lantas kembali berbaring dan memeriksa ponselnya, menunjukkan laporan dari kepala pengawal yang dia mintai keterangan. "Bukan kerjaan gue, salah satu cewek itu dapat offer anonim, nilai transfernya gede! Makanya berani nekat ke sini."

"Hah?" tanya Waffa sambil menerima lemparan ponsel Dominic dan membaca laporan singkat yang cukup meyakinkan. "Wah, sialan ... untung ada tim lo, kalau cuma Fran sendiri yang urus pasti ngerepotin banget."

"Besok bangunin Floyd buat tracking itu," kata Dominic lalu kembali memejamkan mata.

Waffa mengembalikan ponsel Dominic sembari bertanya. "Kalau lo, mau gue bangunin jam berapa?"

"Sama kayak waktunya Kagendra bangun," jawab Dominic dan kembali memejamkan mata.

***

"Gila bagus banget!" Arshaka berseru sembari mengangkat kamera ponselnya, merekam pemandangan awan yang masih menutupi hamparan hutan.

"Dingin!" keluh Taksanio lantas bersin sekali.

"Rumah kabur lo ada di sekitar sini, Floyd?" tanya Shakti yang ikut mengambil potret pemandangan.

"Bukan, masih naik lagi," jawab Arshaka kemudian membuat panggilan video. "Good morning, Snowy ..." sapanya sembari mengambil jarak dan mempertahankan sedikit privasi saat memakai headset.

Taksanio menguap, berlari lebih cepat dan menempeli punggung Dominic. Sahabatnya itu sejak awal melangkahkan kaki selalu memasang raut tenang dan biasa-biasa saja.

Sudah hampir satu jam mereka berjalan-jalan, meski kilau mentari pagi mulai muncul namun udara tetap dingin menggigit.

"There's so cold, I can't hold it anymore," kata Taksanio lantas bergidig saat embusan angin dingin menerpa.

"Siapa suruh lo ikut," ujar Dominic heran.

"Siapa sangka Kagendra bakal belajar ngaji!" sembur Taksanio dan menghela napas panjang. "Enggak bisa gue menghadapi duo babi itu, makin aneh tingkahnya Kagendra."

"Gue lihat footage kecelakaannya Lyre, ngeri banget! Itu kalau bukan karena keajaiban Tuhan mustahil masih selamat, bisa melanjutkan hidup," kata Shakti lantas memberi tahu. "Kagendra jadi seberubah itu ya wajar."

"Nic, lo jangan berubah ya, temenin gue nakal selamanya," pinta Taksanio lalu memeluk dari belakang dan merebahkan kepala di bahu bidang sahabatnya itu.

"Lo udah pinter nakal sendiri," kata Dominic, sejenak menoleh saat mendengar suara shutter kamera.

Shakti langsung berlari mendahului sambil menunjukkan hasil fotonya. "Lo berdua cocok jadi homo."

"Mau balik ke resort duluan, Sayang?" ajak Taksanio dengan nada manja.

"Ada semak-semak," jawab Dominic tanpa mengubah ekspresi wajah tenangnya.

"Nggg, gatel dong," sebut Taksanio seraya menggeleng.

"Setelah mati enggak ngerasain gatel lagi, Sayang," kata Dominic dan menyeringai saat Taksanio langsung menjauh, ganti menempeli Arshaka yang baru mengakhiri sambungan telepon.

Junan yang sedari tadi hanya menikmati pemandangan teralihkan pada chat yang baru masuk ke ponselnya. "Kagendra bilang yang duluan sampai resort ... dapet soto ayam extra, pakai bagian paha bacem paling gede."

"Bangsat!" maki Shakti saat semua orang seketika berlari pergi, kembali ke penginapan dan meninggalkannya.


***

"Siapa yang duluan?" tanya Kagendra.

"Hakins, as usual," jawab Waffa lalu mundur dari jendela dan tertawa kecil, "Emang enggak bisa ditantangin tuh orang."

Kagendra juga tertawa, mengangkat tangan untuk high-five pada sosok lelaki pertama yang melangkah panjang memasuki area ruang duduk. "Pantesan lo selalu berhasil kabur dari pengawalan."

Dominic menyengir, berlari memang salah satu olah raga favoritnya. Ia menepuk telapak tangan Kagendra sekilas. "Ini nyokap lo lagi yang masak sarapan?"

"Iya, baru aja diantar! Lagi disiapkan Fran," ucap Kagendra dan mengendik ke pintu yang terbuka, terlihat jalan menuju area glamping mereka. "Oh iya, si Althaf udah sampai, langsung urus barang lo di tenda."

Dominic memeriksa jam tangannya. "He's on time."

"Lo langsung balik Jakarta habis ini?" tanya Waffa.

"Kasih salam dulu ke kantor Gubernur," jawab Dominic sambil menarik kursi yang berhadapan dengan Kagendra. "Masih lama di Jogja?"

"Dua hari, Lyre harus cek kepala, besok fitting beskap buat acara kakak ipar, makan malam keluarga."

"Lo juga?" tanya Dominic pada Waffa.

"Desire mana mau ketinggalan kalau soal acara keluarga," jawab Waffa dan tertawa melihat Taksanio ngos-ngosan menyusul Junan memasuki ruang duduk. "Payah!"

"Sialan! Gue bener-bener harus masuk gym lagi," kata Taksanio sambil meraih sebotol air mineral yang sigap diulurkan salah satu pengawal Dominic.

Kagendra menunjukkan tatapan heran, Taksanio adalah mantan atlet kendo, bahkan seorang juara dunia. Cedera akibat kecelakaan bermain ski memang membuat Taksanio vakum dari dunia atlet, namun postur tubuh sahabatnya itu masih terjaga. "Lo ganti olah raga apaan emangnya selama ini?"

"Gulat betina!" sahut Junan dan Waffa bersamaan.

"Sialan!" maki Kagendra sementara Taksanio tertawa.

Dominic mengangkat tangan, menahan botol di tangan kanan Taksanio. "Benerin dulu napas lo, berhenti tertawa, baru minum."

"Iya." Taksanio menurut dengan beralih duduk.

"Arshaka lo tinggal?" tanya Waffa saat Shakti memasuki ruangan sendiri.

"Ke tenda dia, katanya mau ambil laptop."

Dominic mengangguk. "Iya, ada yang perlu dia periksa ... semalam ada cewek, empat, dikirim ke sini."

"Ulah lo?" tanya Kagendra pada Shakti.

"Gue udah tobat, Babi," jawab Shakti dengan nada sabar.

"Bukan gue juga," imbuh Taksanio saat seluruh padangan beralih padanya.

"Apalagi gue!" Junan memastikan dengan ekspresi serius. "Kalau yang dikirim tank atau artileri, baru kerjaan gue."

Dominic tertawa. "Udah kasih Floyd aja biar cari tahu siapa biangnya."

"Sejak kasusnya Arshaka, gue lebih serem dijebak sama cewek dibanding ancaman penculikan atau amit-amit, pembunuhan," ungkap Kagendra.

"Lo ngomong gitu, tapi paling pulas semalam," cibir Waffa heran.

"Emang bisa masuk tuh cewek-cewek?" tanya Kagendra.

"Ya, enggak bisa, tapi minimal lo aware gitu bukannya makin kayak babi," kata Waffa dan mengendik Shakti. "Lo juga sama aja, padahal lo enggak minum banyak."

"Biasalah, pengantin baru pasti kurang tidur selama ini." Taksanio menyahut seraya menaik-turunkan alisnya pada Shakti yang tertawa.

"Pengantin baru, orang tua baru, kerjaan enggak kelar-kelar ... rasanya bisa gila gue kalau tetap di Jakarta," ungkap Shakti dengan jujur.

Waffa menunjukkan layar chatnya. "Anak lo nih, cantik amat dipamerin ke Desire."

"Gue telepon dulu deh, kangen!" kata Shakti yang kemudian beralih untuk melakukan panggilan telepon.

Taksanio berdecak heran. "Kangen katanya? Najis!"

Waffa tertawa. "Lo juga bakal semenggelikan itu kalau udah ketemu cewek yang tepat!"

"Iya," kata Taksanio dan melirihkan suaranya kala menambahkan, "Cewek yang tepat itu Alexandra Shimane."

Tangan Junan seketika beralih memukul belakang kepala Taksanio. "Goblok," omelnya lantas berlalu.

Kagendra hanya meringis, memberi tahu lirih saat Taksanio mengusap-usap belakang kepala. "Kalau menurut lo pukulannya Junan sakit ... pukulan Shakti lebih sakit lagi."

"Perasaan semalam udah waras, bilang kayak enggak ada cewek lain aja." Waffa mengingatkan.

"Lo tahu orang penasaran 'kan? Enggak bakal reda sebelum dapetin beneran," kekeh Taksanio lantas meyakinkan dengan ekspresi wajah tenang, "Tapi jangan khawatir, gue akan main rapi."

"Menurut lo, kenapa kita berteman selama ini?" tanya Dominic dan balas menatap Taksanio tajam.

"Karena cocok?" canda Taksanio, mengembalikan senyum di wajahnya.

"Kita main rapi dalam banyak hal, Taksa," ucap Kagendra, menjelaskan maksud pertanyaan Dominic. "We know each other, bahkan perkara cewek lo aja beberapa dari mereka yang urus transaksinya Shakti."

"Lagian, apa yang membuat lo merasa yakin?" tanya Waffa dengan gelengan kepala. "Yakin mampu mencurangi Shakti di wilayahnya sendiri?"

Taksanio tersenyum simpul. "Mungkin sama kasusnya kayak waktu kita underestimate Shaka. I can surprise you too."

Dominic mengangkat tangan kemudian menoleh Shakti yang selesai bertelepon. "Jangan ngarep dijenguk kalau lo masuk rumah sakit."

"Sekarang lebih penting kita tahu siapa yang kirim cewek-cewek semalam," ujar Taksanio dan mengendik pada Arshaka.

"Sorry lama, gue sekalian minta file CCTV untuk make sure siapa yang bawa para cewek itu ke sini." Arshaka meletakkan laptopnya, memastikan layar menghadap kepada teman-temannya yang langsung berkumpul memperhatikan.

"Damn!" sebut Shakti ketika Arshaka kemudian menunjukkan identitas penyewa mobil pengantar, termasuk sumber dana yang ditransfer untuk para perempuan panggilan itu. "Lo beneran sewa mobil ini selama di Jogja?"

Dominic mengangguk, memang benar tetapi Althaf, asistennya yang menyewa dan mengembalikannya kemarin siang. Mereka juga tidak menggunakan identitas Dominic. "Tapi beneran bukan gue, Shakti."

"Pakai malu-malu lo, itu juga jelas rekening atas nama lo," kata Taksanio menunjuk nama Dominic yang tertera di layar.

"Gue enggak punya rekening di situ!" sebut Dominic dengan yakin. "Lo tahu pilihan perbankan gue di Indonesia mengecualikan yang biasanya jadi tampungan atau aliran dana mistis."

"He's right," sebut Junan.

"Dominic juga enggak segoblok itu transfer mucikari pakai rekening dengan namanya sendiri," imbuh Waffa.

Shakti tertawa tanpa suara di tempat duduknya.

"Jobdesk-nya Shakti," ujar Taksanio.

"Lo semua taunya terima beres," balas Shakti dan menatap satu per satu temannya. "Sementara kayaknya emang kudu hati-hati nih."

"Minimal jangan mabok sendirian," ujar Junan.

"Atau ngamar sembarangan," timpal Arshaka.

Dominic menyeringai. "Seru juga, kalau sampai oknum ini berani pakai data-data gue," ucapnya kemudian menatap Arshaka lekat. "Lepasin dulu, tapi kali berikutnya bertingkah lagi, pastikan lo telusuri sampai ketemu orangnya."

"Lo yakin?" tanya Arshaka.

"Yeah," jawab Dominic lalu bangun dari duduknya. "Sekarang gue mau soto ayam itu."

"Sialan!" omel Shakti. "Perkara seserius ini, lo abaikan demi soto ayam!"

Dominic tidak menanggapi selain dengan tawa santai, berlalu begitu saja menuju area ruang makan yang sudah dibuka oleh Fran.

"Lo juga yakin ini bisa dilepas dulu?" tanya Arshaka pada Waffa yang beberapa kali memeriksa file temuannya di layar laptop.

"Nic doesn't play a game he can't win," kata Waffa lalu mengangguk. "Ikuti aja instruksinya."

"Kalau bisa pakai datanya Nic, udah jelas orangnya juga di sekitar dia," ujar Kagendra.

"Lagi-lagi perkaranya soal cewek!" keluh Junan sambil menyandarkan punggung. "Malesin."

Taksanio mengekeh. "Soal Dominic, emang yang bisa ganggu gugat apa lagi kalau bukan perkara itu? Harta uncountable, tahta udah settle ... yang bisa diusik emang perkara wanita."

"Sebelum ini, dia gagalnya juga urusan wanita," imbuh Shakti lantas tergelak.

"Kayak lo bakal mulus dan pasti berhasil aja menjalani pernikahan, ck!" kata Kagendra mengingatkan dengan decakan. "Cara atau tipe survivalnya mungkin beda, tapi ini tetap jenis hutan yang sama, Shak ... yang kadang enggak bisa lo lewati dengan asal tebas atau pangkas penghalangnya aja."

"Belum kalau penghalangnya berupa kakak babi hutan lo itu," ujar Waffa membuat yang lain seketika tertawa.

"Itu jelas enggak mungkin lo tebas," kekeh Junan.

Shakti menghela napas panjang lalu mengangguk. "Sebelum mikirin semua itu, ada baiknya emang makan dulu ... wanginya enak, gue enggak mau kalau cuma semangkuk nih."

"Gue mau sate uritannya dua juga!" Arshaka ikut berlalu menuju ruang makan.

"Apaan tuh?" tanya Junan yang membuntuti.

"Enak pokoknya," kata Arshaka sekilas mengendik. "Kagendra enggak doyan yang begitu, jadi bagian dia buat gue!"

"Kenapa jadi bagian lo semua, Floyd!" protes Taksanio lalu mempercepat langkah dan tertawa meledek saat berhasil mendahului Shakti.

Kagendra dan Waffa beranjak dengan sikap yang lebih santai, berhenti di pintu penghubung untuk menyimak keributan lima lelaki dewasa berebut sate, tempe goreng sampai potongan jeruk nipis.

Waffa bersedekap lalu geleng kepala. "Kalau urusan makanan enak, rasanya enggak ada yang ingat cara behave jadi manusia sejati."

"Ini kayak kali terakhir kita kabur dari hotel di Barcelona pas kelas 10." Kagendra teringat lalau menceritakan lebih jauh, "Idenya Dominic sewa kastil tua itu, seru emang tapi hari kedua kejebak badai sampai enggak bisa pesan makanan dan berakhir rebutan roti, coklat sama sisa pizza di kulkas."

Waffa tertawa. "Mana alergi lo kambuh, sialan!"

"Gue udah pasrah kalau waktu itu mati, Fa," ujar Kagendra dengan jujur, saking momentum itu benar-benar membuatnya tidak berdaya.

"Enggak bakal," kata Waffa, mengingat dirinya dan Dominic yang kala itu langsung nekat mengemudi, membawa Kagendra ke rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan medis dengan layak. "Dulu kita seberani dan senekat itu ... tapi sekarang, cuaca bagus, mobil lebih canggih, jalanan lengang ... nyetir nambah kecepatan ke seratus aja mikir."

"Delapan puluh aja gue mikir, sialan emang!" kata Kagendra lalu menatap teman-temannya yang mulai tenang, mendapat bagian makanan dan menikmatinya.

"Suatu hari kita akan balik liburan di sini, bertujuh sama keluarga masing-masing dan bikin keributan yang lebih heboh," kata Waffa.

Kagendra mengangguk. "Yeah! Suatu hari ..." ucapnya mengambang, meski dalam hati tetap dipenuhi keyakinan bahwa kesempatan itu ada dalam masa depan persahabatan mereka.

[ THE END ]

🏕

Kagendra tampak waras sekali ya?
wakakakakaa~

.

buat yang baru notice soal geng kampret ini, rasanya masih asing apa biasa aja? 🤣
emang enggak banyak dibahas di Repeated versi wattpad ini, cuma Shakti aja paling beberapa x disebut.

Nah, sehubungan dengan si Babi Tiga itu.
cerita Fayyana & Shakti
Menurut kalian baiknya gimana ya (?)
karena ceritanya belum kelar jugaaa.

Semisal, aku update bertahap di Wattpad sambil proses penyelesaian, gimana?
End-up bakal tetap aku jual versi E-book (yang lebih lengkap+extra part) di KK kalau udah kelar!

.

Let me know your opinion ya!
aku sengaja nanya di wattpad karena tahu pembaca REBIRTH paling banyak juga berasal dari sini. Thank you 💖

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top