#9
* * *
Sampai kapan pun, Hasan tidak ingin mendekati Amelia lagi. Karena sebentar lagi, ia akan menikah dengan seorang gadis bernama Yunita. Di mana mereka dijodohkan oleh kedua orang tua masing-masing.
Persiapan pernikahan mereka sudah matang. Kedua orang tua mereka sepakat akan membuat pesta pernikahan sederhana.
Jujur dari dalam hati, Hasan tak mau dijodohkan sebab kedua pihak tak saling mencintai. Namun karena dorongan orang tua, Hasan berniat ingin mencintai Yunita dengan tulus.
Selesai pertemuan antara kedua keluarga, Hasan duduk di sekitar minimarket. Hanya memesan bir berkaleng kuning kesukaannya. Harganya yang hampir mencapai 15 ribu itu selalu diminumnya kala pulang mengajar.
Tenggorokannya segar saat seruput terakhir masuk dalam tubuhnya. Birnya habis. Sepertinya dia harus beli lagi, sangking sukanya.
Saat ia ingin bangkit untuk membeli minuman kesukaannya, tiba-tiba sekaleng bir dan sekotak nasi ayam muncul di mejanya. Membuatnya refleks kembali duduk di kursi.
"Yunita?" panggil Hasan terkejut.
"Kenapa, Mas? Kaget melihat ini semua? Aku beliin loh, kamu pasti lapar," ujar wanita berambut hitam panjang terurai sambil duduk di hadapan calon suaminya.
"Makasih," sahut Hasan lalu membuka tutup kotak nasi ayam yang dikemas secara konvensional. Ia melihat sedikit aroma mengepul dari atas, tanda bahwa makanan yang dibelinya sudah di-microwave.
"Makan yang banyak ya, Mas."
Belum juga nikah, tapi mendapat perlakuan spesial saja membuat hatinya berdegup kencang.
Hasan menyuap nasi merah dan ayam ke mulutnya, lalu mengunyah pelan.
"Gimana, Mas? Enak?" Yunita penasaran karena tahu Hasan baru pertama mencoba makanan praktis ala minimarket.
"Yah, enak," ucap Hasan singkat.
"Gitu aja?"
"Mau bilang apalagi selain enak? Lezat, atau delicious?" Hasan membuat sang calon istri tertawa terpingkal-pingkal. Aksen Inggris-nya masih terlalu dini, makanya Yunita sampai tertawa.
"Kamu 'kan dosen, harusnya tahu bahasa Inggris sedikit-sedikit," ujar Yunita masih belum berhenti tertawa.
"Aku dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, bukan dosen Jurusan Sastra Inggris."
"Tetap aja, Mas. Belajar bahasa Inggris itu penting. Kata 'delicious' harusnya diperbaiki lagi. Gak terlalu Inggris kalau ngucapinnya begitu."
Hasan tersenyum ringan melihat tingkah Yunita. Setidaknya sama saja dengan sahabatnya, Amel. Wanita dengan softlens bening membuat hatinya mantap mencintainya.
"Makan aja lagi. Kalau mau nambah, aku beliin. Tambah burger pasti enak."
Lelaki berbadan besar itu mengangguk. Kelihatan dari sorot mata wanita di hadapannya, dia sangat suka dengannya. Apa karena dirinya punya baby-face yang menarik? Atau karena sudut-sudut wajah yang membuatnya terpana?
"Ngomong-ngomong, kok kamu enggak makan? Diet ya?" tanya Hasan penasaran.
"Nanti aja makannya. Aku harus makan di waktu yang tepat."
"Loh, kenapa? Persiapan pernikahan pasti." tunhuk Hasan menebak berkata genit.
"Kamu tahu aja. Benar, Mas. Nanti kalau gaunnya enggak cocok pas nikahan, takutnya ganti gaun lagi, buang-buang waktu."
"Benar, makanya kamu harus jaga pola makan supaya akad dan resepsi berjalan lancar." Hasan berpesan. Membuat Yunita terkesiap.
Keduanya sudah saling akrab, setelah sebelumnya canggung bahkan membungkam mulut mereka masing-masing. Tawaan mereka pecah saat mereka melempar candaan khas. Hasan yang dikenal setia dan baik, menerima Yunita sebagai sahabat kedua sekaligus pasangan hidupnya.
* * *
Setelah lama mengobrol dengan calon istri, Hasan menyempatkan untuk gym di tempat langganannya. Demi menjaga penampilan saat pernikahan, Hasan harus menyesuaikan ototnya agar menarik.
Ia menyadari bahwa masa keanggotaannya hampir habis. Ia harus perpanjang lagi untuk waktu enam bulan. Tempat yang diberi nama Platinum Gym itu selalu menjadi primadona para lelaki maupun wanita untuk menjaga kesehatan. Mengangkat beban maupun memakai treadmill, semua bisa dipakai para anggota.
Handuk kecil sudah melingkar di leher, ia pun mencoba treadmill. Sekadar berlari membuatnya dapat membakar kalori. Ia menambah kecepatan sehingga dirinya lari agak kencang.
Keringatnya menetes, ia menurunkan kecepatan sehingga jogging di gym. Para wanita di gym itu mendadak memperhatikannya dan menjadi pusat perhatian mereka. Tak jarang ada yang mengambil foto dirinya. Apa ia artis? Kenapa banyak yang memfoto?
"Pasti karena aku ganteng," batin Hasan percaya diri, kemudian ia mematikan treadmill lalu turun untuk mencari pelepas dahaga.
Sengaja ia mengibaskan rambut depannya supaya para wanita di sekitarnya menjerit. Ia memamerkan ketampanannya sekejap sebelum menikah, lebih tepatnya sebelum menjadi milik Yunita sepenuhnya.
Saat menuruni anak tangga, mendadak ia menyenggol seseorang. Tidak disadari, orang yang ia senggol terjatuh.
Segera ia mengucapkan maaf dan membantu orang itu berdiri. Ia melihat wajahnya sekilas.
"Tampan. Lebih tampan dariku," ucap Hasan membatin, merasa minder karena ada saingan dadakan.
Buru-buru lelaki tadi naik ke atas sehingga ia menyadari kunci loker terjatuh. Lantas ia naik kembali untuk mengembalikan kunci.
"Maaf, mas. Mas berbaju biru," panggil Hasan menunjuk lelaki yang ia tolong.
"Mas!"
Kemudian dia menoleh. "Ada apa?"
"Kunci loker ini, punya mas, kan?"
"Ooh, benar. Kukira hilang tadi, makasih ya pak," ucap lelaki itu ramah sembari mengambil kuncinya dari tangan Hasan.
"Maaf. Tunggu." Hasan mencoba menahan lelaki yang baru ia temui. "Nama mas siapa ya? Kita belum kenalan," ucap Hasan mengajak.
Handuk putih yang dipegang lelaki itu ditaruhnya di punggung kemudian menyodorkan tangan sebagai tanda perkenalan.
"Nama saya Arfan Heriyanto."
Hasan tersenyum kemudian membalas, "Saya Hasan Sutriyono. Salam kenal."
* * *
11 Maret 2020
*
Follow IG --> @repairinglove_wattpadfu84
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top